Selalu Perform di Desember, Mungkinkah IHSG Tembus 6.200?

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
03 December 2019 10:29
Selalu Perform di Desember, Mungkinkah IHSG Tembus 6.200?
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar saham tanah air mengawali perdagangan di bulan Desember dengan sangat meyakinkan.

Pada perdagangan pertama di bulan Desember, Senin (2/12/2019), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selaku indeks saham acuan di Indonesia melejit hingga 1,97%.

Pada perdagangan hari ini, Selasa (3/12/2019), IHSG kembali menguat. Hingga berita ini diturunkan, IHSG naik tipis 0,07% ke level 6.134,24. Walaupun tipis, IHSG setidaknya masih bisa menguat kala seluruh bursa saham utama kawasan Asia sedang terjebak di zona merah.

Hingga berita ini diturunkan, indeks Nikkei turun 0,87%, indeks Shanghai melemah 0,36%, indeks Hang Seng jatuh 0,37%, indeks Straits Times terkoreksi 0,09%, dan indeks Kospi berkurang 0,64%.

Kesepakatan dagang AS-China yang semakin berwarna abu-abu menjadi faktor yang memantik aksi jual di bursa saham Benua Kuning pada perdagangan hari ini. Kini, China sudah resmi menjatuhkan sanksi ke AS karena dianggap ikut campur soal demonstrasi yang terjadi di Hong Kong. Sanksi ini berlaku mulai hari Senin (2/12/2019).

China membatalkan kunjungan kapal perang AS dan memberi sanksi kepada lembaga swadaya masyarakat (LSM/NGO) asal negeri Paman Sam.

"Sebagai respons dari kelakuan yang tidak berdasar dari AS, pemerintah China telah memutuskan tidak memberi izin pada kapal perang AS untuk berlabuh di Hong Kong," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Hau Chunying, dikutip dari AFP.

Sebelumnya pada hari Rabu waktu setempat (27/11/2019), Trump resmi menandatangani dua RUU terkait demonstrasi di Hong Kong yang pada intinya memberikan dukungan bagi para demonstran di sana.

RUU pertama akan memberikan mandat bagi Kementerian Luar Negeri AS untuk melakukan penilaian terkait dengan kekuasaan yang dimiliki oleh Hong Kong dalam mengatur wilayahnya sendiri. Jika China terlalu banyak mengintervensi Hong Kong sehingga membuat kekuasaan untuk mengatur wilayahnya sendiri menjadi lemah, status spesial yang kini diberikan oleh AS terhadap Hong Kong di bidang perdagangan bisa dicabut.

Untuk diketahui, status spesial yang dimaksud membebaskan Hong Kong dari bea masuk yang dibebankan oleh AS terhadap produk-produk impor asal China. RUU pertama tersebut juga membuka kemungkinan dikenakannya sanksi terhadap pihak-pihak yang dianggap bertanggung jawab terhadap pelanggaran hak asasi manusia di Hong Kong.

Sementara itu, RUU kedua akan melarang penjualan dari perlengkapan yang selama ini digunakan pihak kepolisian Hong Kong dalam menghadapi demonstran, gas air mata dan peluru karet misalnya.

Perkembangan tersebut lantas semakin membuat buram prospek ditekennya kesepakatan dagang AS-China. Pada akhir pekan kemarin, Global Times selaku media yang dimiliki oleh Partai Komunis China memberitakan bahwa prioritas utama dari Beijing adalah untuk mendorong AS menghapuskan bea masuk tambahan terhadap produk-produk impor asal China yang sudah dibebankan selama periode perang dagang kedua negara. Pemberitaan tersebut mengutip sumber-sumber yang mengetahui jalannya negosiasi dagang AS-China.

"Sumber-sumber yang mengetahui langsung jalannya negosiasi dagang AS-China memberitahu Global Times pada hari Sabtu (30/11/2019) bahwa AS harus menghapuskan bea masuk tambahan yang saat ini sudah dikenakan, bukan yang akan dikenakan, sebagai bagian dari kesepakatan (dagang tahap satu)," tulis pemberitaan Global Times, seperti dilansir dari CNBC International.

Jika kesepakatan dagang tahap satu gagal diteken, perputaran roda perekonomian AS dan China, berikut dengan perputaran roda perekonomian dunia, akan menjadi semakin lambat.

Ternyata, jika berkaca kepada sejarah, bulan Desember memang merupakan bulan yang bersahabat bagi pelaku pasar saham tanah air. Bahkan, bulan Desember bisa dikatakan sebagai bulan yang paling bersahabat jika dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya.

Bayangkan, dalam 18 tahun terakhir (2001-2018) tak sekalipun IHSG membukukan imbal hasil negatif secara bulanan pada bulan Desember. Capaian sebaik ini tak bisa didapati pada bulan-bulan lainnya.

Apresiasi terbaik IHSG pada bulan Desember terjadi pada tahun 2003. Per akhir Desember 2003, IHSG melejit hingga 12,12% jika dibandingkan dengan posisi per akhir November 2003.

Jika dirata-rata, IHSG membukukan imbal hasil sebesar 4,42% secara bulanan pada bulan Desember.



Salah satu fenomena yang berperan besar dibalik performa IHSG yang baik di bulan Desember adalah Santa Claus rally. Melansir Investopedia, Santa Claus rally merupakan sebuah reli di pasar saham AS yang terjadi pada minggu terakhir bulan Desember hingga 2 hari perdagangan pertama di bulan Januari.

Ada beberapa penjelasan di balik fenomena ini seperti optimisme pelaku pasar dan investasi dari bonus musim liburan. Selain itu, ada juga teori yang mengatakan beberapa investor institusi besar yang cenderung lebih pesimis terhadap pasar saham sedang berlibur pada periode ini, sehingga pasar didominasi oleh investor ritel yang cenderung lebih optimistis.

Mengingat pasar saham AS merupakan kiblat dari pasar saham, bahkan pasar keuangan dunia, tentulah kinerja Wall Street yang positif di bulan Desember akan mendongkrak kinerja bursa saham tanah air.

Dalam 18 tahun terakhir, indeks S&P 500 yang merupakan indeks saham terbaik guna merepresentasikan pergerakan pasar saham AS hanya membukukan imbal hasil negatif secara bulanan di bulan Desember sebanyak enam kali.



Fenomena kedua yang juga berperan besar di balik performa IHSG yang baik di bulan Desember adalah window dressing. Melansir Investopedia, window dressing merupakan teknik yang dilakukan oleh para manajer investasi menjelang akhir kuartal dalam mempercantik performa produk investasi yang menjadi kelolaannya.

Di pasar saham, window dressing dilakukan dengan menjual saham-saham yang membebani kinerja produk investasi dan kemudian membeli saham-saham yang telah melesat sebelumnya. Saham-saham yang dibeli tersebut otomatis akan masuk ke dalam komposisi portofolio untuk kemudian dilaporkan kepada investor.

Dengan melihat kinerja IHSG di awal bulan yang begitu meyakinkan, ada peluang yang besar bahwa IHSG akan kembali mencetak apresiasi secara bulanan di bulan Desember.

Seperti yang sudah disebutkan di atas, jika dirata-rata IHSG membukukan imbal hasil sebesar 4,42% secara bulanan pada bulan Desember. Per akhir November 2019, IHSG berada di level 6.011,83. Dengan asumsi bahwa IHSG akan mencetak apresiasi sebesar 4,42% pada bulan ini (sesuai dengan rata-rata dalam 18 tahun terakhir), maka posisi IHSG di akhir tahun akan berada di level 6.277,55.

Memang, Wall Street mengawali bulan Desember dengan mengecewakan. Kemarin, indeks S&P 500 jatuh sebesar 0,86%, sementara indeks Dow Jones dan Nasdaq Composite yang juga merupakan indeks saham acuan di AS jatuh masing-masing sebesar 0,96% dan 1,12%.

Namun, pada tahun lalu IHSG sudah terbukti mampu ‘melawan’ koreksi yang begitu dalam yang terjadi di bursa saham AS. Pada Desember 2018, indeks S&P 500 tercatat ambruk sebesar 9,18% secara bulanan seiring dengan eskalasi perang dagang AS-China. Menariknya, pada periode yang sama IHSG justru menguat sebesar 2,28%.

Terbukti sudah bahwa Desember merupakan bulan yang sangat baik bagi pelaku pasar untuk melakukan aksi beli di pasar saham. Jika berkaca kepada sejarah, level psikologis 6.200 ada kemungkinan bisa ditembus pada bulan ini juga oleh IHSG.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(ank/ank) Next Article Ternyata, Sudah 18 Tahun IHSG Selalu Hijau di Bulan Desember

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular