Dana Asing di Obligasi Geser ke Saham, tapi Tidak Akan Lama

Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
17 December 2019 07:59
Investor diminta lakukan aksi jual seiring melemahnya obligasi
Foto: Ilustrasi Obligasi (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar surat utang negara (SUN) diprediksi dapat berbalik menguat dalam waktu dekat, setidaknya dalam 3-5 hari ke depan karena faktor teknikal yang sudah menunjukkan harga di zona support.

Maximilianus Nico Demus, Associate Director Research & Investment PT Pilarmas Investindo Sekuritas, menilai penurunan harga sudah membuatnya berada di posisi jenuh jual.


Karena itu, Nico dan tim merekomendasikan investor untuk melakukan aksi jual dengan volume terbatas seiring dengan prediksinya bahwa hari ini harga obligasi akan dibuka melemah dan akan melemah terbatas sepanjang hari.

"Keterbatasan ini datang dari mulai jenuhnya penurunan pasar obligasi, sehingga harus mengalami kenaikan terlebih dahulu apabila pasar obligasi akan mengalami penurunan kembali. Namun tetap waspadai aksi profit taking dari para pelaku pasar," ujarnya dalam riset pagi ini (17/12/19).

Menurut dia, potensi pembalikan arah pasar menjadi menguat itu dibatasi oleh adanya arus dana asing keluar (capital outflow) sehingga berdampak pada peralihan portofolio dari pasar obligasi ke pasar saham karena saat ini sentimen positif sedang membanjiri pasar, khususnya dari proses damai dagang Amerika Serikat (AS)-China.

Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 1.066,7 triliun SBN, atau 38,58% dari total beredar Rp 2.765 triliun berdasarkan data per 13 Desember.

Angka kepemilikannya masih positif Rp 173,45 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama.

Posisi itu mencerminkan investor asing sedang dalam posisi jual (defisit) sejak awal bulan ini, yaitu senilai Rp 1,1 triliun. Meskipun demikian, sejak akhir pekan lalu, investor asing tercatat masih masuk ke pasar SUN senilai Rp 430 miliar.

Kemarin, pasar terkoreksi karena salah satu acuan makroekonomi yaitu neraca perdagangan membukukan pencapaian terburuk dalam 7 bulan terakhir. Data Refinitiv menunjukkan terkoreksinya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menaikkan tingkat imbal hasilnya (yield).


Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya. Yield yang menjadi acuan hasil investasi yang didapat investor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.

SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum. Keempat seri yang menjadi acuan pasar adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.

Seri acuan yang paling melemah adalah FR0078 yang bertenor 10 tahun dengan kenaikan yield 3 basis poin (bps) menjadi 7,25%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.

 

Yield Obligasi Negara Acuan 16 Dec'19

Seri

Jatuh tempo

Yield 13 Dec'19 (%)

Yield 16 Dec'19 (%)

Selisih (basis poin)

Yield wajar IBPA 16 Dec'19 (%)

FR0077

5 tahun

6.608

6.62

1.20

6.6162

FR0078

10 tahun

7.223

7.253

3.00

7.2647

FR0068

15 tahun

7.698

7.722

2.40

7.7238

FR0079

20 tahun

7.805

7.811

0.60

7.8199

Sumber: Refinitiv


TIM RISET CNBC INDONESIA

[Gambas:Video CNBC]

 


(irv) Next Article MAMI: Yield Obligasi RI 10 Tahun Berpeluang Turun Ke 6%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular