
Rupiah Kini Terlemah Kedua di Asia, Tapi Jangan Panik Ya
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
21 January 2020 10:09

Meski sekarang melemah, tetapi ke depan masih ada harapan rupiah bisa kembali menguat. Sejak akhir tahun lalu atau year-to-date, penguatan rupiah sudah begitu tajam, hampir menyentuh 2%.
Putera Satria Sambijantoro, Ekonom Bahana Sekuritas, menilai penguatan rupiah belum tentu berdampak negatif terhadap kinerja ekspor Indonesia. Dalam kajiannya, Satria menyebutkan dampak kurs terhadap kinerja perdagangan baru terasa dalam sekitar enam bulan.
"Menurut kami, ekonomi Indonesia tidak seperti yang dinilai khalayak yaitu nilai tukar mata uang yang kuat membuat ekspor menjadi kurang kompetitif dan sebaliknya. Rupiah yang lebih kuat malah meningkatkan ekspor produk manufaktur seperti mesin (HS 84) dan peralatan listrik (HS 85) dengan korelasi 0,61. Sebab ekspor manufaktur terkait erat dengan kebutuhan impor bahan baku dan barang modal," papar Satria.
Ekspor komoditas, lanjut Satria, juga ternyata berkorelasi positif dengan penguatan rupiah. Ekspor batu bara (HS 27) dan minyak sawit mentah/CPO (HS 15) memiliki korelasi 0,59 dengan penguatan mata uang.
"Rupiah yang lebih kuat mencerminkan mood perekonomian global yang membaik sehingga membuat harga komoditas naik dan mengangkat nilai ekspor Indonesia," ujar Satria.
Oleh karena itu, Satria memperkirakan Bank Indonesia (BI) belum akan meredam penguatan rupiah dengan menurunkan suku bunga acuan. "Kami meyakini BI belum mempertimbangkan opsi penurunan suku bunga dan membiarkan rupiah menguat lebih lanjut," sebutnya.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(aji/aji)
Putera Satria Sambijantoro, Ekonom Bahana Sekuritas, menilai penguatan rupiah belum tentu berdampak negatif terhadap kinerja ekspor Indonesia. Dalam kajiannya, Satria menyebutkan dampak kurs terhadap kinerja perdagangan baru terasa dalam sekitar enam bulan.
"Menurut kami, ekonomi Indonesia tidak seperti yang dinilai khalayak yaitu nilai tukar mata uang yang kuat membuat ekspor menjadi kurang kompetitif dan sebaliknya. Rupiah yang lebih kuat malah meningkatkan ekspor produk manufaktur seperti mesin (HS 84) dan peralatan listrik (HS 85) dengan korelasi 0,61. Sebab ekspor manufaktur terkait erat dengan kebutuhan impor bahan baku dan barang modal," papar Satria.
Ekspor komoditas, lanjut Satria, juga ternyata berkorelasi positif dengan penguatan rupiah. Ekspor batu bara (HS 27) dan minyak sawit mentah/CPO (HS 15) memiliki korelasi 0,59 dengan penguatan mata uang.
![]() |
"Rupiah yang lebih kuat mencerminkan mood perekonomian global yang membaik sehingga membuat harga komoditas naik dan mengangkat nilai ekspor Indonesia," ujar Satria.
Oleh karena itu, Satria memperkirakan Bank Indonesia (BI) belum akan meredam penguatan rupiah dengan menurunkan suku bunga acuan. "Kami meyakini BI belum mempertimbangkan opsi penurunan suku bunga dan membiarkan rupiah menguat lebih lanjut," sebutnya.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular