Tunggu The Fed dan Damai Dagang, Rupiah Pilih Melemah

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
19 November 2019 10:32
Tunggu The Fed dan Damai Dagang, Rupiah Pilih Melemah
Ilustrasi Dolar AS dan Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah di kurs tengah Bank Indonesia (BI). Nasib rupiah setali tiga uang di perdagangan pasar spot.

Pada Selasa (19/11/2019), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor menunjukkan angka Rp 14.091. Rupiah melemah 0,11% dibandingkan posisi hari sebelumnya.

Di pasar spot, rupiah juga terjebak di zona merah. Pada pukul 10:05 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.080 di mana rupiah melemah tipis 0,07%.

Kala pembukaan pasar, rupiah masih stagnan di Rp 14.070/US$. Namun itu tidak lama, karena rupiah langsung masuk jalur merah dan bertahan sampai sekarang.

Seperti kemarin, gerak rupiah juga masih kurang dinamis. Meski melemah, tetapi depresiasi rupiah tidak terlampau dalam.


Hal serupa juga dialami oleh mata uang utama Asia lainnya. Di hadapan dolar AS, mayoritas mata uang Benua Kuning melemah dalam kisaran terbatas.

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 10:07 WIB:

 

Dolar AS memang sedang perkasa, tidak hanya di Asia tetapi di level global. Pada pukul 10:12 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,03%. Dalam sebulan terakhir, indeks ini sudah naik 0,56%.

Investor menantikan rilis notula rapat (minutes of meeting) bank sentral AS The Federal Reserve/The Fed edisi Oktober pada Kamis dini hari waktu Indonesia. Dalam rapat tersebut, Ketua Jerome 'Jay' Powell dan kolega memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan 25 basis poin (bps) menjadi 1,5-1,75%.

Pelaku pasar menunggu notula rapat itu karena ingin membaca arah kebijakan moneter ke depan. Sepertinya The Fed akan menghentikan dulu siklus penurunan suku bunga acuan, karena tahun ini sudah turun tiga kali.

Pembacaan itu diperkuat oleh pernyataan Powell di hadapan Kongres AS baru-baru ini. Menurutnya, kebijakan moneter The Fed saat ini sudah tepat (appropriate).

"Posisi (stance) kebijakan moneter kami akan terus sejalan dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi yang moderat, pasar tenaga kerja yang kuat, dan inflasi yang mendekati target 2%. Saya dan kolega melihat ekspansi ekonomi yang berkelanjutan," paparnya, seperti dikutip dari Reuters.


Oleh karena itu, investor memperkirakan Federal Funds Rate tidak akan diturunkan pada rapat bulan depan. Mengutip CME Fedwatch, probabilitas suku bunga bertahan di 1,5-1,75% pada rapat The Fed 11 Desember adalah 99,3%. Hampir pasti.

Tanpa penurunan suku bunga acuan, setidaknya dalam waktu dekat, dolar AS jadi punya tenaga untuk menguat. Jadi harap maklum kalau rupiah cs di Asia terdepresiasi.


Selain itu, pelaku pasar masih berfokus kepada perkembangan hubungan AS-China. Setiap kabar terbaru soal upaya mencapai perjanjian damai dagang Fase I pasti langsung mendapat respons.

Kali ini yang beredar adalah kabar buruk. CNBC International memberitakan, seperti mengutip seorang pejabat pemerintahan China, Beijing agak pesimistis dengan masa depan kesepakatan tersebut. Pasalnya, China tetap keukeuh ingin memasukkan penghapusan bea masuk menjadi salah satu poin perjanjian damai dagang.

"Mood di Beijing soal kesepakatan dagang agak pesimistis, seorang pejabat pemerintah memberitahu kepada saya. China kurang nyaman setelah Trump (Presiden AS Donald Trump) mengatakan tidak ada penghapusan bea masuk. Sekarang strateginya adalah melanjutkan pembicaraan, tetapi (China) terus menunggu perkembangan kemungkinan pelengseran (Trump) dan Pemilu AS 2020. Juga memprioritaskan dukungan terhadap ekonomi domestik," demikian cuit jurnalis CNBC International Eunice Yoon melalui Twitter.


Kabar ini langsung membuat investor kebakaran jenggot. Pada pukul 06:58 WIB, harga minyak jenis brent dan light sweet anjlok masing-masing 1,72% dan 1,78%.

Pasar khawatir kesepakatan damai dagang AS-China bisa batal, yang membuat prospek perdagangan, investasi, dan pertumbuhan ekonomi global terganggu. Kalau ini terjadi, permintaan energi tentu akan berkurang.

Sepertinya tidak hanya si emas hitam, kecemasan itu bakal melanda ke pasar valas negara-negara berkembang Asia. Dalam situasi penuh ketidakpastian, lebih baik jangan bermain-main dengan aset berisiko. Jadi tidak heran kalau rupiah berisiko melemah.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular