
Sempat Negatif, Kini Neraca Dagang Bawa IHSG Menguat
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
15 November 2019 10:20

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali perdagangan terakhir di pekan ini, Jumat (15/11/2019), di zona hijau.
Pada pembukaan perdagangan, IHSG menguat 0,28% ke level 6.115,76. Namun, IHSG kemudian berbalik arah ke zona merah pasca Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data perdagangan internasional periode Oktober 2019.
Titik terendah IHSG pada hari ini berada di level 6.092,62, mengimplikasikan penurunan sebesar 0,1% jika dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan kemarin (14/11/2019).
Sepanjang bulan lalu, BPS mencatat bahwa ekspor melemah sebesar 6,13% secara tahunan, lebih baik ketimbang konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan ekspor mengalami kontraksi sebesar 9,03%. Sementara itu, impor diumumkan ambruk hingga 16,39% secara tahunan, lebih dalam dibandingkan konsensus yang memperkirakan kontraksi sebesar 16,02%.
Neraca dagang Indonesia pada bulan lalu membukukan surplus senilai US$ 160 juta, lebih baik ketimbang konsensus yang memperkirakan adanya defisit senilai US$ 300 juta.
Sejatinya, surplus neraca dagang yang mengejutkan tersebut bisa menjadi kabar positif bagi pasar saham tanah air. Namun, tampaknya pelaku pasar dibuat khawatir terhadap koreksi di pos impor yang begitu dalam.
Untuk diketahui, sudah sedari bulan Juli impor Indonesia membukukan kontraksi secara tahunan. Memasuki kuartal IV-2019, tekanan terhadap pos impor ternyata bukan mengendur, namun bertambah parah.
Lemahnya impor tersebut merefleksikan aktivitas ekonomi yang lesu. Untuk diketahui, laju perekonomian Indonesia di sepanjang tahun 2019 terbilang mengecewakan.
Pada awal bulan ini tepatnya tanggal 5 November, BPS merilis angka pertumbuhan ekonomi periode kuartal III-2019. Sepanjang tiga bulan ketiga tahun ini, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,02% secara tahunan.
Untuk diketahui, pada kuartal I-2019 perekonomian Indonesia tercatat tumbuh sebesar 5,07% secara tahunan, disusul oleh pertumbuhan sebesar 5,05% secara tahunan pada kuartal II-2019.
Angka pertumbuhan ekonomi pada tiga bulan pertama tahun ini sedikit berada di atas capaian periode yang sama tahun sebelumnya (kuartal I-2018) yang sebesar 5,06%. Sementara untuk periode kuartal-II 2019, pertumbuhan ekonomi jauh lebih rendah jika dibandingkan capaian kuartal II-2018 yang mencapai 5,27%.
Pada kuartal III-2019, angka pertumbuhan ekonomi yang hanya mencapai 5,02% tersebut lantas berada di bawah capaian periode kuartal I-2019 dan kuartal II-2019. Capaian tersebut juga jauh lebih rendah dari capaian pada kuartal III-2018 kala perekonomian Indonesia mampu tumbuh 5,17% secara tahunan.
Ketika perekonomian begitu lesu seperti saat ini, saham-saham di tanah air memang memiliki kecenderungan untuk diterpa tekanan jual. Namun kini, pelaku pasar merespons positif rilis data perdagangan internasional periode Oktober 2019. Pada pukul 10:10 WIB, IHSG ditransaksikan menguat 0,48% ke level 6.128,24.
Pelaku pasar tampak lega terhadap fakta bahwa neraca dagang Indonesia bisa membukukan surplus. Seperti yang sudah disebutkan di halaman pertama, konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan bahwa neraca dagang justru membukukan defisit senilai US$ 300 juta.
Dengan neraca dagang yang bisa membukukan surplus di bulan Oktober, ada harapan bahwa defisit transaksi berjalan/current account deficit (CAD) akan kembali membaik di kuartal IV-2019.
Untuk diketahui, pada kuartal I-2019 Bank Indonesia (BI) mencatat CAD berada di level 2,51% dari Produk Domestik Bruto (PDB), jauh lebih dalam ketimbang CAD pada kuartal I-2018 yang berada di level 1,94% dari PDB. Kemudian pada kuartal II-2019, CAD membengkak menjadi 2,93% dari PDB. CAD pada tiga bulan kedua tahun ini juga lebih dalam ketimbang capaian pada periode yang sama tahun lalu di level 2,96% dari PDB.
Pada kuartal III-2019, CAD membaik menjadi 2,66% dari PDB, dari yang sebelumnya 3,22% pada kuartal III-2018.
Untuk diketahui, ekspor barang merupakan salah satu komponen pembentuk transaksi berjalan, sehingga surplus di pos ini tentu akan memberikan asupan energi dalam meredam CAD.
Merespons adanya potensi bahwa CAD akan kembali bisa diredam pada kuartal-IV 2019, rupiah menguat 0,14% melawan dolar AS di pasar spot ke level Rp 14.060/dolar AS.
Sebagai informasi, transaksi berjalan merupakan faktor penting dalam mendikte laju rupiah lantaran arus devisa yang mengalir dari pos ini cenderung lebih stabil, berbeda dengan pos transaksi finansial (komponen Neraca Pembayaran Indonesia/NPI lainnya) yang pergerakannya begitu fluktuatif karena berisikan aliran modal dari investasi portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money.
Kinerja rupiah yang positif pada akhirnya sukses memantik aksi beli di bursa saham tanah air.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/ank) Next Article Jelang Musim Laporan Keuangan, Ini Emiten Yang Mulai Diborong
Pada pembukaan perdagangan, IHSG menguat 0,28% ke level 6.115,76. Namun, IHSG kemudian berbalik arah ke zona merah pasca Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data perdagangan internasional periode Oktober 2019.
Titik terendah IHSG pada hari ini berada di level 6.092,62, mengimplikasikan penurunan sebesar 0,1% jika dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan kemarin (14/11/2019).
Neraca dagang Indonesia pada bulan lalu membukukan surplus senilai US$ 160 juta, lebih baik ketimbang konsensus yang memperkirakan adanya defisit senilai US$ 300 juta.
Sejatinya, surplus neraca dagang yang mengejutkan tersebut bisa menjadi kabar positif bagi pasar saham tanah air. Namun, tampaknya pelaku pasar dibuat khawatir terhadap koreksi di pos impor yang begitu dalam.
Untuk diketahui, sudah sedari bulan Juli impor Indonesia membukukan kontraksi secara tahunan. Memasuki kuartal IV-2019, tekanan terhadap pos impor ternyata bukan mengendur, namun bertambah parah.
Lemahnya impor tersebut merefleksikan aktivitas ekonomi yang lesu. Untuk diketahui, laju perekonomian Indonesia di sepanjang tahun 2019 terbilang mengecewakan.
Pada awal bulan ini tepatnya tanggal 5 November, BPS merilis angka pertumbuhan ekonomi periode kuartal III-2019. Sepanjang tiga bulan ketiga tahun ini, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,02% secara tahunan.
Untuk diketahui, pada kuartal I-2019 perekonomian Indonesia tercatat tumbuh sebesar 5,07% secara tahunan, disusul oleh pertumbuhan sebesar 5,05% secara tahunan pada kuartal II-2019.
Angka pertumbuhan ekonomi pada tiga bulan pertama tahun ini sedikit berada di atas capaian periode yang sama tahun sebelumnya (kuartal I-2018) yang sebesar 5,06%. Sementara untuk periode kuartal-II 2019, pertumbuhan ekonomi jauh lebih rendah jika dibandingkan capaian kuartal II-2018 yang mencapai 5,27%.
Pada kuartal III-2019, angka pertumbuhan ekonomi yang hanya mencapai 5,02% tersebut lantas berada di bawah capaian periode kuartal I-2019 dan kuartal II-2019. Capaian tersebut juga jauh lebih rendah dari capaian pada kuartal III-2018 kala perekonomian Indonesia mampu tumbuh 5,17% secara tahunan.
Ketika perekonomian begitu lesu seperti saat ini, saham-saham di tanah air memang memiliki kecenderungan untuk diterpa tekanan jual. Namun kini, pelaku pasar merespons positif rilis data perdagangan internasional periode Oktober 2019. Pada pukul 10:10 WIB, IHSG ditransaksikan menguat 0,48% ke level 6.128,24.
Pelaku pasar tampak lega terhadap fakta bahwa neraca dagang Indonesia bisa membukukan surplus. Seperti yang sudah disebutkan di halaman pertama, konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan bahwa neraca dagang justru membukukan defisit senilai US$ 300 juta.
Dengan neraca dagang yang bisa membukukan surplus di bulan Oktober, ada harapan bahwa defisit transaksi berjalan/current account deficit (CAD) akan kembali membaik di kuartal IV-2019.
Untuk diketahui, pada kuartal I-2019 Bank Indonesia (BI) mencatat CAD berada di level 2,51% dari Produk Domestik Bruto (PDB), jauh lebih dalam ketimbang CAD pada kuartal I-2018 yang berada di level 1,94% dari PDB. Kemudian pada kuartal II-2019, CAD membengkak menjadi 2,93% dari PDB. CAD pada tiga bulan kedua tahun ini juga lebih dalam ketimbang capaian pada periode yang sama tahun lalu di level 2,96% dari PDB.
Pada kuartal III-2019, CAD membaik menjadi 2,66% dari PDB, dari yang sebelumnya 3,22% pada kuartal III-2018.
Untuk diketahui, ekspor barang merupakan salah satu komponen pembentuk transaksi berjalan, sehingga surplus di pos ini tentu akan memberikan asupan energi dalam meredam CAD.
Merespons adanya potensi bahwa CAD akan kembali bisa diredam pada kuartal-IV 2019, rupiah menguat 0,14% melawan dolar AS di pasar spot ke level Rp 14.060/dolar AS.
Sebagai informasi, transaksi berjalan merupakan faktor penting dalam mendikte laju rupiah lantaran arus devisa yang mengalir dari pos ini cenderung lebih stabil, berbeda dengan pos transaksi finansial (komponen Neraca Pembayaran Indonesia/NPI lainnya) yang pergerakannya begitu fluktuatif karena berisikan aliran modal dari investasi portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money.
Kinerja rupiah yang positif pada akhirnya sukses memantik aksi beli di bursa saham tanah air.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/ank) Next Article Jelang Musim Laporan Keuangan, Ini Emiten Yang Mulai Diborong
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular