
Analisis
Sedang Perkasa, Rupiah Bisa Tembus Rp 14.000/US$ Hari Ini?
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
06 December 2019 12:42

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah sedang perkasa melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Jumat (6/12/2019). Begitu perdagangan hari ini dibuka, Mata Uang Garuda langsung melesat ke Rp 14.010/US$, menguat 0,36% di pasar spot, melansir data Refinitiv.
Namun sayangnya titik tersebut menjadi yang terkuat hingga tengah hari ini, penguatan rupiah perlahan berkurang hingga sekarang tersisa 0,21%, di level Rp 14.030/US$.
Data dari dalam negeri mendukung penguatan rupiah sejak Kamis kemarin. Bank Indonesia (BI) Kamis kemarin melaporkan indeks keyakinan konsumen (IKK) November yang naik menjadi 124,2 dari bulan sebelumnya 118,4. Indeks di bulan November itu juga menjadi yang tertinggi dalam empat bulan terakhir.
Kenaikan IKK tersebut mengindikasikan adanya peningkatan optimisme terhadap kondisi ekonomi saat ini serta di masa mendatang. Ketika konsumen semakin optimistis, maka tingkat belanja bisa meningkat dan tentunya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.
Sementara hari ini, BI melaporkan cadangan devisa per akhir November sebesar US$ 126,6 miliar atau turun tipis dari posisi Oktober yaitu US$ 126,7 miliar. Penurunan tersebut masih lebih baik dari prediksi Trading Economics sebesar US$ 126,3 miliar.
"Posisi cadangan devisa ini setara pembiayaan 7,5 bulan impor atau 7,2 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Bank Indonesia menilai cadangan devisa mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan," sebut keterangan tertulis BI yang diterbitkan hari ini.
Di sisi lain, dolar AS sedang tertekan jelang dirilisnya data tenaga kerja Paman Sam malam ini. Automatic Data Processing Inc. (ADP) pada Rabu malam melaporkan di sepanjang November perekonomian AS menyerap tenaga kerja (di luar sektor pertanian) hanya sebanyak 67.000 orang, jauh di bawah konsensus Dow Jones sebanyak 150.000 orang.
Sejak rilis data tersebut, dolar AS sebenarnya terus tertekan. Untuk diketahui data ini kerap dijadikan acuan rilis data tenaga kerja AS versi pemerintah (non-farm payroll) yang akan dirilis malam ini. Sementara, data tenaga kerja AS versi pemerintah merupakan salah satu acuan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) dalam menetapkan suku bunga.
Jika data tenaga kerja AS yang dirilis nanti juga buruk, ada kemungkinan akan menggoyahkan sikap The Fed yang tidak akan menurunkan suku bunga lagi. Dolar pun tertekan. Selain itu perundingan dagang AS-China juga masih berada di jalur yang tepat. Presiden AS Donald Trump mengatakan perundingan berjalan dengan baik.
Sementara itu Juru Bicara Kementerian Perdagangan China, Gao Feng, mengatakan kedua negara masih mengadakan perundingan yang intensif. Ia menambahkan China percaya jika kedua negara meneken kesepakatan dagang, sejumlah bea masuk importasi harus diturunkan.
Sebelumnya Bloomberg mengabarkan kedua negara sedikit lagi setuju akan penghapusan sejumlah bea masuk, dan kesepakatan dagang fase satu bisa terjadi sebelum 15 Desember. Meski demikian, kabar terbaru mengatakan China masih belum setuju dengan jumlah produk pertanian AS yang harus dibeli untuk mencapai kesepakatan fase satu.
CNBC International, mengutip The Wall Street Journal, memberitakan kedua negara masih membahas seberapa besar produk pertanian AS yang harus dibeli China. Presiden AS Donald Trump meminta China membeli produk pertanian negerinya US$ 40 miliar-US$ 50 miliar, jauh lebih besar dari total pembelian Negeri Tiongkok tahun lalu US$ 8,6 miliar.
Meski demikian, pasar masih optimistis kesepakatan dagang bisa diteken sebelum 15 Desember, hal ini tercermin dari masih menghijaunya bursa Asia, yang juga menjadi sentimen positif bagi rupiah.
Melihat grafik harian, rupiah yang disimbolkan dengan USD/IDR bergerak di bawah rerata pergerakan (moving average/MA) 5 hari (garis biru) dan di MA20/rerata 20 hari (garis merah).
Indikator rerata pergerakan konvergen dan divergen (MACD) bergerak turun,dengan histogram yang masuk ke wilayah neagtif. Indikator-indikator grafik harian ini mengindikasikan rupiah mulai mengumpulkan momentum penguatan.
Pada time frame 1 jam, rupiah bergerak di bawah MA 5 (rerata pergerakan 5 jam/garis biru), dan MA 20 (rerata pergerakan 20 jam/garis merah). Indikator stochastic bergerak mendatar tapi berada di wilayah jenuh jual (oversold).
Rupiah kini bergerak di dekat Rp 14.035/US$ yang menjadi resisten (tahanan atas) terdekat. Selama tertahan di bawah level tersebut rupiah berpeluang menguat ke level Rp 14.000/US$.
Penguatan rupiah kemungkinan masih akan tertahan di level Rp 14.000/US$ pada hari ini, mengingat rilis data tenaga kerja AS malam ini setelah perdagangan dalam negeri ditutup.
Sebaliknya, melihat indikator Stochastic yang oversold, rupiah berpeluang memangkas pelemahan jika mampu menembus ke atas Rp14.035/US$, dengan potensi menuju area Rp 14.070/US$.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Namun sayangnya titik tersebut menjadi yang terkuat hingga tengah hari ini, penguatan rupiah perlahan berkurang hingga sekarang tersisa 0,21%, di level Rp 14.030/US$.
Data dari dalam negeri mendukung penguatan rupiah sejak Kamis kemarin. Bank Indonesia (BI) Kamis kemarin melaporkan indeks keyakinan konsumen (IKK) November yang naik menjadi 124,2 dari bulan sebelumnya 118,4. Indeks di bulan November itu juga menjadi yang tertinggi dalam empat bulan terakhir.
Sementara hari ini, BI melaporkan cadangan devisa per akhir November sebesar US$ 126,6 miliar atau turun tipis dari posisi Oktober yaitu US$ 126,7 miliar. Penurunan tersebut masih lebih baik dari prediksi Trading Economics sebesar US$ 126,3 miliar.
"Posisi cadangan devisa ini setara pembiayaan 7,5 bulan impor atau 7,2 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Bank Indonesia menilai cadangan devisa mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan," sebut keterangan tertulis BI yang diterbitkan hari ini.
Di sisi lain, dolar AS sedang tertekan jelang dirilisnya data tenaga kerja Paman Sam malam ini. Automatic Data Processing Inc. (ADP) pada Rabu malam melaporkan di sepanjang November perekonomian AS menyerap tenaga kerja (di luar sektor pertanian) hanya sebanyak 67.000 orang, jauh di bawah konsensus Dow Jones sebanyak 150.000 orang.
Sejak rilis data tersebut, dolar AS sebenarnya terus tertekan. Untuk diketahui data ini kerap dijadikan acuan rilis data tenaga kerja AS versi pemerintah (non-farm payroll) yang akan dirilis malam ini. Sementara, data tenaga kerja AS versi pemerintah merupakan salah satu acuan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) dalam menetapkan suku bunga.
Jika data tenaga kerja AS yang dirilis nanti juga buruk, ada kemungkinan akan menggoyahkan sikap The Fed yang tidak akan menurunkan suku bunga lagi. Dolar pun tertekan. Selain itu perundingan dagang AS-China juga masih berada di jalur yang tepat. Presiden AS Donald Trump mengatakan perundingan berjalan dengan baik.
Sementara itu Juru Bicara Kementerian Perdagangan China, Gao Feng, mengatakan kedua negara masih mengadakan perundingan yang intensif. Ia menambahkan China percaya jika kedua negara meneken kesepakatan dagang, sejumlah bea masuk importasi harus diturunkan.
Sebelumnya Bloomberg mengabarkan kedua negara sedikit lagi setuju akan penghapusan sejumlah bea masuk, dan kesepakatan dagang fase satu bisa terjadi sebelum 15 Desember. Meski demikian, kabar terbaru mengatakan China masih belum setuju dengan jumlah produk pertanian AS yang harus dibeli untuk mencapai kesepakatan fase satu.
CNBC International, mengutip The Wall Street Journal, memberitakan kedua negara masih membahas seberapa besar produk pertanian AS yang harus dibeli China. Presiden AS Donald Trump meminta China membeli produk pertanian negerinya US$ 40 miliar-US$ 50 miliar, jauh lebih besar dari total pembelian Negeri Tiongkok tahun lalu US$ 8,6 miliar.
Meski demikian, pasar masih optimistis kesepakatan dagang bisa diteken sebelum 15 Desember, hal ini tercermin dari masih menghijaunya bursa Asia, yang juga menjadi sentimen positif bagi rupiah.
Melihat grafik harian, rupiah yang disimbolkan dengan USD/IDR bergerak di bawah rerata pergerakan (moving average/MA) 5 hari (garis biru) dan di MA20/rerata 20 hari (garis merah).
![]() Sumber: investing.com |
Indikator rerata pergerakan konvergen dan divergen (MACD) bergerak turun,dengan histogram yang masuk ke wilayah neagtif. Indikator-indikator grafik harian ini mengindikasikan rupiah mulai mengumpulkan momentum penguatan.
![]() Sumber: investing.com |
Pada time frame 1 jam, rupiah bergerak di bawah MA 5 (rerata pergerakan 5 jam/garis biru), dan MA 20 (rerata pergerakan 20 jam/garis merah). Indikator stochastic bergerak mendatar tapi berada di wilayah jenuh jual (oversold).
Rupiah kini bergerak di dekat Rp 14.035/US$ yang menjadi resisten (tahanan atas) terdekat. Selama tertahan di bawah level tersebut rupiah berpeluang menguat ke level Rp 14.000/US$.
Penguatan rupiah kemungkinan masih akan tertahan di level Rp 14.000/US$ pada hari ini, mengingat rilis data tenaga kerja AS malam ini setelah perdagangan dalam negeri ditutup.
Sebaliknya, melihat indikator Stochastic yang oversold, rupiah berpeluang memangkas pelemahan jika mampu menembus ke atas Rp14.035/US$, dengan potensi menuju area Rp 14.070/US$.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular