Analisis

Seandaianya Trump Tidak "Mainan" Twitter, Rupiah Bisa Menguat

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
03 December 2019 12:11
Seandaianya Trump Tidak
Foto: Muhammad Luthfi Rahman
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melawan dolar Amerika Serikat (AS) bolak-balik menguat dan melemah hingga pertengahan perdagangan Selasa (3/12/19). Presiden AS Donald Trump yang mengobarkan perang dagang baru memberikan sentimen negatif ke pasar, sementara dolar AS yang sedang terkoreksi memberikan peluang rupiah untuk menguat.

Rupiah membuka perdagangan hari ini dengan menguat 0,07% di level Rp 14.110/US$, selepasnya langsung masuk ke zona merah, melemah 0,05% ke level Rp 14.127/US$. Mata uang Garuda berbalik menguat lagi 0,04% ke Rp 14.115/US$ sebelum tengah hari.

Senin kemarin, memasuki perdagangan sesi AS, Presiden Trump melalui akun Twitternya menyatakan akan kembali menerapkan bea masuk importasi baja dan aluminum dari Brasil dan Argentina.



"Brasil dan Argentina telah melakukan devaluasi besar-besaran terhadap mata uang mereka, dan hal itu tidak bagus untuk petani kita. Oleh karena itu, efektif secepatnya, saya akan menerapkan lagi bea masuk semua baja dan aluminum yang masuk ke AS dari dua negara tersebut" kata Trump melalui akun Twitternya, sebagaimana dilansir CNBC International.

Dampak dari cuitan tersebut, sentimen pelaku pasar memburuk yang tercermin dari rontoknya bursa bursa Eropa dan AS. Indeks S&P 500 melemah 0,9%, koreksi harian terbesar hampir dalam dua bulan terakhir. Indeks Dow Jones Industrial Average bernasib sama, turun 0,9% sementara Nasdaq lebih dalam lagi yakni minus 1%.

Bursa Asia yang menghijau Senin kemarin, hari ini masuk ke zona merah, yang menjadi kabar buruk bagi rupiah.


Di sisi lain, dolar AS sedang mengalami koreksi setelah rilis data ekonomi yang mengecerahkan Senin kemarin. Institute for Supply Management (ISM) melaporkan purchasing managers' index (PMI) manufaktur AS bulan November sebesar 48,1, menurun dibandingkan bulan sebelumnya 48,3.

Angka di bawah 50 berarti kontraksi atau aktivitas yang menurun, ini berarti di bulan November sektor manufaktur AS mengalami kontraksi yang semakin dalam. Dampaknya indeks dolar yang mengukur penguatan mata uang Paman Sam merosot 0,43% dan menyentuh level terlemah dalam satu pekan terakhir.

Kemerosotan indeks dolar tersebut seharusnya bisa membuat rupiah menguat, tetapi sayangnya perang dagang baru yang dikobarkan Trump membuat sentimen pelaku pasar memburuk.


Seandaianya Trump Tidak Grafik: Rupiah (USD/IDR) Harian
Sumber: investing.com


Melihat grafik harian, rupiah yang disimbolkan dengan USD/IDR bergerak di atas rerata pergerakan (moving average/MA) 5 hari (garis biru) dan di MA20/rerata 20 hari (garis merah).

Indikator rerata pergerakan konvergen dan divergen (MACD) mulai bergerak naik dan masuk ke wilayah positif, histogramnya sudah masuk ke wilayah positif. Indikator-indikator grafik harian ini mengindikasikan rupiah mulai mendapat tekanan yang besar.

Seandaianya Trump Tidak Grafik: Rupiah (USD/IDR) 1 Jam
Foto: investing.com



Pada time frame 1 jam, rupiah bergerak di bawah MA 5 (rerata pergerakan 5 jam/garis biru), dan di atas MA 20 (rerata pergerakan 20 jam/garis merah). Indikator stochastic bergerak turun dari wilayah jenuh beli (overbought).

Rupiah kini bergerak di atas Rp 14.0110/US$ yang menjadi support (tahanan bawah terdekat). Selama tertahan di atas level tersebut rupiah berisiko melemah kemnbali ke Rp 14.130/US$. Penembusan di atas level tersebut akan membawa rupiah semakin dalam ke zona merah, menuju Rp 14.160/US$. 

Sebaliknya, jika mampu menembus konsisten ke bawah Rp 14.110/US$ rupiah berpeluang menguat menuju Rp 14.090/US$. 

TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular