Berharap AS-China Makin Membaik, Straits Times Naik Tipis

Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
06 November 2019 08:48
Indeks Straits Times (STI) dibuka menguat 0,12% ke level 3.252,61 indeks poin
Foto: Bursa Singapura (REUTERS/Edgar Su)
Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham acuan Singapura dibuka menguat terbatas pada perdagangan hari ini (6/11/2019) seiring dengan sikap investor yang lebih berhati-hati dalam memantau kelanjutan hubungan dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China

Indeks Straits Times (STI) dibuka menguat 0,12% ke level 3.252,61 indeks poin, di mana dari 30 saham yang menghuni indeks acuan bursa saham Singapura tersebut, 10 saham yang mencatatkan kenaikan harga, 11 saham melemah, dan 5 saham tidak mencatatkan perubahan harga.

Kesepakatan dagang fase pertama pada bulan ini direncanakan akan dapat ditandatangani oleh Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping, walau lokasi pasti belum diinformasikan.

Sementara itu, meski kedua belah pihak berupaya mewujudkan hal tersebut, Negeri Tiongkok menginginkan bahwa perjanjian yang ditandatangani meliputi penghapusan tarif atas produk impor asal China senilai US$ 125 miliar yang berlaku 1 September silam, seperti diwartakan South China Morning Post (SCMP) dilansir dari CNBC International.

Perusahaan media milik pemerintah China tersebut juga menulis bahwa "komitmen yang tegas pada penghapusan bea masuk" diperlukan bagi Beijing untuk berkunjung ke Washington.

Analis juga berharap bahwa sejatinya perjanjian damai dagang akan berujung pada penghapusan tarif yang selama ini saling dikenakan oleh kedua negara.

"Perang dagang adalah alasan terbesar yang mengakibatkan pertumbuhan global melemah dalam 18 bulan terakhir. Kami ingin melihat tarif diturunkan. Kami masih menunggu tanda-tanda resolusi yang lebih jelas," ujar Shane Oliver, Kepala Strategi Investasi dan Ekonomi di AMP Capital Investor, dikutip dari Reuters.

Mengapa perang dagang jadi momok perlambatan ekonomi? Pasalnya, pemberlakuan tarif tersebut membuat pelaku industri menanggung biaya yang lebih besar dan akhirnya mengurangi produksi mereka karena lesunya permintaan.

Pada September, output manufaktur AS turun 0,5% dibandingkan bulan sebelumnya. Sedangkan output manufaktur di China masih tumbuh 4,2% YoY, tetapi merupakan laju terlemah setidaknya sejak 2006.

Kala pengusaha di AS dan China mengurangi produksi, permintaan bahan baku dan barang modal dari negara-negara lain ikut turun, tidak terkecuali Singapura.

Pada hari ini tidak ada rilis data ekonomi dari Singapura

TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/dwa) Next Article Simpang Siur Kabar AS-China, Bursa Singapura Memerah

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular