Tiga Hari Perkasa, Rupiah Kini Terlemah di Asia!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
06 November 2019 10:27
Faktor Domestik dan Eksternal Bebani Rupiah
Ilustrasi Rupiah (REUTERS/Willy Kurniawan)
Dari dalam negeri, pelemahan rupiah sepertinya dipicu oleh aksi ambil untung. Sebelumnya, rupiah sudah menguat selama tiga hari perdagangan beruntun. Dalam sebulan terakhir, penguatan rupiah bahkan mencapai 1,17%.

Oleh karena itu, wajar jika investor tergoda untuk mencairkan cuan. Sebab rupiah yang sudah 'mahal' tentu menarik untuk dijual.


Sementara di sisi eksternal, investor tampaknya ragu masuk ke pasar keuangan Asia setelah rilis data yang mengecewakan di Jepang. Purchasing Managers Index (PMI) Jepang periode Oktober tercatat 49,1, turun dibandingkan September yang sebesar 51,5.

Angka PMI di bawah 50 menandakan dunia usaha tidak melakukan ekspansi, bahkan yang ada malah mengalami kontraksi. Ini adalah kontraksi pertama selama lebih dari tiga tahun.

 

"Ekonomi Jepang mengalami benturan pada Oktober, karena kenaikan pajak konsumsi yang mulai berlaku. Selain itu, pemesanan produk manufaktur juga menurun akibat tensi perdagangan dan pelemahan permintaan global. Namun sektor jasa tetap mampu bertahan dengan PMI di level optimistis 50,3," kata Joe Hayes, Ekonom IHS Markit, dalam keterangan tertulis.

Perlambatan ekonomi yang menyebar di berbagai negara, tidak terkecuali di Asia, membuat investor ketar-ketir. Belum ada pelaku pasar (dan seluruh dunia) masih menanti kejelasan kapan kesepakatan damai dagang AS-China fase I bakal diteken.

Mengutip Financial Times, salah satu poin dalam kesepakatan tersebut adalah AS menghapus rencana pengenaan bea masuk untuk importasi produk China senilai US$ 156 miliar yang sedianya berlaku 15 Desember. Produk-produk yang rencananya kena bea masuk adalah telepon seluler, laptop, sampai mainan anak-anak.

Namun, seperti diwartakan Reuters, China meminta AS untuk menghapus lebih banyak lagi bea masuk. China mendorong agar AS menghapus bea masuk 15% bagi impor produk mereka senilai US$ 125 miliar yang belaku September lalu.

Seorang sumber yang dekat dekat tim negosiator China mengungkapkan Beijing ingin agar AS menghapus seluruh bea masuk secepatnya. Namun pernyataan resmi dari pemerintah China masih normatif saja.

"Pembicaraan dengan AS terus menunjukkan kemajuan dan sesuai dengan rencana. Pengenaan bea masuk bukan langkah terbaik untuk menyelesaikan isu perdagangan," kata Geng Shuang, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, seperti diberitakan Reuters.

Kini pelaku pasar menantikan kepastian kapan perjanjian damai dagang fase I akan diteken, yang katanya bisa bulan ini. Sebelum ada hitam di atas putih, maka berbagai spekulasi masih akan berseliweran dan menambah ketidakpastian. Ini yang membuat investor memasang mode wait and see sehingga arus modal belum banyak mengalir ke negara berkembang Asia.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/aji)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular