Rupiah Kini Terlemah Kedua di Asia, Tapi Jangan Panik Ya

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
21 January 2020 10:09
Rupiah Kini Terlemah Kedua di Asia, Tapi Jangan Panik Ya
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah di kurs tengah Bank Indonesia (BI). Di pasar spot, rupiah juga melemah bahkan menjadi salah satu yang terlemah di Asia.

Pada Selasa (21/1/2020), kurs acuan BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 13.658. Rupiah melemah 0,03% dibandingkan posisi hari sebelumnya.

Sementara di pasar spot, rupiah juga merah. Pada pukul 10:00 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 13.655 di mana rupiah melemah 0,22%.

Kala pembukaan pasar, rupiah sudah melemah tetapi tipis di 0,04%. Seiring pembukaan pasar, rupiah semakin melemah meski dolar AS tetap terjaga di bawah Rp 13.700.


Sebenarnya mata uang utama Asia pun mayoritas melemah di hadapan greenback. Namun depresiasi rupiah menjadi salah satu yang paling parah.

Pelemahan 0,22% membuat rupiah menjadi mata uang terlemah kedua di Benua Kuning. Hanya yuan China yang lebih lemah dari mata uang Tanah Air.

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 10:06 WIB:





Meski sekarang melemah, tetapi ke depan masih ada harapan rupiah bisa kembali menguat. Sejak akhir tahun lalu atau year-to-date, penguatan rupiah sudah begitu tajam, hampir menyentuh 2%.



Putera Satria Sambijantoro, Ekonom Bahana Sekuritas, menilai penguatan rupiah belum tentu berdampak negatif terhadap kinerja ekspor Indonesia. Dalam kajiannya, Satria menyebutkan dampak kurs terhadap kinerja perdagangan baru terasa dalam sekitar enam bulan.


"Menurut kami, ekonomi Indonesia tidak seperti yang dinilai khalayak yaitu nilai tukar mata uang yang kuat membuat ekspor menjadi kurang kompetitif dan sebaliknya. Rupiah yang lebih kuat malah meningkatkan ekspor produk manufaktur seperti mesin (HS 84) dan peralatan listrik (HS 85) dengan korelasi 0,61. Sebab ekspor manufaktur terkait erat dengan kebutuhan impor bahan baku dan barang modal," papar Satria.

Ekspor komoditas, lanjut Satria, juga ternyata berkorelasi positif dengan penguatan rupiah. Ekspor batu bara (HS 27) dan minyak sawit mentah/CPO (HS 15) memiliki korelasi 0,59 dengan penguatan mata uang.

Sumber: Bahana Sekuritas

"Rupiah yang lebih kuat mencerminkan mood perekonomian global yang membaik sehingga membuat harga komoditas naik dan mengangkat nilai ekspor Indonesia," ujar Satria.

Oleh karena itu, Satria memperkirakan Bank Indonesia (BI) belum akan meredam penguatan rupiah dengan menurunkan suku bunga acuan. "Kami meyakini BI belum mempertimbangkan opsi penurunan suku bunga dan membiarkan rupiah menguat lebih lanjut," sebutnya.



TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular