
Campur-Aduk Sentimen, Pasar Obligasi Ditutup Bervariasi

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar obligasi Indonesia ditutup bervariasi pada perdagangan kedua di pekan ini, Selasa (26/11/2019).
Di pasar obligasi, yang menjadi acuan adalah tenor 5 tahun (FR0077), 10 tahun (FR0078), 15 tahun (FR0068), dan 20 tahun (FR0079). Pada hari ini, imbal hasil obligasi tenor 5 dan 20 tahun turun masing-masing sebesar 0,8 bps dan 1,3 bps, sementara imbal hasil obligasi tenor 15 tahun naik 0,2 bps. Untuk imbal hasil obligasi tenor 10 tahun, nilainya tidak berubah jika dibandingkan dengan posisi pada penutupan perdagangan kemarin (25/11/2019).
Sebagai informasi, pergerakan yield obligasi berbanding terbalik dengan harganya. Ketika yield turun, berarti harga sedang naik. Sebaliknya, ketika yield naik, berarti harga sedang turun.
Delegasi AS diwakili oleh Menteri Keuangan Steven Mnuchin dan Kepala Perwakilan Dagang Robert Lighthizer, sementara Wakil Perdana Menteri China Liu He menjadi perwakilan dari pihak China.
Kementerian Perdagangan China menyebut bahwa kedua belah pihak mendiskusikan permasalahan-permasalahan inti di bidang perdagangan. Kedua belah pihak disebut oleh Beijing setuju untuk tetap berkomunikasi guna menyegel kesepakatan dagang tahap satu.
"Kedua pihak berdiskusi guna menyelesaikan permasalahan-permasalahan inti yang ada, mencapai konsensus terkait cara yang akan digunakan guna menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut, serta setuju untuk tetap berkomunikasi terkait dengan permasalahan-permasalahan yang masih tersisa supaya kesepakatan dagang tahap satu bisa diteken," tulis Kementerian Perdagangan China dalam pernyataan resmi yang dipublikasikan pada pagi hari ini waktu setempat, Selasa (26/11/2019).
Lantas, perkembangan ini melengkapi pemberitaan terkait dengan perang dagang AS-China sebelumnya yang juga positif. Dalam publikasi yang dirilis pada akhir pekan kemarin, China mengumumkan bahwa pihaknya akan menaikkan besaran denda bagi pihak-pihak yang melakukan pelanggaran di bidang hak kekayaan intelektual, seperti dilansir dari CNBC International.
Seperti yang diketahui, pelanggaran dalam hal hak kekayaan intelektual merupakan salah satu faktor dibalik meletusnya perang dagang AS-China. Sebelumnya, China bersikukuh supaya AS tak menguatk-atik masalah ini dan fokus terhadap masalah yang menurut mereka lebih mudah untuk dibenahi yakni defisit neraca dagang AS dengan China.
Lantas, melunaknya China di bidang hak kekayaan intelektual dengan membebankan denda yang lebih tinggi bagi sang pelanggar menunjukkan bahwa Beijing semakin membuka diri untuk meneken kesepakatan dagang tahap satu dengan AS.
Beralih ke dalam negeri, ada sentimen negatif dari ekspektasi bahwa inflasi akan menanjak di bulan ini. Beberapa hari yang lalu, Bank Indonesia (BI) mengumumkan hasil survei pemantauan harga (SPH) yang dilakukan hingga minggu ketiga November 2019.
Hasilnya,tingkat inflasi secara bulanan berada di level 0,18%, sementara tingkat inflasi secara tahunan berada di level 3,04%. Jika tingkat inflasi di bulan November benar berada di level 0,18% secara bulanan, maka akan menjadi tingkat inflasi tertinggi dalam empat bulan.
Untuk diketahui, inflasi merupakan variabel yang sangat penting dalam menentukan keputusan investasi di pasar obligasi. Jika inflasi rendah, maka obligasi akan menjadi menarik lantaran menawarkan real interest rate yang lebih tinggi. Sebaliknya, jika inflasi tinggi, maka real interest rate akan menjadi lebih rendah sehingga obligasi tidak menarik.
Campur-aduk sentimen yang menyelimuti perdagangan hari ini membuat pasar obligasi Indonesia kesulitan menentukan arah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/ank) Next Article Pemerintah Cari Utang Dolar Lagi, Uangnya Buat Buyback