
Sudah IHSG Kalah Cuan, IPO di BEI Ternyata Juga Kalah Jumbo
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
31 December 2019 17:22

Tipisnya imbal hasil IHSG menjadi salah satu penyebab di balik kinerja pasar IPO Indonesia yang relatif lesu di tahun 2019.
Seperti yang sudah disebutkan di halaman pertama, imbal hasil IHSG di sepanjang tahun 2019 yang hanya sebesar 1,7% nyaris menempatkannya sebagai indeks saham terburuk di kawasan Asia.
Laju perekonomian yang begitu loyo menjadi faktor utama yang membuat IHSG kurang bertenaga di tahun 2019.
Sepanjang kuartal III-2019, BPS mencatat bahwa perekonomian Indonesia hanya tumbuh 5,02% secara tahunan. Angka pertumbuhan ekonomi yang hanya mencapai 5,02% tersebut lantas berada di bawah capaian periode kuartal I-2019 dan kuartal II-2019. Capaian tersebut juga jauh lebih rendah dari capaian pada kuartal III-2018 kala perekonomian Indonesia mampu tumbuh 5,17% secara tahunan.
Untuk diketahui, pada kuartal I-2019 perekonomian Indonesia tercatat tumbuh sebesar 5,07% secara tahunan, sementara pada kuartal II-2019 perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,05% secara tahunan.
Sepanjang sembilan bulan pertama tahun 2019, perekonomian Indonesia hanya mampu tumbuh sebesar 5,04% secara tahunan.
Lantas, laju perekonomian untuk keseluruhan tahun 2019 hampir mustahil untuk tumbuh sesuai dengan outlook yang dipatok pemerintah di level 5,2%. Bahkan, hampir pasti bahwa pertumbuhan ekonomi untuk keseluruhan tahun 2019 akan lebih rendah dari capaian tahun 2018 yang mencapai 5,17%.
Dampak dari lesunya laju perekonomian kemudian terefleksikan di kinerja keuangan dari perusahaan-perusahaan yang melantai di BEI, salah satunya yang bergerak di bidang perbankan.
Per akhir kuartal III-2018, penyaluran kredit dari PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) tercatat tumbuh masing-masing sebesar 13,8%, 16,5%, dan 15,6% jika dibandingkan dengan posisi per akhir kuartal III-2017. Per akhir kuartal III-2019, pertumbuhannya menyusut menjadi masing-masing sebesar 7,8%, 11,6%, dan 14,7% (dibandingkan posisi per akhir kuartal III-2018).
Seiring dengan lesunya penyaluran kredit, laba bersih pun tertekan. Pada sembilan bulan pertama tahun 2019, laba bersih dari Bank Mandiri, BRI, dan BNI memang masih tumbuh jika dibandingkan dengan capaian periode yang sama tahun sebelumnya, yakni masing-masing sebesar 11,9%, 5,4%, dan 4,7%.
Namun, pertumbuhannya jauh menipis jika dibandingkan pertumbuhan pada periode sembilan bulan pertama tahun 2018. Pada sembilan bulan pertama tahun 2018, laba bersih Bank Mandiri melesat 20,1% secara tahunan, laba bersih BRI melejit 14,6%, dan laba bersih BNI melonjak 12,6%.
Untuk diketahui, sektor jasa keuangan (yang didominasi oleh emiten-emiten perbankan) membentuk lebih dari 40% kapitalisasi pasar IHSG. Di sepanjang tahun 2019, harga saham BBNI tercatat ambruk 10,8%, sementara harga saham BMRI hanya mampu naik 4,07%. Untuk saham BBRI, harganya melonjak sebesar 20,22% pada tahun ini.
Pada akhirnya, pergerakan saham-saham perbankan yang secara keseluruhan bisa dikatakan kurang menggembirakan berkontribusi signifikan dalam menekan kinerja bursa saham Tanah Air di sepanjang tahun 2019.
Ketika kinerja sebuah bursa saham mengecewakan, memang perusahaan-perusahaan akan cenderung enggan untuk melakukan IPO. Pasalnya, appetite dari investor untuk memburu instrumen yang berisiko seperti saham sedang berada dalam posisi yang rendah.
Kalau tetap dipaksakan melakukan IPO, pada akhirnya harga penawaran yang terbentuk kemungkinan besar akan berada di rentang bawah. Hal ini berarti penggalangan dana yang dilakukan oleh perusahaan tak berlangsung maksimal.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/ank)
Pages
Most Popular