Rupiah Jaya di Kurs Tengah BI dan Spot, Tapi Tetap Waspada Ya

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
06 December 2019 10:04
Rupiah Jaya di Kurs Tengah BI dan Spot, Tapi Tetap Waspada Ya
Ilustrasi Money Changer (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat di kurs tengah Bank Indonesia (BI). Rupiah juga menikmati penguatan di perdagangan pasar spot.

Pada Jumat (6/12/2019), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.037. Rupiah menguat 0,4% dibandingkan posisi hari sebelumnya.

Ini membuat rupiah sudah menguat selama tiga hari beruntun di kurs tengah BI. Selama tiga hari tersebut, apresiasi rupiah mencapai 0.66%.

Sementara di pasar spot, rupiah juga menapaki jalur hijau. Pada pukul 10:00 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.030 di mana rupiah menguat 0,21%.

Mata uang Tanah Air sudah menguat sejak pembukaan pasar. Meski penguatannya menipis seiring perjalanan pasar, tetapi sepertinya rupiah bakal tetap hijau hingga lapak ditutup.


Pasalnya, sentimen yang beredar hari ini cukup positif. Seperti kemarin, rupiah terbantu oleh aura damai dagang AS-China. Kali ini datang kabar baik, di mana Presiden AS Donald Trump mengatakan perundingan dagang dengan China berjalan dengan baik.

Ditambah lagi pihak China mengungkapkan bahwa kedua negara sudah sepakat untuk menurunkan dan menghapus sejumlah bea masuk yang diterapkan selama masa perang dagang lebih dari setahun terakhir. Tidak seluruh bea masuk, hanya sebagian.

"China meyakini bahwa jika kedua pihak ingin mencapai kesepakatan dagang Fase I, maka bea masuk harus diturunkan. China dan AS terus menjaga komunikasi," kata Gao Feng, Juru Bicara Kementerian Perdagangan China, seperti diberitakan Reuters.

Steven Mnuchin, Menteri Keuangan AS, menambahkan bahwa pada Kamis waktu setempat tim negosiator kedua negara kembali menggelar pembicaraan melalui sambungan telepon. Mnuchin menyatakan perundingan jalan dengan baik alias on the track.

"Kami bekerja sekeras yang kami mampu. Namun Bapak Presiden mengatakan kita harus mendapatkan sebuah kesepakatan yang bagus dan tidak dibingungkan oleh tenggat waktu. Intinya, perundingan terus berlanjut," jelas Mnuchin, dikutip dari Reuters.



Namun, bukan berarti rupiah bisa berleha-leha. Ada beberapa faktor yang bisa menggerus penguatan rupiah hari ini, meski mungkin tidak sampai membuatnya melemah.

Pertama, pelaku pasar tengah menantikan rilis data ketenagakerjaan AS malam nanti waktu Indonesia. Konsensus pasar yang dihimpun Reuters memperkirakan ekonomi Negeri Paman Sam menciptakan 180.000 lapangan kerja pada November, jauh membaik ketimbang Oktober yaitu 128.000.

 

Jika realisasinya sesuai ekspektasi, maka sudah semakin terang-benderang bahwa perekonomian AS masih dalam fase ekspansi. Ekonomi tumbuh, pasar tenaga kerja pun bergairah.

Situasi ini akan membuat Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) kian yakin untuk menghentikan sementara siklus penurunan suku bunga acuan. Sejak awal tahun, Ketua Jerome 'Jay' Powell sudah tiga kali menurunkan Federal Funds Rate dan sepertinya siklus itu akan dihentikan dulu seiring terus membaiknya perekonomian Negeri Paman Sam.


Mengutip CME Fedwatch. probabilitas suku bunga acuan AS bertahan di 1,5-1,75% dalam rapat The Fed 11 Desember mencapai 99,3%. Kemarin, angkanya masih 97%. Artinya, suku bunga acuan hampir pasti bertahan, tidak lagi ada pemangkasan.

Akibatnya, dolar AS mendapat sedikit kekuatan. Pada pukul 09:35 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,04%.

Tanpa penurunan suku bunga acuan, setidaknya dalam waktu dekat, berinvestasi di dolar AS masih lumayan menarik. Perburuan terhadap dolar AS masih akan tinggi sehingga mata uang ini punya potensi menguat.


Kedua, ada risiko harga minyak bakal naik. Dalam seminggu terakhir, harga minyak jenis brent melesat 4,61% sementara light sweet terangkat 5,34%.



Lesatan harga si emas hitam disebabkan oleh kesepakatan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) untuk menurunkan produksi lebih dalam. Pada pertemuan di Wina (Austria), OPEC sepakat untuk memangkas produksi 1,7 juta barel per hari pada kuartal I-2020. Lebih dalam ketimbang pemangkasan tahun ini yaitu 1,2 juta barel/hari.


"Kita berada dalam risiko kelebihan pasokan (oversupply) pada kuartal I karena faktor musiman rendahnya permintaan," kata Alexander Novak, Menteri Energi Rusia, seperti dikutip dari Reuters.

Pengurangan produksi berpotensi membuat harga naik. Dalam hal minyak, kenaikan harga lebih banyak mudarat ketimbang manfaat bagi Indonesia.

Sebab, Indonesia adalah negara net importir migas. Pada kuartal III-2019, neraca migas Indonesia defisit US$ 2,17 miliar dan menjadi salah satu kontributor bagi defisit transaksi berjalan (current account) yang sebesar US$ 7,66 miliar.


Kalau harga minyak sampai naik gara-gara keputusan OPEC , maka biaya impor komoditas ini bakal membengkak. Akibatnya, transaksi berjalan bisa tertekan dan ujungnya adalah stabilitas nilai tukar rupiah.


TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/aji) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular