
Pak Erick, Ini Alasan IPO BUMN & Anak Usaha Belum Marak

Jakarta, CNBC Indonesia - Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia (APEI) mengungkapkan belum adanya pencatatan saham perdana (initial public offering/IPO) BUMN dan anak usaha BUMN tahun ini disebabkan beberapa alasan. Padahal, jika BUMN dan anak usahanya IPO bisa memantik ketertarikan swasta untuk masuk ke pasar modal.
Ketua Umum APEI, Karman Pamurahardjo mengatakan salah satu alasan mengapa belum banyak IPO BUMN adalah perizinan yang bertahap. IPO BUMN mesti mendapatkan restu dari parlemen di Senayan, DPR RI.
"Bukan berarti ini kendala [izin DPR], tapi ini satu step yang mesti didahului untuk masuk ke pasar modal," kata Karman dalam talkshow CNBC Indonesia, dikutip Senin (30/12/2019).
Selain tahapan, Karman juga menyoroti besaran nilai IPO yang akan diincar oleh BUMN dan anak usahanya. "Yang saya tahu size [ukuran nilai IPO] belum sizeable, saya fikir harusnya kurang lebih market cap [kapitalisasi pasar] bisa Rp 4-5 triliun atau lebih besar dari itu, karena private company [dengan target dana] Rp 1 trilun itu sudah biasa," kata Karman.
Dia menjelaskan, faktor pemicu lainnya adalah waktu yang panjang dalam prosesnya sehingga terkendala. Padahal, jika proses bisa diperpendek, akan memicu BUMN dan anak usahanya melantai di bursa yang pada akhirnya akan memicu perusahaan swasta untuk ikut listing.
Saat ini, Kementerian BUMN di bawah pimpinan Menteri Erick Thohir juga tengah menata BUMN termasuk anak dan cucu usaha BUMN.
"Ini akan memicu private ikut bisa go public, ada contohnya, kita berharap dengan BUMN dan anak usaha masuk bursa ada peningkatan kualitas," tegas Karman.
Tahun ini, dari 55 emiten di Bursa Efek Indonesia yang baru mencatatkan saham perdana, belum ada dari anak usaha BUMN. Tahun lalu, ada tiga anak usaha BUMN yakni PT Asuransi Tugu Pratama Indonesia Tbk. (TUGU), PT Indonesia Kendaraan Terminal Tbk. (IPCC) dan PT Phapros Tbk. (PEHA).
IPO dari tiga anak usaha BUMN mengantongi dana paling besar senilai Rp 835 miliar, itu dilakukan oleh anak usaha PT Pelindo II yakni IPCC. Disusul kemudian oleh TUGU senilai Rp 684 miliar dan terakhir PEHA yang melepas kepemilikannya ke publik dan memperoleh dana sekitar Rp 200 miliar.
Para analis sebelumnya juga merekomendasikan tahun depan menjadi waktu tepat bagi perusahaan-perusahaan pelat merah dan anak usahanya yang berencana melantai di bursa saham melalui skema IPO.
"Tahun depan IHSG akan bergerak cenderung positif dibandingkan tahun ini apalagi sudah lewat gejolak politik, tahun depan adalah waktu yang tepat untuk BUMN untuk IPO," kata analis Royal Investum Sekuritas, Wijen Ponthus, belum lama ini.
Harus diakui, dampak perang dagang antara AS dan China yang berkecamuk sejak medio 2018 lalu, membuat perekonomian global menjadi serba tidak pasti, dampak perlambatan ekonomi juga terasa bagi Indonesia. Ini membuat beberapa calon emiten menunda IPO di tahun depan.
Beberapa anak usaha BUMN memang tengah dalam proses IPO kendati ada juga yang menunda prosesnya tahun depan. Sejumlah anak usaha BUMN itu di antaranya PT Wika Realty, PT Pelabuhan Tanjung Priok, PT Wika Industri dan Konstruksi, dan PT Rumah Sakit Pelni.
Adapun dua anak usaha PT Adhi Karya Tbk yakni PT Adhi Commuter Properti (ACP) dan PT Adhi Persada Gedung (APG) akhirnya menunda IPO tahun depan.
(tas/dob) Next Article Siap-siap! 11 Perusahaan Aset Jumbo Antre IPO di BEI