
Rupiah Menguat Sih, Tapi...
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
28 November 2019 08:35

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat di perdagangan pasar spot hari ini. Namun rupiah tetap perlu waspada karena banyak sentimen negatif eksternal yang mendera.
Pada Kamis (28/11/2019), US$ 1 setara dengan Rp 14.080 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat tipis 0,07% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Namun seiring perjalanan pasar, apresiasi rupiah berkurang. Pada pukul 08:13 WIB, US$ 1 berada di Rp 14.085 di mana rupiah melemah 0,04%.
Rupiah harus hati-hati menjalani perdagangan hari ini. Sebab melihat mata uang Asia lainnya, mayoritas melemah di hadapan dolar AS.
Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 08:17 WIB:
Setidaknya ada dua sentimen negatif yang membayangi pasar keuangan Asia hari ini. Pertama adalah tren penguatan dolar AS yang belum berhenti.
Pada pukul 08:19 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,04%. Dalam sebulan terakhir, indeks ini naik 0,65%.
Hari ini, penguatan dolar AS datang dari rilis data ekonomi Negeri Paman Sam yang jempolan. Pembacaan kedua angka pertumbuhan ekonomi kuartal III-2019 direvisi ke atas menjadi 2,1% secara kuartalan yang disetahunkan (annualized). Lebih baik ketimbang pembacaan pertama yaitu 1,9% dan kuartal sebelumnya yang sebesar 2%.
Revisi ke atas cukup mengejutkan, dan membuat pelaku pasar lebih optimistis menghadapi kuartal IV-2019. "Kuartal IV sepertinya lebih baik," ujar Michael Feroli, Ekonom JP Morgan yang berbasis di New York, seperti dikutip dari Reuters.
Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) cabang Atlanta pun mengubah proyeksi pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2019 dari 0,4% menjadi menjadi 1,7%. "Setelah rilis data hari ini, perkiraan untuk pertumbuhan konsumsi dan investasi berubah dari 1,7% dan -3% menjadi 2% dan -1,7%. Sementara kontribusi net ekspor ke pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) naik dari -0,2 poin persentase menjadi 0,39 poin persentase," sebut The Fed Atlanta dalam keterangan tertulis.
Belum lagi pemesanan produk tahan lama (durable goods) buatan AS naik 0,6% month-to-month pada Oktober. Membaik dibandingkan September yang turun 1,4%.
Data ini mendukung perkiraan pasar bahwa The Fed akan menghentikan siklus penurunan suku bunga acuan untuk sementara waktu. Mengutip CME Fedwatch, kans Federal Funds Rate bertahan di 1,5-1,75% dalam rapat The Fed 11 Desember mencapai 94,8%. Naik dari sehari sebelumnya yaitu 94,1%.
"Sudah sangat jelas, kekuatan dolar AS ditopang oleh data-data yang ada. The Fed sudah memberi sinyal bahwa siklus penurunan suku bunga sudah selesai untuk tahun ini, dan data-data yang positif memberi validasi ke arah sana," kata Alfonso Esparza, Senior Currency Analyst di OANDA yang berbasis di Toronto (Kanada), seperti dikutip dari Reuters.
Tanpa penurunan suku bunga, setidaknya dalam waktu dekat, berinvestasi di dolar AS (terutama di aset-aset berpendapatan tetap seperti obligasi) masih akan menguntungkan. Permintaan dolar AS meningkat dan nilainya pun menguat.
Kedua, ada kekhawatiran damai dagang AS-China terganggu. Presiden Donald Trump baru saja menandatangani Undang-undang (UU) penegakan hak asasi manusia di Hong Kong yang diusulkan oleh Kongres.
"Saya meneken UU ini sebagai bentuk respek kepada Presiden Xi (Jinping), China, dan rakyat Hong Kong. UU ini disahkan dengan harapan pemimpin dan perwakilan China di Hong Kong dapat mengatasi perbedaan serta menciptakan perdamaian dan kemakmuran bagi semua," kata Trump melalui keterangan tertulis.
Sebelumnya, Hong Kong sangat tidak setuju dengan UU tersebut. Menurut Beijing, beleid tersebut adalah bentuk nyata intervensi Washington terhadap urusan dalam negeri mereka.
Oleh karena itu, langkah Trump yang mengesahkan UU penegakan hak asasi manusia di Hong Kong hampir pasti bakal menimbulkan amarah China. Kalau mood China sudah jelek, maka proses negosiasi damai dagang bakal terpengaruh. Bisa saja AS-China gagal menyepakati perjanjian damai dagang Fase I.
Risiko perang dagang yang kembali meningkat bisa menyebabkan pelaku pasar cenderung bermain aman. Kalau ini terjadi, maka harapan rupiah untuk bertahan di zona hijau menjadi sangat kecil.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia
Pada Kamis (28/11/2019), US$ 1 setara dengan Rp 14.080 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat tipis 0,07% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Namun seiring perjalanan pasar, apresiasi rupiah berkurang. Pada pukul 08:13 WIB, US$ 1 berada di Rp 14.085 di mana rupiah melemah 0,04%.
Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 08:17 WIB:
Setidaknya ada dua sentimen negatif yang membayangi pasar keuangan Asia hari ini. Pertama adalah tren penguatan dolar AS yang belum berhenti.
Pada pukul 08:19 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,04%. Dalam sebulan terakhir, indeks ini naik 0,65%.
Hari ini, penguatan dolar AS datang dari rilis data ekonomi Negeri Paman Sam yang jempolan. Pembacaan kedua angka pertumbuhan ekonomi kuartal III-2019 direvisi ke atas menjadi 2,1% secara kuartalan yang disetahunkan (annualized). Lebih baik ketimbang pembacaan pertama yaitu 1,9% dan kuartal sebelumnya yang sebesar 2%.
Revisi ke atas cukup mengejutkan, dan membuat pelaku pasar lebih optimistis menghadapi kuartal IV-2019. "Kuartal IV sepertinya lebih baik," ujar Michael Feroli, Ekonom JP Morgan yang berbasis di New York, seperti dikutip dari Reuters.
Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) cabang Atlanta pun mengubah proyeksi pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2019 dari 0,4% menjadi menjadi 1,7%. "Setelah rilis data hari ini, perkiraan untuk pertumbuhan konsumsi dan investasi berubah dari 1,7% dan -3% menjadi 2% dan -1,7%. Sementara kontribusi net ekspor ke pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) naik dari -0,2 poin persentase menjadi 0,39 poin persentase," sebut The Fed Atlanta dalam keterangan tertulis.
Belum lagi pemesanan produk tahan lama (durable goods) buatan AS naik 0,6% month-to-month pada Oktober. Membaik dibandingkan September yang turun 1,4%.
Data ini mendukung perkiraan pasar bahwa The Fed akan menghentikan siklus penurunan suku bunga acuan untuk sementara waktu. Mengutip CME Fedwatch, kans Federal Funds Rate bertahan di 1,5-1,75% dalam rapat The Fed 11 Desember mencapai 94,8%. Naik dari sehari sebelumnya yaitu 94,1%.
"Sudah sangat jelas, kekuatan dolar AS ditopang oleh data-data yang ada. The Fed sudah memberi sinyal bahwa siklus penurunan suku bunga sudah selesai untuk tahun ini, dan data-data yang positif memberi validasi ke arah sana," kata Alfonso Esparza, Senior Currency Analyst di OANDA yang berbasis di Toronto (Kanada), seperti dikutip dari Reuters.
Tanpa penurunan suku bunga, setidaknya dalam waktu dekat, berinvestasi di dolar AS (terutama di aset-aset berpendapatan tetap seperti obligasi) masih akan menguntungkan. Permintaan dolar AS meningkat dan nilainya pun menguat.
Kedua, ada kekhawatiran damai dagang AS-China terganggu. Presiden Donald Trump baru saja menandatangani Undang-undang (UU) penegakan hak asasi manusia di Hong Kong yang diusulkan oleh Kongres.
"Saya meneken UU ini sebagai bentuk respek kepada Presiden Xi (Jinping), China, dan rakyat Hong Kong. UU ini disahkan dengan harapan pemimpin dan perwakilan China di Hong Kong dapat mengatasi perbedaan serta menciptakan perdamaian dan kemakmuran bagi semua," kata Trump melalui keterangan tertulis.
Sebelumnya, Hong Kong sangat tidak setuju dengan UU tersebut. Menurut Beijing, beleid tersebut adalah bentuk nyata intervensi Washington terhadap urusan dalam negeri mereka.
Oleh karena itu, langkah Trump yang mengesahkan UU penegakan hak asasi manusia di Hong Kong hampir pasti bakal menimbulkan amarah China. Kalau mood China sudah jelek, maka proses negosiasi damai dagang bakal terpengaruh. Bisa saja AS-China gagal menyepakati perjanjian damai dagang Fase I.
Risiko perang dagang yang kembali meningkat bisa menyebabkan pelaku pasar cenderung bermain aman. Kalau ini terjadi, maka harapan rupiah untuk bertahan di zona hijau menjadi sangat kecil.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular