
Tak Terima Ekonomi Tumbuh Sesuai Ekspektasi? IHSG Terkikis

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak turun pasca Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka pertumbuhan ekonomi.
Sepanjang kuartal III-2019, perekonomian Indonesia tercatat tumbuh 5,02% secara tahunan (year-on-year/YoY), sesuai dengan konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia.
Terlepas dari pertumbuhan ekonomi yang bisa menyamai ekspektasi para ekonom, IHSG justru bergerak turun. Sebelum angka pertumbuhan ekonomi dirilis, IHSG menguat 0,39% ke level 6.204,35. Kini, penguatan IHSG tersisa 0,36% ke level 6.202,8.
Memang, penurunan IHSG sejak angka pertumbuhan ekonomi dirilis tak signifikan, namun di sisi lain angka pertumbuhan ekonomi yang sesuai ekspektasi juga tak bisa mengerek naik kinerja pasar saham tanah air.
Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa angka pertumbuhan ekonomi yang sebesar 5,02% tersebut terbilang lemah.
Untuk diketahui, pada kuartal I-2019 perekonomian Indonesia tercatat tumbuh sebesar 5,07% secara tahunan, jauh di bawah konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia sebesar 5,19%. Pada kuartal II-2019, perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,05% secara tahunan, sama persis dengan konsensus. Untuk periode semester I-2019, perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,06% YoY.
Angka pertumbuhan ekonomi pada tiga bulan pertama tahun ini sedikit berada di atas capaian pada periode yang sama tahun sebelumnya (kuartal I-2018) yang sebesar 5,06%. Sementara untuk periode kuartal-II 2019, pertumbuhan ekonomi jauh lebih rendah jika dibandingkan capaian kuartal II-2018 yang mencapai 5,27%.
Pada kuartal III-2019, angka pertumbuhan ekonomi yang hanya mencapai 5,02% tersebut lantas berada di bawah capaian periode kuartal I-2019 dan kuartal II-2019. Capaian tersebut juga jauh lebih rendah dari capaian pada kuartal III-2018 kala perekonomian Indonesia mampu tumbuh 5,17% secara tahunan.
Memang, sinyal bahwa pertumbuhan ekonomi periode kuartal III-2019 akan berada di level yang relatif rendah sudah sangat terlihat sebelumnya melalui berbagai data ekonomi yang sudah terlebih dulu dirilis.
Berbicara mengenai angka pertumbuhan ekonomi, pastilah kita berbicara mengenai konsumsi rumah tangga. Maklum, lebih dari 50% perekonomian Indonesia dibentuk oleh konsumsi rumah tangga. Pada tahun 2018, konsumsi rumah tangga menyumbang sebesar 55,7% dari total perekonomian Indonesia.
Ada indikasi yang kuat bahwa daya beli masyarakat Indonesia sedang berada dalam posisi yang lemah. Pada pekan lalu, BPS mengumumkan bahwa pada Oktober 2019 terjadi inflasi sebesar 0,02% secara bulanan (month-on-month/MoM), sementara inflasi secara tahunan berada di level 3,13%.
"Hasil pantauan BPS di 82 kota terjadi inflasi 0,02%. Untuk inflasi tahun kalender Januari-Oktober 2019 mencapai 2,22% dan year-on-year 3,13%," kata Kepala BPS Suhariyanto dalam konferensi persnya, Jumat (1/11/2019).
Inflasi pada bulan lalu berada di posisi yang lebih rendah ketimbang konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan adanya inflasi sebesar 0,12% secara bulanan, sementara inflasi secara tahunan diperkirakan sebesar 3,23%.
Lantas, lagi-lagi inflasi berada di bawah ekspektasi. Untuk periode September 2019, BPS mencatat terjadi deflasi sebesar 0,27% secara bulanan, lebih dalam dibandingkan dengan konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia yang memproyeksikan deflasi sebesar 0,15% saja.
Untuk diketahui, jika ditotal untuk periode kuartal III-2019, Indonesia membukukan inflasi sebesar 0,16% saja. Inflasi pada kuartal III-2019 berada jauh di bawah rata-rata inflasi kuartal III dalam empat tahun pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mencapai 0,62%.
Lebih lanjut, indikasi lemahnya daya beli masyarakat Indonesia juga datang dari kinerja penjualan barang-barang ritel yang lesu. Sudah sedari bulan Mei, pertumbuhan penjualan barang-barang ritel tak bisa mengalahkan capaian periode yang sama tahun sebelumnya. Bahkan pada bulan Juni, penjualan barang-barang ritel terkontraksi 1,8% secara tahunan. Pada Juni 2018, diketahui ada pertumbuhan sebesar 2,3% YoY.
Hingga saat ini, konferensi pers dari BPS masih berlangsung.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/ank) Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000
