
Konflik AS-Iran Beri Dua Pukulan Telak, Rupiah Tumbang
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
06 January 2020 18:08

Jakarta, CNBC Indonesia - Keperkasaan rupiah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada tahun 2019 belum lagi terlihat di awal tahun 2020. Dalam 3 hari hari perdagangan tahun ini, semuanya diakhiri di zona merah.
Pada perdagangan Senin (6/1/2020), rupiah membukukan pelemahan 0,11% ke level Rp 13.935/US$ di pasar spot, melansir data Refinitiv. Sementara 2 hari perdagangan sebelumnya, mata uang Garuda melemah masing-masing 0,03% dan 0,26%.
Rupiah membuka perdagangan dengan stagnan di level Rp 13.920/US$, tetapi tidak lama rupiah langsung masuk ke zona merah. Pelemahan mata uang Garuda semakin besar hingga 0,32% ke level Rp 13.965/US$ sebelum tengah hari. Selepas tengah hari rupiah berhasil menipiskan pelemahan hingga ke level Rp 13.920/US$.
Selain rupiah, beberapa mata uang utama Asia juga melemah pada hari ini. Hingga pukul 16:05 WIB, rupee India menjadi mata uang terburuk setelah melemah 0,4%, disusul dengan won Korea Selatan yang kehilangan nilainya 0,36%.
Sementara itu, yen Jepang, mata uang yang menyandang gelar aset aman (safe haven) menguat 0,11%.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Benua Kuning.
Konflik antara AS dengan Iran memberikan dua pukulan telak bagi rupiah. Pertama, memburuknya sentimen pelaku pasar, sehingga lebih memilih bermain aman dengan berinvestasi di aset safe haven. Kedua, kenaikan harga minyak mentah yang dapat menambah beban impor migas. Dampaknya rupiah pun mencatat pelemahan 3 hari berturut-turut.
Hubungan AS dengan Iran memanas setelah pada Jumat (3/1/2020) pesawat tanpa awak Paman Sam melancarkan serangan di Bandara Baghdad yang menewaskan Jenderal Quds Force, pasukan elite Iran, Qassim Soleimani bersama dengan wakil komandan milisi Iran atau yang dikenal dengan Popular Mobilization Forces (PMF).
Di hari yang sama Pentagon mengkonfirmasi melakukan serangan tersebut sebagai arahan dari Presiden AS, Donald Trump.
"Atas arahan Presiden, militer AS telah mengambil tindakan defensif yang diperlukan untuk melindungi personil AS di luar negeri dengan membunuh Qasem Soleimani," tulis Pentagon dalam keterangan resminya.
Presiden Trump, menyatakan serangan yang dilakukan tersebut untuk mencegah terjadinya perang, bulan memulai perang. Serangan tersebut dilakukan sebagai balasan dari serangan roket ke markas militer Irak di Kirkuk yang menewaskan kontraktor asal AS sebelum pergantian tahun lalu.
"Kami melakukan tindakan itu (penyerangan yang menewaskan Soleimani) untuk menghentikan perang. Kami tidak memulai perang. Jenderal Soleimani telah membunuh dan melukai ribuan orang AS dan berencana membunuh lebih banyak lagi. Namun dia ketahuan," tegas Trump, seperti diberitakan Reuters.
Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif mengutuk keras tindakan AS. Dirinya menyatakan bahwa Iran tidak takut untuk membalas AS.
"AS bertanggung jawab atas semua konsekuensi dari keputusan jahatnya," tegasnya melalui akun Twitter sebagaimana dikutip Reuters, Jumat (3/1/2019).
Sementara pada Sabtu (4/1/2020) waktu AS, Presiden Trump, melalui akun Twitter-nya memperingatkan Iran untuk tidak melakukan balasan atas tewasnya Jendral Soleimani. Jika peringatan tersebut tidak dihiraukan, Trump akan menyerang sebanyak 52 wilayah Iran sebagai balasan.
Kini pelaku pasar dibuat cemas akan kemungkinan terjadi perang yang lebih besar, seandainya Iran melancarkan serangan balasan. Dampaknya di pasar terlihat jelas, bursa saham berguguran, dan rupiah juga terseret turun akibat aksi hindar risiko (risk aversion) pada investor.
Selain menyebabkan sentimen pelaku pasar memburuk, eskalasi geopolitik di Timur Tengah juga berdampak pada kenaikan harga minyak mentah. Dalam dua hari perdagangan, minyak mentah jenis Brent sudah naik nyaris 7%.
Kenaikan harga minyak mentah akan memberikan beban bagi Indonesia sebagai net importir, yang dapat berdampak ke neraca perdagangan serta defisit transaksi berjalan (current account deficit/ CAD).
Transaksi berjalan merupakan bagian dari Neraca Pembayaran Indonesia (NPI). Posisi transaksi berjalan menjadi faktor yang sangat penting dalam mendikte pergerakan rupiah. Pasalnya, arus devisa yang mengalir dari pos transaksi berjalan cenderung lebih stabil, berbeda dengan pos transaksi finansial (komponen NPI lainnya) yang pergerakannya begitu fluktuatif karena berisikan aliran modal dari investasi portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money.
Sebagaimana diketahui, defisit transaksi berjalan masih menjadi "hantu" bagi perekonomian RI sekaligus membebani pergerakan rupiah. Jika harga minyak mentah terus menguat, dan impor migas melonjak, maka CAD berpotensi membengkak, rupiah pun menjadi tertekan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/tas) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Pada perdagangan Senin (6/1/2020), rupiah membukukan pelemahan 0,11% ke level Rp 13.935/US$ di pasar spot, melansir data Refinitiv. Sementara 2 hari perdagangan sebelumnya, mata uang Garuda melemah masing-masing 0,03% dan 0,26%.
Selain rupiah, beberapa mata uang utama Asia juga melemah pada hari ini. Hingga pukul 16:05 WIB, rupee India menjadi mata uang terburuk setelah melemah 0,4%, disusul dengan won Korea Selatan yang kehilangan nilainya 0,36%.
Sementara itu, yen Jepang, mata uang yang menyandang gelar aset aman (safe haven) menguat 0,11%.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Benua Kuning.
Konflik antara AS dengan Iran memberikan dua pukulan telak bagi rupiah. Pertama, memburuknya sentimen pelaku pasar, sehingga lebih memilih bermain aman dengan berinvestasi di aset safe haven. Kedua, kenaikan harga minyak mentah yang dapat menambah beban impor migas. Dampaknya rupiah pun mencatat pelemahan 3 hari berturut-turut.
Hubungan AS dengan Iran memanas setelah pada Jumat (3/1/2020) pesawat tanpa awak Paman Sam melancarkan serangan di Bandara Baghdad yang menewaskan Jenderal Quds Force, pasukan elite Iran, Qassim Soleimani bersama dengan wakil komandan milisi Iran atau yang dikenal dengan Popular Mobilization Forces (PMF).
Di hari yang sama Pentagon mengkonfirmasi melakukan serangan tersebut sebagai arahan dari Presiden AS, Donald Trump.
"Atas arahan Presiden, militer AS telah mengambil tindakan defensif yang diperlukan untuk melindungi personil AS di luar negeri dengan membunuh Qasem Soleimani," tulis Pentagon dalam keterangan resminya.
Presiden Trump, menyatakan serangan yang dilakukan tersebut untuk mencegah terjadinya perang, bulan memulai perang. Serangan tersebut dilakukan sebagai balasan dari serangan roket ke markas militer Irak di Kirkuk yang menewaskan kontraktor asal AS sebelum pergantian tahun lalu.
"Kami melakukan tindakan itu (penyerangan yang menewaskan Soleimani) untuk menghentikan perang. Kami tidak memulai perang. Jenderal Soleimani telah membunuh dan melukai ribuan orang AS dan berencana membunuh lebih banyak lagi. Namun dia ketahuan," tegas Trump, seperti diberitakan Reuters.
Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif mengutuk keras tindakan AS. Dirinya menyatakan bahwa Iran tidak takut untuk membalas AS.
"AS bertanggung jawab atas semua konsekuensi dari keputusan jahatnya," tegasnya melalui akun Twitter sebagaimana dikutip Reuters, Jumat (3/1/2019).
Sementara pada Sabtu (4/1/2020) waktu AS, Presiden Trump, melalui akun Twitter-nya memperingatkan Iran untuk tidak melakukan balasan atas tewasnya Jendral Soleimani. Jika peringatan tersebut tidak dihiraukan, Trump akan menyerang sebanyak 52 wilayah Iran sebagai balasan.
Kini pelaku pasar dibuat cemas akan kemungkinan terjadi perang yang lebih besar, seandainya Iran melancarkan serangan balasan. Dampaknya di pasar terlihat jelas, bursa saham berguguran, dan rupiah juga terseret turun akibat aksi hindar risiko (risk aversion) pada investor.
Selain menyebabkan sentimen pelaku pasar memburuk, eskalasi geopolitik di Timur Tengah juga berdampak pada kenaikan harga minyak mentah. Dalam dua hari perdagangan, minyak mentah jenis Brent sudah naik nyaris 7%.
Kenaikan harga minyak mentah akan memberikan beban bagi Indonesia sebagai net importir, yang dapat berdampak ke neraca perdagangan serta defisit transaksi berjalan (current account deficit/ CAD).
Transaksi berjalan merupakan bagian dari Neraca Pembayaran Indonesia (NPI). Posisi transaksi berjalan menjadi faktor yang sangat penting dalam mendikte pergerakan rupiah. Pasalnya, arus devisa yang mengalir dari pos transaksi berjalan cenderung lebih stabil, berbeda dengan pos transaksi finansial (komponen NPI lainnya) yang pergerakannya begitu fluktuatif karena berisikan aliran modal dari investasi portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money.
Sebagaimana diketahui, defisit transaksi berjalan masih menjadi "hantu" bagi perekonomian RI sekaligus membebani pergerakan rupiah. Jika harga minyak mentah terus menguat, dan impor migas melonjak, maka CAD berpotensi membengkak, rupiah pun menjadi tertekan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/tas) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular