
Inflasinya Melambat, Penguatan Dolar Singapura Menipis
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
25 November 2019 15:10

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Australia menguat melawan rupiah pada perdagangan Senin (25/11/19) setelah mencatat pelemahan tiga hari beruntun. Meski demikian penguatan tersebut semakin menipis.
Dolar Singapura menguat 0,07% ke Rp 10.322,58/SG$ begitu perdagangan hari ini dibuka, dan berada di zona hijau sepanjang perdagangan hari ini. Penguatan dolar Singapura terus berlanjut hingga mencapai 0,15% ke Rp 10.331,43/SG$. Kemudian pada pukul 14:22 WIB, penguatan dolar Singapura cuma tinggal 0,04$ di level Rp 10.319,55/SG$.
Melambatnya inflasi di Singapura membuat penguatan mata uangnya terus terpangkas. Berdasarkan data dari Trading Economics, inflasi Singapura di bulan Oktober dilaporkan tumbuh 0,4% year-on-year (YoY), melambat dari pertumbuhan bulan sebelumnya 0,5%.
Bahkan jika dilihat secara bulanan atau month-on-month (MoM) mengalami deflasi 0,4% di bulan Oktober.
Selain data inflasi, pergerakan dolar Singapura juga dipengaruhi perkembangan hubungan Amerika Serikat (AS) dengan China. Maklum saja, Singapura menjadi salah satu negara yang terkena dampak buruk perang dagang kedua negara. Perekonomian Negeri Merlion mengalami pelambatan signifikan di tahun ini.
Pada Agustus lalu, pemerintah Singapura memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini menjadi 0-1% dibandingkan proyeksi sebelumnya 1,5-2,5%.
Akibatnya perkembangan terbaru perundingan dagang akan selalu direspon dolar Singapura. Harapan akan adanya kesepakatan dagang AS-China dalam waktu dekat menguat sejak akhir pekan lalu setelah CNBC International mewartakan Presiden AS Donald Trump mengatakan kesepakatan dagang dengan China "berpotensi sangat dekat".
"Pada dasarnya kita memiliki peluang yang sangat bagus untuk mencapai kesepakatan" kata Trump dalam acara Fox and Friends, sebagaimana dilansir CNBC International.
Meski demikian pelaku pasar belum mau bereaksi berlebihan dan lebih memilih wait and see. Apalagi AS ikut campur dalam urusan Hong Kong yang membuat China naik pitam. Pada pekan lalu, Kongres AS sudah menyetujui aturan soal penegakan hak asasi manusia di Hong Kong, tetapi Presiden Trump masih belum bersikap tegas.
Dalam sebuah wawancara di Fox News Channel sebagaimana dilansir Reuters, Trump mengatakan mendukung kebebasan Hong Kong, tetapi juga sedang memperjuangkan kesepakatan dagang dengan China yang dikatakan sebagai yang terbesar dalam sejarah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Dolar Singapura menguat 0,07% ke Rp 10.322,58/SG$ begitu perdagangan hari ini dibuka, dan berada di zona hijau sepanjang perdagangan hari ini. Penguatan dolar Singapura terus berlanjut hingga mencapai 0,15% ke Rp 10.331,43/SG$. Kemudian pada pukul 14:22 WIB, penguatan dolar Singapura cuma tinggal 0,04$ di level Rp 10.319,55/SG$.
Bahkan jika dilihat secara bulanan atau month-on-month (MoM) mengalami deflasi 0,4% di bulan Oktober.
Selain data inflasi, pergerakan dolar Singapura juga dipengaruhi perkembangan hubungan Amerika Serikat (AS) dengan China. Maklum saja, Singapura menjadi salah satu negara yang terkena dampak buruk perang dagang kedua negara. Perekonomian Negeri Merlion mengalami pelambatan signifikan di tahun ini.
Pada Agustus lalu, pemerintah Singapura memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini menjadi 0-1% dibandingkan proyeksi sebelumnya 1,5-2,5%.
Akibatnya perkembangan terbaru perundingan dagang akan selalu direspon dolar Singapura. Harapan akan adanya kesepakatan dagang AS-China dalam waktu dekat menguat sejak akhir pekan lalu setelah CNBC International mewartakan Presiden AS Donald Trump mengatakan kesepakatan dagang dengan China "berpotensi sangat dekat".
"Pada dasarnya kita memiliki peluang yang sangat bagus untuk mencapai kesepakatan" kata Trump dalam acara Fox and Friends, sebagaimana dilansir CNBC International.
Meski demikian pelaku pasar belum mau bereaksi berlebihan dan lebih memilih wait and see. Apalagi AS ikut campur dalam urusan Hong Kong yang membuat China naik pitam. Pada pekan lalu, Kongres AS sudah menyetujui aturan soal penegakan hak asasi manusia di Hong Kong, tetapi Presiden Trump masih belum bersikap tegas.
Dalam sebuah wawancara di Fox News Channel sebagaimana dilansir Reuters, Trump mengatakan mendukung kebebasan Hong Kong, tetapi juga sedang memperjuangkan kesepakatan dagang dengan China yang dikatakan sebagai yang terbesar dalam sejarah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular