
Ekonomi Tumbuh 7% Cuma Mimpi, IHSG Gagal Naik Lebih Tinggi
Houtmand P Saragih, CNBC Indonesia
06 November 2019 10:42

Jakarta, CNBC Indonesia - Rilis angka pertumbuhan ekonomi yang disampaikan Badan Pusat Statistik (BPS) pada Selasa kemarin (5/11/) tak terlalu kuat menjadi penopang kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hari ini, Rabu (6/11). Setelah IHSG naik tinggi kemarin, investor domestik ramai-ramai melakukan aksi ambil untung (profit taking).
Pada saat yang sama, data perdagangan mencatat, investor asing memanfaatkan koreksi harga saham tersebut dengan melakukan akumulasi beli. Nilai beli bersih (net buy) investor asing tercatat mencapai Rp 10,63 di seluruh pasar, sementara di pasar negosiasi nilai net buy tercatat mencapai Rp 18,04 miliar.
Namun akumulasi beli asing tersebut tak bisa mendorong IHSG, karena pada saat bersamaan investor domestik melakukan aksi jual.
Jadinya IHSG untuk sementara waktu berada di zona merah karena terkoreksi 0,52% ke level 6.231,59 poin, berbalik dari kondisi kemarin di mana IHSG melesat 1,36%.
Sentimen positif bagi yakni rilis angka pertumbuhan ekonomi yang kemarin, kini tak lagi mampu berbicara banyak.
Sepanjang kuartal III-2019, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,02% secara tahunan (year-on-year/YoY).
Capaian tersebut sama persis dengan konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia, namun lebih tinggi ketimbang konsensus yang dihimpun oleh Bloomberg yang hanya sebesar 5%.
Kemarin, respons pelaku pasar saham tanah air terhadap rilis angka pertumbuhan ekonomi sangatlah positif lantaran mereka dibuat lega dengan fakta bahwa perekonomian Indonesia masih mampu tumbuh di atas 5%.
Ini artinya, upaya Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mendorong ekonomi tumbuh 7%, sangat sulit tercapai.
Sekadar mengingatkan, 7% merupakan target pertumbuhan ekonomi yang dicanangkan Jokowi kala berkompetisi melawan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dalam gelaran pemilihan presiden (Pilpres) 2014.
Upaya untuk mendorong hal tersebut menjadi semakin sulit karena faktor eksternal dan internal terkait dengan perizinan dan birokrasi. Jika tak segera ada perbaikan, bukan tidak mungkin angka pertumbuhan ekonomi akan terus turun.
Untuk diketahui, pada kuartal I-2019 perekonomian Indonesia tercatat tumbuh sebesar 5,07% secara tahunan, jauh di bawah konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia sebesar 5,19%. Pada kuartal II-2019, perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,05% secara tahunan, sama persis dengan konsensus.
Angka pertumbuhan ekonomi pada tiga bulan pertama tahun ini sedikit berada di atas capaian periode yang sama tahun sebelumnya (kuartal I-2018) yang sebesar 5,06%. Sementara untuk periode kuartal-II 2019, pertumbuhan ekonomi jauh lebih rendah jika dibandingkan capaian kuartal II-2018 yang mencapai 5,27%.
Pada kuartal III-2019, angka pertumbuhan ekonomi yang hanya mencapai 5,02% tersebut lantas berada di bawah capaian periode kuartal I-2019 dan kuartal II-2019. Capaian tersebut juga jauh lebih rendah dari capaian pada kuartal III-2018 kala perekonomian Indonesia mampu tumbuh 5,17% secara tahunan.
Walaupun terbilang lemah, seperti yang sudah disebutkan di atas, pelaku pasar mengapresiasi fakta bahwa perekonomian Indonesia masih mampu tumbuh di atas 5%. Pasalnya, sebelum angka pertumbuhan ekonomi dirilis, ada kekhawatiran yang besar bahwa perekonomian Indonesia tak akan mampu tumbuh mencapai 5%.
Berbicara mengenai angka pertumbuhan ekonomi, pastilah kita berbicara mengenai konsumsi rumah tangga. Maklum, lebih dari 50% perekonomian Indonesia dibentuk oleh konsumsi rumah tangga. Pada tahun 2018, konsumsi rumah tangga menyumbang sebesar 55,7% dari total perekonomian Indonesia.
Jika ditotal untuk periode kuartal III-2019, Indonesia membukukan inflasi sebesar 0,16% saja. Inflasi pada kuartal III-2019 berada jauh di bawah rata-rata inflasi kuartal III dalam empat tahun pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mencapai 0,62%.
(hps/tas) Next Article Ekonomi RI Tumbuh 5,44%, IHSG Coba Libas Hijau Sepekan
Pada saat yang sama, data perdagangan mencatat, investor asing memanfaatkan koreksi harga saham tersebut dengan melakukan akumulasi beli. Nilai beli bersih (net buy) investor asing tercatat mencapai Rp 10,63 di seluruh pasar, sementara di pasar negosiasi nilai net buy tercatat mencapai Rp 18,04 miliar.
Namun akumulasi beli asing tersebut tak bisa mendorong IHSG, karena pada saat bersamaan investor domestik melakukan aksi jual.
Sentimen positif bagi yakni rilis angka pertumbuhan ekonomi yang kemarin, kini tak lagi mampu berbicara banyak.
Sepanjang kuartal III-2019, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,02% secara tahunan (year-on-year/YoY).
Capaian tersebut sama persis dengan konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia, namun lebih tinggi ketimbang konsensus yang dihimpun oleh Bloomberg yang hanya sebesar 5%.
Kemarin, respons pelaku pasar saham tanah air terhadap rilis angka pertumbuhan ekonomi sangatlah positif lantaran mereka dibuat lega dengan fakta bahwa perekonomian Indonesia masih mampu tumbuh di atas 5%.
Ini artinya, upaya Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mendorong ekonomi tumbuh 7%, sangat sulit tercapai.
Sekadar mengingatkan, 7% merupakan target pertumbuhan ekonomi yang dicanangkan Jokowi kala berkompetisi melawan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dalam gelaran pemilihan presiden (Pilpres) 2014.
Upaya untuk mendorong hal tersebut menjadi semakin sulit karena faktor eksternal dan internal terkait dengan perizinan dan birokrasi. Jika tak segera ada perbaikan, bukan tidak mungkin angka pertumbuhan ekonomi akan terus turun.
Untuk diketahui, pada kuartal I-2019 perekonomian Indonesia tercatat tumbuh sebesar 5,07% secara tahunan, jauh di bawah konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia sebesar 5,19%. Pada kuartal II-2019, perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,05% secara tahunan, sama persis dengan konsensus.
Angka pertumbuhan ekonomi pada tiga bulan pertama tahun ini sedikit berada di atas capaian periode yang sama tahun sebelumnya (kuartal I-2018) yang sebesar 5,06%. Sementara untuk periode kuartal-II 2019, pertumbuhan ekonomi jauh lebih rendah jika dibandingkan capaian kuartal II-2018 yang mencapai 5,27%.
Pada kuartal III-2019, angka pertumbuhan ekonomi yang hanya mencapai 5,02% tersebut lantas berada di bawah capaian periode kuartal I-2019 dan kuartal II-2019. Capaian tersebut juga jauh lebih rendah dari capaian pada kuartal III-2018 kala perekonomian Indonesia mampu tumbuh 5,17% secara tahunan.
Walaupun terbilang lemah, seperti yang sudah disebutkan di atas, pelaku pasar mengapresiasi fakta bahwa perekonomian Indonesia masih mampu tumbuh di atas 5%. Pasalnya, sebelum angka pertumbuhan ekonomi dirilis, ada kekhawatiran yang besar bahwa perekonomian Indonesia tak akan mampu tumbuh mencapai 5%.
Berbicara mengenai angka pertumbuhan ekonomi, pastilah kita berbicara mengenai konsumsi rumah tangga. Maklum, lebih dari 50% perekonomian Indonesia dibentuk oleh konsumsi rumah tangga. Pada tahun 2018, konsumsi rumah tangga menyumbang sebesar 55,7% dari total perekonomian Indonesia.
Ada Rekomendasi Profit Taking
[Gambas:Video CNBC]
Jika ditotal untuk periode kuartal III-2019, Indonesia membukukan inflasi sebesar 0,16% saja. Inflasi pada kuartal III-2019 berada jauh di bawah rata-rata inflasi kuartal III dalam empat tahun pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mencapai 0,62%.
(hps/tas) Next Article Ekonomi RI Tumbuh 5,44%, IHSG Coba Libas Hijau Sepekan
Most Popular