
Kecewa BI Tak Pangkas Bunga Acuan, IHSG Jatuh 0,61%

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali perdagangan keempat di pekan ini, Kamis (21/11/2019), di zona merah.
Pada pembukaan perdagangan, IHSG melemah 0,31% ke level 6.135,76. Sayang, pada tengah hari IHSG justru terjebak di zona merah. Per akhir sesi satu, koreksi IHSG sudah bertambah dalam yakni menjadi 0,85% ke level 6.103,05. Per akhir sesi dua, koreksi indeks saham acuan di Indonesia tersebut adalah sebesar 0,61% ke level 6.117,36.
Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam menekan kinerja IHSG di antaranya: PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk/CPIN (-6,44%), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (-1,71%), PT Chandra Asri Petrochemical Tbk/TPIA (-3,98%), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (-0,79%), dan PT HM Sampoerna Tbk/HMSP (-1,92%).
Prospek terkait kesepakatan dagang tahap satu antara AS dan China yang semakin berwarna abu-abu menjadi faktor yang memantik aksi jual di bursa saham Benua Kuning.
Reuters melaporkan bahwa penandatanganan kesepakatan dagang tahap satu antara AS dan China dapat mundur hingga tahun 2020 lantaran China berusaha untuk mendapatkan penghapusan bea masuk yang lebih agresif dari AS. Pemerbitaan dari Reuters tersebut mengutip pakar-pakar di bidang perdagangan dan orang-orang yang dekat dengan pemerintahan Presiden AS Donald Trump.
Lantas, pemberitaan ini semakin memudarkan prospek terkait kesepakatan dagang tahap satu antara AS dan China. Sebelumnya, CNBC International melaporkan bahwa pejabat pemerintahan China kini pesimistis terkait prospek kesepakatan dagang tahap satu.
Penyebabnya, China dibuat kesal dengan pernyataan Presiden AS Donald Trump bahwa AS belum menyepakati penghapusan bea masuk tambahan yang sebelumnya dibebankan terhadap produk impor asal China. Padahal, pihak China menganggap bahwa mereka telah mencapai kesepakatan terkait dengan hal tersebut dengan AS.
Sejauh ini, bea masuk tambahan yang dikenakan oleh masing-masing negara terbukti sudah menghantam perekonomiannya masing-masing. Belum lama ini, pembacaan awal untuk angka pertumbuhan ekonomi AS periode kuartal III-2019 diumumkan di level 1,9% (QoQ annualized), jauh melambat dibandingkan pertumbuhan pada periode yang sama tahun lalu (kuartal III-2018) yang mencapai 3,4%.
Beralih ke China, belum lama ini Beijing mengumumkan bahwa perekonomiannya hanya tumbuh di level 6% secara tahunan pada kuartal III-2019, lebih rendah dari konsensus yang sebesar 6,1%, seperti dilansir dari Trading Economics. Pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2019 juga lebih rendah dibandingkan capaian pada kuartal II-2019 yang sebesar 6,2%.
Jika kesepakatan dagang tahap satu justru gagal diteken, perputaran roda perekonomian AS dan China, berikut dengan perputaran roda perekonomian dunia, akan menjadi semakin lambat.
Lebih lanjut, sentimen negatif bagi bursa saham Asia datang dari rilis risalah pertemuan The Federal Reserve (The Fed) edisi Oktober 2019.
Untuk diketahui, pada bulan lalu The Fed memutuskan untuk memangkas federal funds rate sebesar 25 bps ke rentang 1,5%-1,75%. Lemahnya pertumbuhan ekonomi global dan rendahnya tingkat inflasi menjadi faktor yang mendasari keputusan tersebut. Pemangkasan tingkat suku bunga acuan pada bulan lalu menandai pemangkasan yang ketiga di tahun 2019.
Namun, pasca mengumumkan tingkat suku bunga acuan pada bulan lalu, The Fed memberi sinyal bahwa mereka akan menahan diri dari memangkas tingkat suku bunga acuan lebih lanjut.
Dalam pernyataan resminya pasca memangkas tingkat suku bunga acuan pada bulan lalu, The Fed menghilangkan suatu pernyataan yang sudah mereka gunakan sejak bulan Juni yakni pernyataan bahwa pihaknya berkomitmen untuk "bertindak sebagaimana diperlukan guna mempertahankan ekspansi (ekonomi)".
The Fed kemudian mengganti pernyataan tersebut dengan pernyataan yang lebih defensif.
"Komite akan terus memonitor implikasi dari informasi-informasi di masa depan terhadap prospek perekonomian sembari melakukan penilaian terkait dengan besaran yang tepat mengenai rentang dari federal funds rate."
Kemudian dalam konferensi pers pasca memangkas tingkat suku bunga acuan pada bulan lalu, Powell mengungkapkan bahwa The Fed akan cenderung mempertahankan tingkat suku bunga acuan di level saat ini. Dirinya mengatakan bahwa pejabat bank sentral memandang stance kebijakan moneter saat ini akan layak dipertahankan di masa depan.
Hal ini kemudian dikonfirmasi oleh rilis risalahnya. Menurut risalah tersebut, para pejabat The Fed memandang bahwa tak ada urgensi untuk memangkas tingkat suku bunga acuan lebih lanjut.
