
Perekonomiannya Bangkit, Kurs Dolar Singapura Naik
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
04 December 2019 12:20

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Singapura menguat melawan rupiah pada perdagangan Rabu (4/12/2019) setelah data menunjukkan ekonomi Negeri Merlion tersebut mulai membaik.
Pada pukul 11:05 WIB, SG$ 1 setara dengan Rp 10.348,87, dolar Singapura menguat 0,16% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Penguatan di pasar spot juga berdampak pada kurs jual beli di dalam negeri.
Berikut ini kurs jual beli yang diambil dari situs resmi beberapa bank pada pukul 11:30 WIB.
IHS Markit melaporkan indeks aktivitas manufaktur yang dilihat dari Purchasing Managers' Index (PMI) Singapura naik menjadi 50,4 di bulan November. Indeks ini menggunakan angka 50 sebagai batas, di atas 50 berarti ekspansi atau peningkatan aktivitas, sementara di bawah 50 berarti kontraksi atau penurunan aktivitas.
Sebelum bulan November, sektor manufaktur Negeri Merlion mengalami kontraksi dalam tiga bulan berturut-turut. Harapan akan membaiknya perkonomian Singapura semakin menguat pasca rilis data kali ini.
Ekonomi Singapura sedang mendapat pukulan keras dari perang dagang Amerika Serikat (AS) dengan China. Pemerintah Singapura sampai harus memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini menjadi 0-1% dibandingkan proyeksi sebelumnya 1,5-2,5%.
Di awal pekan ini, IHS Markit juga merilis data PMI Manufaktur Indonesia yang membaik menjadi 48,2, lebih baik dari bulan sebelumnya 47,7. Meski membaik, sayangnya belum mampu kembali berekspansi.
Kontraksi yang dialami dalam dua bulan beruntun tersebut menjadi yang terdalam sejak November 2015. Akibatnya, di kuartal IV-2019, pertumbuhan ekonomi RI diprediksi di bawah 5%, rupiah pun tertekan.
"Dengan rata-rata PMI Oktober dan November yang sebesar 48, kami memperkirakan ekonomi Indonesia pada kuartal IV-2019 hanya tumbuh 4,9%. Survei kami menunjukkan permintaan terhadap produk manufaktur masih lemah," jelas Bernard Aw, Principal Economist di IHS Markit, dikutip dari siaran tertulis.
Dengan masih turunnya permintaan baru dan penjualan, lanjutnya, dunia usaha pun memilih mengurangi tenaga kerja serta menurunkan pembelian bahan baku. "Ini memberi gambaran bahwa output ekonomi masih akan lemah dalam beberapa bulan ke depan," ujarnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Kurs Dolar Singapura Tembus Rp 11.500, Termahal dalam Sejarah
Pada pukul 11:05 WIB, SG$ 1 setara dengan Rp 10.348,87, dolar Singapura menguat 0,16% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Penguatan di pasar spot juga berdampak pada kurs jual beli di dalam negeri.
Berikut ini kurs jual beli yang diambil dari situs resmi beberapa bank pada pukul 11:30 WIB.
Bank | Kurs Beli | Kurs Jual |
Bank BNI | 10.319,00 | 10.379,00 |
Bank BRI | 10.283,10 | 10.428,09 |
Bank Mandiri | 10.315,00 | 10.390,00 |
Bank BTN | 10.181,00 | 10.495,00 |
Bank BCA | 10.342,41 | 10.362,77 |
CIMB Niaga | 10.342,00 | 10.355,00 |
IHS Markit melaporkan indeks aktivitas manufaktur yang dilihat dari Purchasing Managers' Index (PMI) Singapura naik menjadi 50,4 di bulan November. Indeks ini menggunakan angka 50 sebagai batas, di atas 50 berarti ekspansi atau peningkatan aktivitas, sementara di bawah 50 berarti kontraksi atau penurunan aktivitas.
Sebelum bulan November, sektor manufaktur Negeri Merlion mengalami kontraksi dalam tiga bulan berturut-turut. Harapan akan membaiknya perkonomian Singapura semakin menguat pasca rilis data kali ini.
Ekonomi Singapura sedang mendapat pukulan keras dari perang dagang Amerika Serikat (AS) dengan China. Pemerintah Singapura sampai harus memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini menjadi 0-1% dibandingkan proyeksi sebelumnya 1,5-2,5%.
Di awal pekan ini, IHS Markit juga merilis data PMI Manufaktur Indonesia yang membaik menjadi 48,2, lebih baik dari bulan sebelumnya 47,7. Meski membaik, sayangnya belum mampu kembali berekspansi.
Kontraksi yang dialami dalam dua bulan beruntun tersebut menjadi yang terdalam sejak November 2015. Akibatnya, di kuartal IV-2019, pertumbuhan ekonomi RI diprediksi di bawah 5%, rupiah pun tertekan.
"Dengan rata-rata PMI Oktober dan November yang sebesar 48, kami memperkirakan ekonomi Indonesia pada kuartal IV-2019 hanya tumbuh 4,9%. Survei kami menunjukkan permintaan terhadap produk manufaktur masih lemah," jelas Bernard Aw, Principal Economist di IHS Markit, dikutip dari siaran tertulis.
Dengan masih turunnya permintaan baru dan penjualan, lanjutnya, dunia usaha pun memilih mengurangi tenaga kerja serta menurunkan pembelian bahan baku. "Ini memberi gambaran bahwa output ekonomi masih akan lemah dalam beberapa bulan ke depan," ujarnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Kurs Dolar Singapura Tembus Rp 11.500, Termahal dalam Sejarah
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular