
Data Jerman Bikin Asia Bahagia, Tapi Rupiah Tak Ikut Pesta
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
14 November 2019 14:49

Jakarta, CNBC Indonesia - Kabar baik datang dari Eropa. Jerman mengumumkan angka pertumbuhan ekonomi, dan hasilnya lebih baik dari perkiraan.
Destatis, biro statistik Republik Federal Jerman, melaporkan pembacaan awal angka pertumbuhan ekonomi kuartal III-2019 sebesar 0,1% secara kuartalan. Sementara secara tahunan, ekonomi Jerman tumbuh 0,5%.
Pada kuartal sebelumnya, ekonomi Jerman mengalami kontraksi (tumbuh negatif) 0,2% secara quarter-on-quarter. Sedangkan secara year-on-year, ekonomi Negeri Panser tumbuh 0,3%.
Data ini begitu dinantikan pelaku pasar. Soalnya, ada kecemasan Jerman jatuh ke resesi teknikal karena sudah mengalami kontraksi pada kuartal II-2019.
"Secara kuartalan, ada kontribusi positif dari sisi konsumsi. Konsumsi rumah tangga meningkat, begitu pula konsumsi pemerintah. Ekspor juga tumbuh, sementara impor kurang lebih sama seperti kuartal II-2019. Penanaman Modal Tetap Bruto juga mengalami peningkatan, terutama di sisi konstruksi," demikian sebut pernyataan tertulis Destatis.
Pada kuartal III-2019, Destatis mencatat ada 45,4 juta orang yang bekerja. Naik 0,8% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Data ciamik dari Jerman mulai mempengaruhi pasar keuangan Asia, terutama di pasar valas. Mata uang Asia yang awalnya cenderung melemah kini berbalik menguat di hadapan dolar AS. Maklum, satu pernyataan sudah terjawab dan jawaban dari Jerman cukup memuaskan.
Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 14:31 WIB:
Akan tetapi, rupiah belum bisa ikut 'pesta' tersebut. Pada pukul 14:33 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.090 di mana rupiah melemah 0,09%.
Sepertinya investor agak kecewa dengan proyeksi data perdagangan internasional yang diumumkan esok hari. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor mengalami kontraksi alias turun 9,03% year-on-year.
Sementara impor juga diramal terkontraksi 16,02%. Kemudian neraca perdagangan mengalami defisit US$ 300 juta.
Konsensus yang dihimpun Reuters memperkirakan neraca perdagangan defisit US$ 280 juta. Bloomberg juga memperkirakan neraca perdagangan tekor, angkanya di US$ 240 juta.
Jika realisasi data perdagangan sesuai ekspektasi pasar, maka defisit neraca perdagangan akan lebih parah ketimbang September yang minus US$ 160 juta. Artinya, pasokan valas dari sisi perdagangan masih seret sehingga rupiah tidak punya pijakan yang kuat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia
Destatis, biro statistik Republik Federal Jerman, melaporkan pembacaan awal angka pertumbuhan ekonomi kuartal III-2019 sebesar 0,1% secara kuartalan. Sementara secara tahunan, ekonomi Jerman tumbuh 0,5%.
Pada kuartal sebelumnya, ekonomi Jerman mengalami kontraksi (tumbuh negatif) 0,2% secara quarter-on-quarter. Sedangkan secara year-on-year, ekonomi Negeri Panser tumbuh 0,3%.
Data ini begitu dinantikan pelaku pasar. Soalnya, ada kecemasan Jerman jatuh ke resesi teknikal karena sudah mengalami kontraksi pada kuartal II-2019.
"Secara kuartalan, ada kontribusi positif dari sisi konsumsi. Konsumsi rumah tangga meningkat, begitu pula konsumsi pemerintah. Ekspor juga tumbuh, sementara impor kurang lebih sama seperti kuartal II-2019. Penanaman Modal Tetap Bruto juga mengalami peningkatan, terutama di sisi konstruksi," demikian sebut pernyataan tertulis Destatis.
Pada kuartal III-2019, Destatis mencatat ada 45,4 juta orang yang bekerja. Naik 0,8% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Data ciamik dari Jerman mulai mempengaruhi pasar keuangan Asia, terutama di pasar valas. Mata uang Asia yang awalnya cenderung melemah kini berbalik menguat di hadapan dolar AS. Maklum, satu pernyataan sudah terjawab dan jawaban dari Jerman cukup memuaskan.
Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 14:31 WIB:
Akan tetapi, rupiah belum bisa ikut 'pesta' tersebut. Pada pukul 14:33 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.090 di mana rupiah melemah 0,09%.
Sepertinya investor agak kecewa dengan proyeksi data perdagangan internasional yang diumumkan esok hari. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor mengalami kontraksi alias turun 9,03% year-on-year.
Sementara impor juga diramal terkontraksi 16,02%. Kemudian neraca perdagangan mengalami defisit US$ 300 juta.
Konsensus yang dihimpun Reuters memperkirakan neraca perdagangan defisit US$ 280 juta. Bloomberg juga memperkirakan neraca perdagangan tekor, angkanya di US$ 240 juta.
Jika realisasi data perdagangan sesuai ekspektasi pasar, maka defisit neraca perdagangan akan lebih parah ketimbang September yang minus US$ 160 juta. Artinya, pasokan valas dari sisi perdagangan masih seret sehingga rupiah tidak punya pijakan yang kuat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular