
Rupiah "Kebangetan", Menguat Empat Pekan Beruntun!
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
27 December 2019 17:58

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah mengakhiri perdagangan Jumat (27/12/2019) dengan menguat tipis, tetapi penguatan tersebut sudah cukup mengantarkan rupiah menguat empat pekan beruntun.
Rupiah sekali lagi menunjukkan sebagai spesialis menit-menit akhir. Membuka perdagangan hari ini dengan stagnan di level Rp 13.950/US$, rupiah kemudian melemah 0,05% ke Rp 13.957/US$. Namun sebelum tengah hari, rupiah berbalik menguat 0,06% ke Rp 13.942/US$.
Selepas tengah hari, rupiah bolak balik antara zona merah dan hijau, sebelum mengakhiri perdagangan di level Rp 13.945/US$, menguat tipis 0,04% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Total sepanjang pekan ini, rupiah menguat 0,18%, tidak terlaiu besar tetapi membuat rupiah berada di level terkuat sejak 13 September.
Mata uang utama Asia bergerak bervariasi melawan dolar AS pada hari ini, hingga pukul 17:20 WIB, won Korea Selatan menjadi mata uang terbaik dengan menguat 0,18%. Sementara baht Thailand menjadi yang terburuk dengan melemah 0,17%.
Berikut pergerakan dolar Amerika Serikat (AS) melawan mata uang utama Benua Kuning
Penguatan rupiah pada hari ini melanjutkan kinerja yang sama pada Kamis kemarin. Penguatan tersebut didapat dengan tidak mudah, Mata Uang Garuda harus melemah terlebih dahulu akibat aksi ambil untung (profit taking) setelah membukukan penguatan yang signifikan alias "kebangetan". Hal yang sama juga terjadi pada hari ini.
Sebelum libur Natal, rupiah sudah mencatat penguatan 1% sepanjang bulan Desember, di tengah isu kesepakatan dagang fase I AS-China, yang kala itu masih belum jelas kapan akan ditandatangani.
Ditambah dengan penguatan dua hari terakhir, total rupiah menguat 1,1% sepanjang bulan ini. Jika dihitung sejak awal tahun hingga 23 Desember, rupiah tercatat telah menguat 3%.
Semakin terangnya kesepakatan dagang fase I membuat rupiah rupiah menjadi lebih garang lagi. Kabar bagus terus berhembus sejak pekan lalu, dan semakin menguat di pekan ini.
Pada hari Senin (23/12/2019), CNBC International melaporkan China akan menurunkan bea masuk terhadap 850 produk dari AS mulai 1 Januari. Sehari setelah itu Presiden AS, Donald Trump, menyebut kesepakatan dagang fase I sudah hampir selesai, dan akan ada upacara penandatanganan dengan Presiden China Xi Jinping.
"Ya, kami akan mengadakan upacara penandatanganan," kata Trump kepada wartawan, seperti dilansir dari Reuters.
China juga mengkonfirmasi hal tersebut, pada hari Rabu (25/12/2019). Pemerintah Beijing mengatakan sedang melakukan pembicaraan mengenai upacara penandatangan kesepakatan dagang fase I dengan Washington.
Kesepakatan dagang fase I sepertinya tidak lama lagi akan ditandatangani, dampaknya pelaku pasar menjadi ceria, dan masuk ke aset-aset berisiko, rupiah pun mendapat rezeki.
Dengan adanya kesepakatan dagang fase I dan akan berlanjut ke negosiasi fase II, perang dagang antara AS-China sudah mendekati akhir. Perang dagang kedua negara sudah berlangsung selama 18 bulan dan membuat perekonomian AS-China melambat, serta menyeret turun pertumbuhan ekonomi global.
Ketika perang dagang berakhir, pertumbuhan ekonomi global diharapkan bisa bangkit di tahun depan, dan aset-aset berisiko serta berimbal hasil tinggi, seperti rupiah, akan menjadi target investasi pelaku pasar.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Rupiah sekali lagi menunjukkan sebagai spesialis menit-menit akhir. Membuka perdagangan hari ini dengan stagnan di level Rp 13.950/US$, rupiah kemudian melemah 0,05% ke Rp 13.957/US$. Namun sebelum tengah hari, rupiah berbalik menguat 0,06% ke Rp 13.942/US$.
Selepas tengah hari, rupiah bolak balik antara zona merah dan hijau, sebelum mengakhiri perdagangan di level Rp 13.945/US$, menguat tipis 0,04% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Total sepanjang pekan ini, rupiah menguat 0,18%, tidak terlaiu besar tetapi membuat rupiah berada di level terkuat sejak 13 September.
Mata uang utama Asia bergerak bervariasi melawan dolar AS pada hari ini, hingga pukul 17:20 WIB, won Korea Selatan menjadi mata uang terbaik dengan menguat 0,18%. Sementara baht Thailand menjadi yang terburuk dengan melemah 0,17%.
Berikut pergerakan dolar Amerika Serikat (AS) melawan mata uang utama Benua Kuning
Penguatan rupiah pada hari ini melanjutkan kinerja yang sama pada Kamis kemarin. Penguatan tersebut didapat dengan tidak mudah, Mata Uang Garuda harus melemah terlebih dahulu akibat aksi ambil untung (profit taking) setelah membukukan penguatan yang signifikan alias "kebangetan". Hal yang sama juga terjadi pada hari ini.
Sebelum libur Natal, rupiah sudah mencatat penguatan 1% sepanjang bulan Desember, di tengah isu kesepakatan dagang fase I AS-China, yang kala itu masih belum jelas kapan akan ditandatangani.
Ditambah dengan penguatan dua hari terakhir, total rupiah menguat 1,1% sepanjang bulan ini. Jika dihitung sejak awal tahun hingga 23 Desember, rupiah tercatat telah menguat 3%.
Semakin terangnya kesepakatan dagang fase I membuat rupiah rupiah menjadi lebih garang lagi. Kabar bagus terus berhembus sejak pekan lalu, dan semakin menguat di pekan ini.
Pada hari Senin (23/12/2019), CNBC International melaporkan China akan menurunkan bea masuk terhadap 850 produk dari AS mulai 1 Januari. Sehari setelah itu Presiden AS, Donald Trump, menyebut kesepakatan dagang fase I sudah hampir selesai, dan akan ada upacara penandatanganan dengan Presiden China Xi Jinping.
"Ya, kami akan mengadakan upacara penandatanganan," kata Trump kepada wartawan, seperti dilansir dari Reuters.
China juga mengkonfirmasi hal tersebut, pada hari Rabu (25/12/2019). Pemerintah Beijing mengatakan sedang melakukan pembicaraan mengenai upacara penandatangan kesepakatan dagang fase I dengan Washington.
Kesepakatan dagang fase I sepertinya tidak lama lagi akan ditandatangani, dampaknya pelaku pasar menjadi ceria, dan masuk ke aset-aset berisiko, rupiah pun mendapat rezeki.
Dengan adanya kesepakatan dagang fase I dan akan berlanjut ke negosiasi fase II, perang dagang antara AS-China sudah mendekati akhir. Perang dagang kedua negara sudah berlangsung selama 18 bulan dan membuat perekonomian AS-China melambat, serta menyeret turun pertumbuhan ekonomi global.
Ketika perang dagang berakhir, pertumbuhan ekonomi global diharapkan bisa bangkit di tahun depan, dan aset-aset berisiko serta berimbal hasil tinggi, seperti rupiah, akan menjadi target investasi pelaku pasar.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular