
AS-Iran Masih Panas, Ini Risiko Bagi IHSG
Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
13 January 2020 10:55

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketegangan geopolitik di Timur Tengah antara Amerika Serikat dan Iran masih akan menjadi katalis negatif bagi perdagangan global, pun demikian dengan pasar saham.
Bahana Sekuritas menyebut, pasar saham Indonesia di awal tahun ini kembali mendapat tekanan dari global akibat serangan yang dilakukan AS terhadap Iran dan berujung pada aksi balasan Iran terhadap AS.
Situasi di Timur Tengah kembali panas dan Pemerintah Amerika Serikat (AS) kembali berang. Pasalnya, sebuah rudal kembali menyerang markas militer tentara AS di Irak, Minggu (12/1/2020).
Padahal, AS dan Iran berjanji ingin mengurangi ketegangan kedua negara. Selain Presiden Donald Trump, keinginan de-eskalasi tensi ketegangan juga sempat diutarakan Presiden Iran Hassan Rouhani di sela-sela kunjungannya ke Qatar, akhir pekan lalu.
"(AS) marah dengan laporan serangan roket lain di pangkalan udara di Irak," kata Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo, sebagaimana dikutip AFP.
Minggu (12/1/2020), sebuah roket kembali menyerang markas pasukan koalisi yang dipimpin AS di Irak Utara. Meski belum ada pengakuan resmi dari Iran, AS menuding serangan dilakukan kelompok milisi yang didukung Iran di Irak.
Roket jenis Katyusha tersebut mendarat di pangkalan udara Al-Balad. Pangkalan udara ini merupakan rumah bagi pesawat F-16.
Di tengah meningkatnya risiko tersebut, Bahana memproyeksikan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mampu bangkit di tahun ini dan bisa menembus level psikologis 7.000 poin dengan beberapa katalis pendorongnya.
Kepala Riset Bahana Sekuritas Lucky Ariesandi menyatakan, pasar saham akan mendapat sentimen positif dari kinerja emiten yang diperkirakan akan lebih baik tahun ini.
Bila pada tahun lalu laba bersih emiten tumbuh rata-rata sekitar 2%, maka pada tahun ini diperkirakan akan meningkat pada kisaran 9%. Peningkatan ini terjadi hampir seluruh sektor kecuali sektor batubara yang masih akan mendapat tekanan dari rendahnya harga batubara di pasar global.
Lucky membeberkan, bila dibandingkan dengan pasar surat utang dan juga properti, pasar saham masih menawarkan imbal hasil yang lebih baik. Pasalnya dengan level suku bunga acuan dan infasi yang terjaga rendah, yield surat uutang diperkirakan tidak akan mengalami banyak kenaikan, bahkan malah cenderung turun. Apalagi The Fed telah memberikan indikasi suku bunga yang tidak akan turun lagi pada tahun ini.
Bank Indonesia juga telah memberikan sinyal untuk mendukung pertumbuhan ekonomi domestik. Untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, kata Lucky, masih ada ruang bagi BI untuk menurunkan suku bunga sebanyak dua kali pada tahun ini.
"Turunnya suku bunga yang diikuti dengan realisasi kebijakan omnibus law akan mampu menggenjot masuknya investasi, yang pada akhirnya mampu mendorong pertumbuhan ekonomi pada tahun ini," ungkap Lucky, dalam keterangan yang diterima CNBC Indonesia, Senin (13/1/2020).
Penopang lainnya yang membuat pasar saham akan lebih bergairah pada tahun ini adalah rencana kenaikan pajak reksa dana atau mutual fund menjadi 10% dari yang saat ini berlaku sebesar 5%.
''Berbagai skenario di atas membuat kami cukup yakin pasar saham akan kembali bergairah pada tahun ini, sehingga bisa mendorong indeks naik hingga ke level 7.000," katanya menjelaskan.
Adapun, sektor-sektor yang masih positif sepanjang tahun ini antara lain: emiten perbankan, tembakau/rokok, CPO dan obat-obatan, sedangkan beberapa sektor yang harus dicermati di antaranya batubara, konsumer yang terkait retailers sebagai dampak dari kenaikan iuran BPJS.
(hps/hps) Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000
Bahana Sekuritas menyebut, pasar saham Indonesia di awal tahun ini kembali mendapat tekanan dari global akibat serangan yang dilakukan AS terhadap Iran dan berujung pada aksi balasan Iran terhadap AS.
Situasi di Timur Tengah kembali panas dan Pemerintah Amerika Serikat (AS) kembali berang. Pasalnya, sebuah rudal kembali menyerang markas militer tentara AS di Irak, Minggu (12/1/2020).
Padahal, AS dan Iran berjanji ingin mengurangi ketegangan kedua negara. Selain Presiden Donald Trump, keinginan de-eskalasi tensi ketegangan juga sempat diutarakan Presiden Iran Hassan Rouhani di sela-sela kunjungannya ke Qatar, akhir pekan lalu.
Minggu (12/1/2020), sebuah roket kembali menyerang markas pasukan koalisi yang dipimpin AS di Irak Utara. Meski belum ada pengakuan resmi dari Iran, AS menuding serangan dilakukan kelompok milisi yang didukung Iran di Irak.
Roket jenis Katyusha tersebut mendarat di pangkalan udara Al-Balad. Pangkalan udara ini merupakan rumah bagi pesawat F-16.
Di tengah meningkatnya risiko tersebut, Bahana memproyeksikan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mampu bangkit di tahun ini dan bisa menembus level psikologis 7.000 poin dengan beberapa katalis pendorongnya.
Kepala Riset Bahana Sekuritas Lucky Ariesandi menyatakan, pasar saham akan mendapat sentimen positif dari kinerja emiten yang diperkirakan akan lebih baik tahun ini.
Bila pada tahun lalu laba bersih emiten tumbuh rata-rata sekitar 2%, maka pada tahun ini diperkirakan akan meningkat pada kisaran 9%. Peningkatan ini terjadi hampir seluruh sektor kecuali sektor batubara yang masih akan mendapat tekanan dari rendahnya harga batubara di pasar global.
Lucky membeberkan, bila dibandingkan dengan pasar surat utang dan juga properti, pasar saham masih menawarkan imbal hasil yang lebih baik. Pasalnya dengan level suku bunga acuan dan infasi yang terjaga rendah, yield surat uutang diperkirakan tidak akan mengalami banyak kenaikan, bahkan malah cenderung turun. Apalagi The Fed telah memberikan indikasi suku bunga yang tidak akan turun lagi pada tahun ini.
Bank Indonesia juga telah memberikan sinyal untuk mendukung pertumbuhan ekonomi domestik. Untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, kata Lucky, masih ada ruang bagi BI untuk menurunkan suku bunga sebanyak dua kali pada tahun ini.
"Turunnya suku bunga yang diikuti dengan realisasi kebijakan omnibus law akan mampu menggenjot masuknya investasi, yang pada akhirnya mampu mendorong pertumbuhan ekonomi pada tahun ini," ungkap Lucky, dalam keterangan yang diterima CNBC Indonesia, Senin (13/1/2020).
Penopang lainnya yang membuat pasar saham akan lebih bergairah pada tahun ini adalah rencana kenaikan pajak reksa dana atau mutual fund menjadi 10% dari yang saat ini berlaku sebesar 5%.
''Berbagai skenario di atas membuat kami cukup yakin pasar saham akan kembali bergairah pada tahun ini, sehingga bisa mendorong indeks naik hingga ke level 7.000," katanya menjelaskan.
Adapun, sektor-sektor yang masih positif sepanjang tahun ini antara lain: emiten perbankan, tembakau/rokok, CPO dan obat-obatan, sedangkan beberapa sektor yang harus dicermati di antaranya batubara, konsumer yang terkait retailers sebagai dampak dari kenaikan iuran BPJS.
(hps/hps) Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000
Most Popular