Arcandra Tahar Jadi Komut PGN, Ini Tantangan Industri Gas RI

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
21 January 2020 17:32
Arcandra Tahar Jadi Komut PGN, Ini Tantangan Industri Gas RI
Foto: Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar
Jakarta, CNBC Indonesia - Sah! Arcandra Tahar yang dulunya menjabat sebagai Wakil Menteri ESDM era Jokowi jilid I kini menjadi Komisaris Utama Perusahaan Gas Negara (PGN). Bergabungnya Arcandra dalam tubuh BUMN gas ini diharapkan semakin memperkokoh kinerja PGN dalam menghadapi tantangan industri gas ke depan.

Arcandra Tahar sebagai komisaris utama menggantikan IGN Wiratmaja Putra dalam RUPSLB di Auditorium PGN siang ini.

Rachmat Hutama selaku sekretaris PGN ini mengatakan bahwa pergantian komisaris utama ini didasarkan atas keputusan mutlak pemegang saham. Keputusan ini berdasarkan hasil pemungutan suara sebanyak 19.250.099.261 lembar saham.

"Sesuai dengan arahan Kementerian BUMN dan pengumuman ke Bursa Efek Indonesia, Pemegang Saham, dan media massa, hari ini kami menggelar RUPSLB untuk pergantian Komisaris Utama. Semuanya berjalan lancar. Para pemegang saham yang berwenang, menyetujui keputusan telah yang ditetapkan," jelas Rachmat di Jakarta, Selasa (21/01).

Rachmat berharap dengan bergabungnya Arcandra ke PGN dapat memperkuat kinerja di tahun 2020 dan di tahun-tahun mendatang. "Bergabungnya Pak Arcandra Tahar di PGN, diharapkan dapat memperkokoh kinerja dewan komisaris, direksi, dan manajemen PGN," katanya.

Pada 2019, PGN mencatatkan capaian kinerja operasional meliputi pendistribusian gas (non-processed) sebanyak 949 BBTUD. PGN telah mentransmisikan 1.369 MMSCFD, lifting hingga 10,4 MMBOE hingga melakukan regasifikasi 129 BBTUD. Tahun depan target operasional akan lebih tinggi. Namun PGN dan industri gas tanah air sedang menghadapi tantangan yang harus segera diselesaikan.
Kinerja dan Target PGN

Archandra Jadi Komut PGN, Ini Tantangan Industri Gas RISumber : Perusahaan Gas Negara
Tantangan pertama adalah lifting gas yang mengalami tren penurunan. Pada 2014 lifting gas mencapai 1.216 MBOEPD, sedangkan lifting tahun lalu hanya 1.060 MBOEPD. Artinya dalam kurun waktu kurang lebih lima tahun terakhir lifting gas telah turun 12,8%. Tak hanya terus turun, lifting gas juga sering meleset dari APBN.
Lifting Gas Bumi RI

Archandra Jadi Komut PGN, Ini Tantangan Industri Gas RISumber : Perusahaan Gas Negara

Pada 2020 target lifting gas dipatok di 1.191 mboepd. Di tengah tren penurunan yang terjadi, mendongkrak lifting gas untuk mencapai target jadi pekerjaan rumah yang berat dan menantang.

Tak hanya lifting gas saja yang mengalami tren penurunan. Lifting minyak juga mengalami penurunan. Tren menurun ini disebabkan setidaknya oleh tiga hal. Pertama adalah fasilitas berupa sumur atau ladang migas yang menua, dinamika ekonomi global dan kebijakan dari pemerintah yang masih jadi kendala.
Walaupun Indonesia mengalami penurunan lifting gas, bukan berarti RI krisis karena tak punya gas. Cadangan gas Indonesia jumlahnya sangat melimpah. Bahkan yang paling melimpah kedua di Asia Pasifik setelah China.

Menurut data BP Statistical Review, Indonesia memiliki cadangan gas alam mencapai 2,8 triliun meter kubik mengungguli Australia dan Malaysia yang punya cadangan sebanyak 2,4 triliun meter kubik. Indonesia hanya kalah dari China yang punya cadangan sebanyak 6,1 triliun meter kubik.



Di Indonesia, gas bersama minyak bumi dan batu bara menjadi tiga bahan bakar fosil utama yang banyak digunakan. Menurut data Kementerian ESDM 2018, porsi penggunaan gas alam sebagai bahan bakar mencapai 95,6 juta barel ekuivalen minyak.

Studi lain yang dilakukan oleh BP Statistical Review menunjukkan bahwa konsumsi gas di Indonesia mencapai 39 milyar meter kubik pada 2018. Indonesia yang merupakan rumah bagi lebih dari 260 juta orang mengkonsumsi gas lebih rendah daripada Malaysia dan Pakistan.



Melihat cadangan yang besar dan konsumsi yang masih rendah karena Indonesia masih sangat bertumpu pada minyak dan batu bara, pada Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) 2017 porsi penggunaan gas alam dalam bauran energi akan terus ditingkatkan.

Mengacu pada RUEN 2017, porsi penggunaan gas alam ditargetkan mencapai lebih dari 22% pada 2025 dan lebih dari 24% pada 2050 nanti. Artinya kebutuhan gas baik untuk sektor utilitas, industri dan konsumsi masyarakat akan terus meningkat karena didorong oleh kebijakan tersebut. Sehingga lifting gas yang terjadi di tengah potensi kenaikan kebutuhan ini adalah tantangan pertama.

Tak sampai di situ, kenaikan kebutuhan juga menyebabkan distribusi gas ke konsumen menjadi tantangan lain. Pasalnya untuk mendistribusikan gas ini butuh infrastruktur. Untuk membangun infrastruktur juga butuh ongkos. Jadi percuma saja kalau cadangan banyak dan produksi banyak tapi tak ada infrastruktur distribusi yang memadai.

Ke depan jaringan gas sebagai salah satu infrastruktur untuk distribusi gas harus terus di bangun. Pada 2020, Kementerian ESDM menargetkan ada tambahan jaringan gas sebanyak 266 ribu rumah.

Archandra Jadi Komut PGN, Ini Tantangan Industri Gas RISumber : Perusahaan Gas Negara
Dengan adanya jaringan gas ini ada dua manfaat utama yang diterima oleh konsumen akhir dalam hal ini adalah rumah tangga. Pertama adalah mengurangi biaya rumah tangga hingga Rp 90.000 per bulan. Kedua, lebih praktis, bersih dan aman dibanding gas LPG 3 Kg.

Itulah dua tantangan utama yang dihadapi industri gas tanah air saat ini. Jika tantangan tersebut dapat dihadapi dengan baik, maka kemandirian energi semakin punya kemungkinan besar untuk terwujud mengingat potensi cadangan gas RI yang berlimpah.


TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular