
Rupiah vs Dolar Australia, Pekan Lalu Jaya Kini Tak Berdaya
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
11 November 2019 15:39

Jakarta, CNBC Indonesia - Kurs rupiah melemah melawan dolar Australia pada perdagangan Senin (11/11/19), padahal pada pekan lalu mampu menguat nyaris 1%. Perundingan kesepakatan dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China yang makin tak jelas membuat sentimen pelaku pasar memburuk, dampaknya rupiah diterpa aksi ambil untung (profit taking).
Pada pukul 15:21 WIB, rupiah melemah 0,36% ke Rp 9.644,37/AU$ di pasar spot, berdasarkan data Refinitiv.
Sejak pekan Sejak pekan lalu, baik AS dan China memberikan keterangan yang kontradiktif.
Mengutip CNBC International pada Kamis (7/11/19), Juru Bicara Kementerian Perdagangan China Gao Feng mengatakan baik AS maupun China setuju untuk membatalkan rencana pengenaan berbagai bea masuk. Perundingan yang konstruktif dalam dua pekan terakhir membuat kedua negara sudah dekat dengan kesepakatan damai dagang fase I.
Peter Navarro, Penasihat Perdagangan Gedung Putih, juga menegaskan bahwa belum ada kesepakatan soal penghapusan bea masuk. Dia menilai China melakukan klaim sepihak.
"Sampai saat ini belum ada kesepakatan mengenai pencabutan bea masuk sebagai syarat ditandatanganinya perjanjian damai dagang fase I. Mereka (China) mencoba bernegosiasi di ruang publik," tegas Navarro dalam wawancara bersama Fox Business Network, seperti dikutip dari Reuters.
Presiden Trump juga mengkonfirmasi hal tersebut, ia mengatakan tidak setuju untuk membatalkan bea masuk, sebagaimana dilaporkan CNBC International pada Jumat waktu setempat.
Akan tetapi, China sepertinya masih ngotot memperjuangkan penghapusan bea masuk menjadi salah satu poin perjanjian damai dagang. Hu Xijin, Editor di harian Global Times yang berafiliasi dengan pemerintah, menyatakan bahwa tidak ada kesepakatan tanpa penghapusan bea masuk.
"Satu hal yang pasti adalah jika tidak ada pencabutan bea masuk, maka tidak ada perjanjian fase I," cuit Hu di Twitter.
Dolar Australia sebenarnya juga terkena dampak buruk dari tarik ulur kesepakatan dagang AS-China. China merupakan mitra dagang utama Australia, jika penandatanganan kesepakatan dagang tak kunjung terjadi, perekonomian China kemungkinan belum akan bangkit, dan tentunya berimbas pada perekonomian Negeri Kanguru.
Perekonomian Australia saat ini sedang melambat yang memaksa bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) memangkas suku bunga sebanyak tiga kali di tahun ini hingga ke rekor terendah sepanjang masa 0,75%. Hal tersebut membuat dolar Australia anjlok sekitar 5% melawan rupiah sepanjang tahun ini, dan memicu aksi profit taking terhadap rupiah. Dampaknya Mata Uang Garuda melemah pada hari ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Sentuh Rp 16.500/US$, Rupiah Terus Terpuruk
Pada pukul 15:21 WIB, rupiah melemah 0,36% ke Rp 9.644,37/AU$ di pasar spot, berdasarkan data Refinitiv.
Mengutip CNBC International pada Kamis (7/11/19), Juru Bicara Kementerian Perdagangan China Gao Feng mengatakan baik AS maupun China setuju untuk membatalkan rencana pengenaan berbagai bea masuk. Perundingan yang konstruktif dalam dua pekan terakhir membuat kedua negara sudah dekat dengan kesepakatan damai dagang fase I.
Peter Navarro, Penasihat Perdagangan Gedung Putih, juga menegaskan bahwa belum ada kesepakatan soal penghapusan bea masuk. Dia menilai China melakukan klaim sepihak.
"Sampai saat ini belum ada kesepakatan mengenai pencabutan bea masuk sebagai syarat ditandatanganinya perjanjian damai dagang fase I. Mereka (China) mencoba bernegosiasi di ruang publik," tegas Navarro dalam wawancara bersama Fox Business Network, seperti dikutip dari Reuters.
Presiden Trump juga mengkonfirmasi hal tersebut, ia mengatakan tidak setuju untuk membatalkan bea masuk, sebagaimana dilaporkan CNBC International pada Jumat waktu setempat.
Akan tetapi, China sepertinya masih ngotot memperjuangkan penghapusan bea masuk menjadi salah satu poin perjanjian damai dagang. Hu Xijin, Editor di harian Global Times yang berafiliasi dengan pemerintah, menyatakan bahwa tidak ada kesepakatan tanpa penghapusan bea masuk.
"Satu hal yang pasti adalah jika tidak ada pencabutan bea masuk, maka tidak ada perjanjian fase I," cuit Hu di Twitter.
Dolar Australia sebenarnya juga terkena dampak buruk dari tarik ulur kesepakatan dagang AS-China. China merupakan mitra dagang utama Australia, jika penandatanganan kesepakatan dagang tak kunjung terjadi, perekonomian China kemungkinan belum akan bangkit, dan tentunya berimbas pada perekonomian Negeri Kanguru.
Perekonomian Australia saat ini sedang melambat yang memaksa bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) memangkas suku bunga sebanyak tiga kali di tahun ini hingga ke rekor terendah sepanjang masa 0,75%. Hal tersebut membuat dolar Australia anjlok sekitar 5% melawan rupiah sepanjang tahun ini, dan memicu aksi profit taking terhadap rupiah. Dampaknya Mata Uang Garuda melemah pada hari ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Sentuh Rp 16.500/US$, Rupiah Terus Terpuruk
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular