AS-Iran Tak Kunjung Dingin, IHSG Jatuh 0,86%

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
08 January 2020 16:38
AS-Iran Tak Kunjung Dingin, IHSG Jatuh 0,86%
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali perdagangan ketiga di pekan ini, Rabu (8/1/2020), di zona merah.

Pada pembukaan perdagangan, IHSG melemah 0,49% ke level 6.248,44. Per akhir sesi satu, koreksi indeks saham acuan di Indonesia tersebut telah bertambah dalam menjadi 0,78% ke level 6.230,67. Per akhir sesi dua, koreksi IHSG kembali bertambah dalam menjadi 0,86% ke level 6.225,69.

Kinerja IHSG senada dengan seluruh bursa saham utama kawasan Asia yang juga ditransaksikan di zona merah: indeks Nikkei ambruk 1,57%, indeks Shanghai jatuh 1,22%, indeks Hang Seng melemah 0,83%, indeks Straits Times terpangkas 0,22%, dan indeks Kospi terkoreksi 1,11%.

Sentimen negatif bagi bursa Benua Kuning datang dari memanasnya tensi geopolitik antara AS dan Iran. Mengutip CNBC International, pada pagi hari ini waktu Indonesia Iran menembakkan misil ke dua markas militer AS di Irak.

Diketahui, lebih dari selusin misil balistik diluncurkan oleh Iran ke dua markas militer AS tersebut. Serangan tersebut sudah dikonfirmasi oleh Pentagon.

"Jelas bahwa rudal ini diluncurkan dari Iran dan menargetkan setidaknya dua pangkalan militer Irak yang menampung personel militer dan koalisi AS di Al-Assad dan Irbil," kata juru bicara Pentagon pasca serangan.

Melansir CNBC International, setelah serangan Iran terjadi, Presiden AS Donald Trump mengadakan pertemuan dengan para penasihat utamanya di Gedung Putih. Pertemuan tersebut dihadiri Wakil Presiden Mike Pence, Menteri Pertahanan Mark Esper, Menteri Luar Negeri Mike Pompeo dan Jenderal Angkatan Darat Mark Milley.

Serangan pada hari ini merupakan balasan dari Iran atas serangan yang sebelumnya diluncurkan oleh AS.

Seperti yang diketahui, pada Jumat pagi waktu Indonesia (3/1/2020) AS diketahui telah menembak mati petinggi pasukan militer Iran. Jenderal Qassim Soleimani yang merupakan pemimpin dari Quds Force selaku satuan pasukan khusus yang dimiliki Revolutionary Guards (salah satu bagian dari pasukan bersenjata Iran), tewas dalam serangan udara yang diluncurkan oleh AS di Baghdad.

Selain itu, Abu Mahdi al-Muhandis yang merupakan wakil komandan dari Popular Mobilization Forces selaku kelompok milisi Irak yang dibekingi oleh Iran, juga meninggal dunia.

Pasca serangan yang menewaskan Soleimani, Iran mengutuk keras tindakan AS. Dalam pernyataannya, Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif mengutuk keras tindakan AS. Dirinya menyatakan bahwa Iran tidak takut untuk membalas AS.
"AS bertanggung jawab atas semua konsekuensi dari keputusan jahatnya," tegasnya melalui akun Twitter sebagaimana dikutip Reuters, Jumat (3/1/2020).

Soleimani sendiri telah disanksi oleh AS sejak tahun 2007 dan pada Mei 2019, Washington memutuskan untuk melabeli Revolutionary Guards, beserta dengan seluruh bagiannya, sebagai organisasi teroris, menandai kali pertama label tersebut diberikan terhadap lembaga militer resmi dari sebuah negara.

[Gambas:Video CNBC]



Balasan dari AS sepertinya tak terelakkan. Pasalnya, sebelumnya pada Minggu pagi waktu Indonesia (5/1/2020) atau Sabtu malam waktu AS (4/1/2020), Trump sudah memperingatkan Iran untuk tidak melakukan balasan atas pembunuhan Soleimani yang diotorisasi sendiri oleh dirinya. Kalau sampai peringatan tersebut tak diindahkan, Trump menyatakan akan menyerang sebanyak 52 wilayah sebagai balasan.

Hal tersebut diumumkan oleh Trump melalui serangkaian cuitan di akun Twitter pribadinya, @realDonaldTrump. Menurut Trump, beberapa dari 52 wilayah tersebut merupakan lokasi yang sangat penting bagi Iran. Dipilihnya 52 wilayah tersebut melambangkan jumlah tawanan asal AS yang disandera oleh Iran di masa lalu.

AS-Iran Tak Kunjung Dingin, IHSG Jatuh 0,86%Foto: Twitter Donald Trump
Di sisi lain, sejatinya ada sentimen positif bagi bursa saham Benua Kuning. Melansir Global Times, AS dan China kini berada di jalur yang tepat untuk meneken kesepakatan dagang tahap satu.

Menurut para sumber dan analis yang diwawancarai oleh Global Times, seremoni penandatanganan kesepakatan dagang kedua negara bisa diselenggarakan pada pekan depan.

Delegasi China kemungkinan akan bertandang ke AS pada pekan depan. Namun, tanggal pasti dari keberangkatan delegasi China dan seremoni penandatanganan kesepakatan dagang hingga kini belum diketahui secara pasti.

Sebagai informasi, Global Times merupakan media yang dimiliki dan dijalankan oleh Partai Komunis sehingga informasi yang diberikan terkait perkembangan perang dagang AS-China biasanya akurat.

Seperti yang diketahui, belum lama ini AS dan China mengumumkan bahwa mereka telah berhasil mencapai kesepakatan dagang tahap satu.

Dengan adanya kesepakatan dagang tahap satu tersebut, Trump membatalkan rencana untuk mengenakan bea masuk tambahan terhadap produk impor asal China pada tanggal 15 Desember. Untuk diketahui, nilai produk impor asal China yang akan terdampak oleh kebijakan ini sejatinya mencapai US$ 160 miliar.

Tak sampai di situ, Trump mengatakan bahwa bea masuk sebesar 15% terhadap produk impor asal China senilai US$ 120 miliar nantinya akan dipangkas menjadi 7,5% saja sebagai bagian dari kesepakatan dagang tahap satu. Di sisi lain, China membatalkan rencana untuk mengenakan bea masuk balasan yang disiapkan guna membalas bea masuk dari AS pada tanggal 15 Desember.

Masih sebagai bagian dari kesepakatan dagang tahap satu, China akan meningkatkan pembelian produk agrikultur asal AS secara signifikan. Trump menyebut bahwa China akan segera memulai pembelian produk agrikultur asal AS yang jika ditotal akan mencapai US$ 50 miliar.

Lebih lanjut, kesepakatan dagang tahap satu AS-China juga mengatur mengenai komplain dari AS terkait pencurian hak kekayaan intelektual dan transfer teknologi secara paksa yang sering dialami oleh perusahaan-perusahaan asal Negeri Paman Sam.

Dari dalam negeri, ada juga sentimen positif bagi pasar saham yakni rilis data cadangan devisa. Pada hari ini, Bank Indonesia (BI) mengumumkan bahwa cadangan devisa Indonesia meningkat hingga US$ 2,5 miliar pada Desember 2019 menjadi US$ 129,18 miliar, dari yang sebelumnya US$ 126,63 miliar pada November 2019.

Posisi cadangan devisa pada bulan Desember merupakan yang tertinggi di sepanjang tahun 2019.

"Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 7,6 bulan impor atau 7,3 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor," tulis BI dalam keterangannya, Rabu (8/1/2020).

Perkembangan cadangan devisa pada Desember 2019 terutama dipengaruhi oleh penerimaan devisa minyak dan gas, penarikan pinjaman luar negeri pemerintah, dan penerimaan valas lainnya.

"Ke depan, Bank Indonesia memandang cadangan devisa tetap memadai dengan didukung stabilitas dan prospek ekonomi yang tetap baik.”

Untuk diketahui, posisi cadangan devisa merupakan elemen yang penting dalam mendikte pergerakan nilai tukar rupiah. Ketika cadangan devisa meningkat, ada peluang bagi rupiah untuk menguat melawan dolar AS.

Namun, pada perdagangan hari ini rupiah justru melemah 0,11% di pasar spot ke level Rp 13.885/dolar AS. Memanasnya tensi antara AS dan Iran membuat rupiah dilepas pelaku pasar.

Depresiasi rupiah pada akhirnya memicu investor asing untuk melego saham-saham di Tanah Air. Per akhir sesi dua, investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 7,82 miliar di pasar reguler.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular