
Mantap! Rupiah Memang Numero Uno
Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
15 January 2020 10:27

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah di perdagangan pasar spot pagi ini, Rabu (15/2/2020).
Pada Rabu ini, dolar dihargai Rp 13.670/US$. Rupiah melemah 0,04% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Faktor domestik dan eksternal menjadi beban bagi langkah mata uang Tanah Air. Namun demikian, dari dalam negeri, rupiah sepertinya mulai masuk masa konsolidasi setelah menguat tajam sejak awal tahun. Ini sudah terlihat kemarin, di mana rupiah menyelesaikan perdagangan pasar spot di posisi stagnan Rp 13.665/US$.
Mengawali 2020, perjalanan rupiah begitu indah. Sejak akhir 2019 hingga Selasa kemarin (14/1), rupiah menguat tajam 1,55% di hadapan dolar AS.
Penguatan rupiah lebih baik ketimbang mata uang utama Asia lainnya. Dalam periode yang sama, yuan China menguat 1%, yen Jepang melemah 1,22%, dolar Hong Kong terapresiasi 0,25%, won Korea Selatan menguat tipis hampir flat di 0,01%, rupee India menguat 0,91%, dolar Singapura terkoreksi 0,14%, ringgit Malaysia menguat 0,68%, dan baht Thailand anjlok 1,41%.
Jadi boleh dibilang rupiah adalah mata uang dengan kinerja terbaik di Asia sampai saat ini. Rupiah memang numero uno!
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa penguatan nilai tukar rupiah yang terus terjadi di awal pekan belum mempengaruhi APBN terutama penerimaan migas. Namun, pihaknya akan terus mencermati kondisi yang berkaitan dengan anggaran negara.
"Ya kan kita masih lihat satu tahun ini biasa dinamika nilai tukar kita akan terus hitung berdasarkan dari ekonomi dalam negeri dan global," ujarnya di Gedung DPD, Selasa (14/1/2020).
Menurutnya, nilai tukar rupiah masih akan terus dipantau berdasarkan kondisi global misalnya hasil dari perjanjian China dan AS serta suku bunga yang akan berdampak baik bagi aliran modal asing masuk (inflow).
Di sisi lain, penguatan rupiah juga masih harus dilihat dari sisi dalam negeri yakni defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) yang masih terus menghantui.
Dari dalam negeri, terlihat pelaku pasar memang lebih nyaman memegang mata uang Tanah Air. Reuters menggelar jajak pendapat bulanan untuk mengetahui posisi jual (short) atau beli (long) terhadap mata uang utama Asia.
Hasilnya dicerminkan dalam angka -3 sampai 3, semakin tinggi maka dolar AS kian berada di posisi long sehingga menggambarkan tekanan terhadap mata uang Benua Kuning.
Dalam survei yang dihelat pada 9 Januari 2020, posisi rupiah berada di -0.49. Membaik dibandingkan survei 5 Desember 2020 yaitu -0,35. Angka -0,49 adalah yang terbaik sejak November 2019.
Ada beberapa faktor yang membuat investor pede memegang rupiah. Pertama, pekan lalu Bank Indonesia (BI) mengumumkan cadangan devisa sebesar US$ 129,18 miliar. Ini adalah posisi tertinggi sejak Januari 2018.
Cadangan devisa yang gemuk membuat BI leluasa jika harus melakukan intervensi di pasar. Nilai tukar rupiah akan lebih stabil karena BI siap 'mengawal' dengan bekal amunisi yang memadai.
Kedua, berinvestasi di aset-aset berbasis rupiah (terutama obligasi pemerintah) masih sangat menarik.
Saat ini, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Indonesia tenor 10 tahun berada di 6,869%. Meski dalam tren turun, tetapi masih lebih tinggi ketimbang yang diberikan oleh instrumen serupa di sejumlah negara tetangga seperti Filipina (4,718%), Thailand (1,385%), Malaysia (3,283%), sampai India (6,592%).
Didorong oleh pencarian cuan di pasar obligasi pemerintah, investor jadi rajin mengoleksi rupiah agar bisa ikut dalam lelang Surat Berharga Negara. Dalam lelang terakhir pada 7 Januari lalu, jumlah penawaran yang masuk mencapai Rp 81,54 triliun dan pemerintah mengambil Rp 20 triliun.
Pada Rabu ini, dolar dihargai Rp 13.670/US$. Rupiah melemah 0,04% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Faktor domestik dan eksternal menjadi beban bagi langkah mata uang Tanah Air. Namun demikian, dari dalam negeri, rupiah sepertinya mulai masuk masa konsolidasi setelah menguat tajam sejak awal tahun. Ini sudah terlihat kemarin, di mana rupiah menyelesaikan perdagangan pasar spot di posisi stagnan Rp 13.665/US$.
Mengawali 2020, perjalanan rupiah begitu indah. Sejak akhir 2019 hingga Selasa kemarin (14/1), rupiah menguat tajam 1,55% di hadapan dolar AS.
Penguatan rupiah lebih baik ketimbang mata uang utama Asia lainnya. Dalam periode yang sama, yuan China menguat 1%, yen Jepang melemah 1,22%, dolar Hong Kong terapresiasi 0,25%, won Korea Selatan menguat tipis hampir flat di 0,01%, rupee India menguat 0,91%, dolar Singapura terkoreksi 0,14%, ringgit Malaysia menguat 0,68%, dan baht Thailand anjlok 1,41%.
Jadi boleh dibilang rupiah adalah mata uang dengan kinerja terbaik di Asia sampai saat ini. Rupiah memang numero uno!
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa penguatan nilai tukar rupiah yang terus terjadi di awal pekan belum mempengaruhi APBN terutama penerimaan migas. Namun, pihaknya akan terus mencermati kondisi yang berkaitan dengan anggaran negara.
"Ya kan kita masih lihat satu tahun ini biasa dinamika nilai tukar kita akan terus hitung berdasarkan dari ekonomi dalam negeri dan global," ujarnya di Gedung DPD, Selasa (14/1/2020).
Menurutnya, nilai tukar rupiah masih akan terus dipantau berdasarkan kondisi global misalnya hasil dari perjanjian China dan AS serta suku bunga yang akan berdampak baik bagi aliran modal asing masuk (inflow).
Di sisi lain, penguatan rupiah juga masih harus dilihat dari sisi dalam negeri yakni defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) yang masih terus menghantui.
Dari dalam negeri, terlihat pelaku pasar memang lebih nyaman memegang mata uang Tanah Air. Reuters menggelar jajak pendapat bulanan untuk mengetahui posisi jual (short) atau beli (long) terhadap mata uang utama Asia.
Hasilnya dicerminkan dalam angka -3 sampai 3, semakin tinggi maka dolar AS kian berada di posisi long sehingga menggambarkan tekanan terhadap mata uang Benua Kuning.
Dalam survei yang dihelat pada 9 Januari 2020, posisi rupiah berada di -0.49. Membaik dibandingkan survei 5 Desember 2020 yaitu -0,35. Angka -0,49 adalah yang terbaik sejak November 2019.
Ada beberapa faktor yang membuat investor pede memegang rupiah. Pertama, pekan lalu Bank Indonesia (BI) mengumumkan cadangan devisa sebesar US$ 129,18 miliar. Ini adalah posisi tertinggi sejak Januari 2018.
Cadangan devisa yang gemuk membuat BI leluasa jika harus melakukan intervensi di pasar. Nilai tukar rupiah akan lebih stabil karena BI siap 'mengawal' dengan bekal amunisi yang memadai.
Kedua, berinvestasi di aset-aset berbasis rupiah (terutama obligasi pemerintah) masih sangat menarik.
Saat ini, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Indonesia tenor 10 tahun berada di 6,869%. Meski dalam tren turun, tetapi masih lebih tinggi ketimbang yang diberikan oleh instrumen serupa di sejumlah negara tetangga seperti Filipina (4,718%), Thailand (1,385%), Malaysia (3,283%), sampai India (6,592%).
Didorong oleh pencarian cuan di pasar obligasi pemerintah, investor jadi rajin mengoleksi rupiah agar bisa ikut dalam lelang Surat Berharga Negara. Dalam lelang terakhir pada 7 Januari lalu, jumlah penawaran yang masuk mencapai Rp 81,54 triliun dan pemerintah mengambil Rp 20 triliun.
(tas/tas) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Most Popular