AS Belum Mau Pangkas Tarif Impor Lagi, Rupiah Akhirnya Runtuh

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
15 January 2020 10:02
Nilai tukar rupiah akhirnya melemah melawan dolar AS setelah menguat tajam sejak pekan lalu hingga menyentuh level terkuat sejak bulan Februari 2018.
Foto: Ilustrasi Money Changer (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah akhirnya melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) setelah menguat tajam sejak pekan lalu hingga menyentuh level terkuat sejak bulan Februari 2018.

Pada pukul 9:30 WIB, rupiah melemah 0,33% ke level Rp 13.710/US$ di pasar spot, melansir data Refinitiv. Di waktu yang sama, rupiah melemah 0,26% melawan dolar Singapura ke level Rp 10.170,62/SG$, dan melemah 0,3% melawan dolar Australia ke level Rp 9.457,16/AU$.

Baik dolar Singapura dan dolar Australia pada perdagangan Selasa kemarin dibuat melemah oleh rupiah. Mata uang Negeri Merlion berada di level penutupan terlemah sejak Januari 2018, dan dalam lima hari terakhir melemah sekitar 1,4%.

Sementara mata uang Negeri Kanguru berada di level penutupan terlemah sejak Agustus 2013.



Penguatan tajam rupiah dalam beberapa hari terakhir tentunya menggoda sebagian pelaku pasar untuk mencairkan cuan, sehingga memicu aksi ambil untung (profit taking) di pasar. Dampaknya, rupiah mengalami tekanan.

Tekanan bagi rupiah tersebut diperparah dengan kabar terbaru yang menyebutkan jika AS tidak akan menurunkan bea importasi produk China dalam waktu dekat.

Sehari sebelum penandatanganan kesepakatan dagang AS-China, Bloomberg News melaporkan jika AS baru akan meninjau kembali dan menghilangkan bea importasi paling tidak 10 bulan ke depan.

Departermen Keuangan AS juga menegaskan hal tersebut, memang benar.

"Tidak ada kesepakatan untuk pengurangan tarif di masa depan. Setiap rumor yang bertentangan adalah palsu," kata Departemen Keuangan dan kantor Perwakilan Dagang AS (USTR) dalam sebuah pernyataan bersama, Selasa (14/1/2020), sebagaimana dilaporkan AFP.



Kabar terbaru tersebut membuat sentimen pelaku pasar memburuk, sebabnya dengan ditekennya kesepakatan fase I, diharapkan akan segera ada kesepakatan fase II, sehingga bea importasi semakin banyak yang dikurangi.


Presiden AS, Donald Trump pada bulan Desember lalu mengatakan bahwa bea masuk sebesar 15% terhadap produk impor asal China senilai US$ 120 miliar nantinya akan dipangkas menjadi 7,5% saja sebagai bagian dari kesepakatan dagang tahap satu.

Sementara dari pihak China, Trump menyebut bahwa China akan segera memulai pembelian produk agrikultur asal AS yang jika ditotal akan mencapai US$ 50 miliar.

Pelaku pasar tentunya berharap AS akan kembali memangkas bea masuk dari China setelah kesepakatan dagang fase I, sehingga lalu lintas perdagangan internasional menjadi lebih lancar. Tetapi harapan tersebut pupus, pelaku pasar harus menunggu lagi setidaknya hingga 10 bulan ke depan. 

TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular