
Walau Pasar Saham Loyo, Rupiah Berjaya & Kokoh Menguat
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
04 November 2019 13:45

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah masih bertahan di zona apresiasi hingga siang hari ini, Senin (4/11/2019).
Pada pembukaan perdagangan di pasar spot, rupiah menguat 0,29% ke level Rp 13.990/dolar AS. Pada pukul 13:00 WIB, rupiah menguat 0,12% ke level Rp 14.013/dolar AS. Walau penguatannya menipis, setidaknya rupiah masih mencetak apresiasi.
Jika bertahan hingga akhir perdagangan, maka apresiasi pada hari ini akan menandai apresiasi yang kedua secara beruntun.
Kinerja rupiah senada dengan mayoritas mata uang negara-negara Asia lainnya yang juga sedang perkasa melawan dolar AS.
Untuk diketahui, rupiah menguat kala pasar saham tanah air sedang diterpa terkanan jual. Padahal biasanya, rupiah dan pasar saham bergerak searah. Per akhir sesi satu perdagangan hari ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selaku indeks saham acuan utama di Indonesia melemah 0,2% ke level 6.194,71.
Sentimen yang mewarnai perdagangan hari ini memang mendukung bagi pelaku pasar untuk melakukan aksi beli atas instrumen keuangan yang relatif berisiko di kawasan Asia. Kini, ada optimisme yang membuncah bahwa AS dan China akan segera bisa meneken kesepakatan dagang tahap satu.
Menteri Perdagangan AS Wilbur Ross optimistis bahwa kesepakatan dagang tahap satu antara AS dan China akan bisa diteken pada bulan ini juga. Sementara itu, Presiden AS Donald Trump mengungkapkan bahwa jika kedua negara benar berhasil menyepakati kesepakatan dagang tahap satu, penandatanganan akan digelar di AS.
"Pertama-tama, saya ingin meneken kesepakatan dagang," kata Trump di Gedung Putih kala berbicara di hadapan reporter, Minggu (3/11/2019), seperti dilansir dari Bloomberg.
"Lokasi penandatangan kesepakatan dagang, untuk saya, sangatlah mudah (untuk ditentukan)."
Untuk diketahui, sebelumnya AS dan China berencana untuk meneken kesepakatan dagang tahap satu di Chile, kala Trump bertemu dengan Presiden China XI Jinping di sela-sela gelaran KTT APEC. Namun, rencana tersebut kemudian dipertanyakan menyusul keputusan Chile untuk membatalkan gelaran tersebut, seiring dengan aksi demonstrasi yang tak kunjung padam di sana.
Wajar jika pelaku pasar begitu mengapresiasi potensi ditekennya kesepakatan dagang tahap satu antara AS dan China.
Pasalnya, hingga saat ini kedua negara telah mengenakan bea masuk tambahan terhadap produk impor dari masing-masing negara senilai ratusan miliar. Bahkan, AS telah bersikap lebih keras dengan memblokir perusahaan-perusahaan asal China dari melakukan bisnis dengan AS.
Pada Mei 2019, Trump mendeklarasikan kondisi darurat nasional di sektor teknologi melalui sebuah perintah eksekutif. Dengan aturan itu, Menteri Perdagangan Wilbur Ross menjadi memiliki wewenang untuk memblokir transaksi dalam bidang teknologi informasi atau komunikasi yang menimbulkan risiko bagi keamanan nasional AS.
Bersamaan kebijakan ini, Huawei Technologies dan 68 entitas yang terafiliasi dengan Huawei Technologies dimasukkan ke dalam daftar perusahaan yang dilarang membeli perangkat dan komponen dari perusahaan AS tanpa persetujuan pemerintah.
Dalam keterangan resmi yang diperoleh CNBC Indonesia dari halaman Federal Register, pemerintah AS beralasan bahwa terdapat dasar yang cukup untuk mengambil kesimpulan bahwa Huawei telah terlibat dalam aktivitas-aktivitas yang bertentangan dengan keamanan nasional atau arah kebijakan luar negeri dari AS.
Bukan hanya keamanan nasional, Hak Asasi Manusia (HAM) juga dijadikan alasan oleh pihak AS untuk memblokir perusahaan asal China dalam upayanya untuk memenangkan perang dagang. Per tanggal 9 Oktober 2019, AS resmi memasukkan 28 entitas asal China ke dalam daftar hitam, di mana sebanyak delapan di antaranya merupakan perusahaan teknologi raksasa asal China.
Dimasukkan delapan perusahaan teknologi raksasa asal China tersebut membuat mereka tak bisa melakukan bisnis dengan perusahaan asal AS tanpa adanya lisensi khusus. AS beralasan bahwa kedelapan perusahaan tersebut terlibat dalam pelanggaran HAM terhadap kaum Muslim di Xinjiang, China.
Jika AS dan China benar bisa meneken kesepakatan dagang tahap satu, ada peluang bea masuk tambahan yang kini sudah diterapkan dan pemblokiran terhadap perusahaan-perusahaan asal China bisa dicabut. Jika ini yang terjadi, roda perekonomian dunia bisa dipacu untuk berputar lebih kencang.
Pada pembukaan perdagangan di pasar spot, rupiah menguat 0,29% ke level Rp 13.990/dolar AS. Pada pukul 13:00 WIB, rupiah menguat 0,12% ke level Rp 14.013/dolar AS. Walau penguatannya menipis, setidaknya rupiah masih mencetak apresiasi.
Jika bertahan hingga akhir perdagangan, maka apresiasi pada hari ini akan menandai apresiasi yang kedua secara beruntun.
Untuk diketahui, rupiah menguat kala pasar saham tanah air sedang diterpa terkanan jual. Padahal biasanya, rupiah dan pasar saham bergerak searah. Per akhir sesi satu perdagangan hari ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selaku indeks saham acuan utama di Indonesia melemah 0,2% ke level 6.194,71.
Sentimen yang mewarnai perdagangan hari ini memang mendukung bagi pelaku pasar untuk melakukan aksi beli atas instrumen keuangan yang relatif berisiko di kawasan Asia. Kini, ada optimisme yang membuncah bahwa AS dan China akan segera bisa meneken kesepakatan dagang tahap satu.
Menteri Perdagangan AS Wilbur Ross optimistis bahwa kesepakatan dagang tahap satu antara AS dan China akan bisa diteken pada bulan ini juga. Sementara itu, Presiden AS Donald Trump mengungkapkan bahwa jika kedua negara benar berhasil menyepakati kesepakatan dagang tahap satu, penandatanganan akan digelar di AS.
"Pertama-tama, saya ingin meneken kesepakatan dagang," kata Trump di Gedung Putih kala berbicara di hadapan reporter, Minggu (3/11/2019), seperti dilansir dari Bloomberg.
"Lokasi penandatangan kesepakatan dagang, untuk saya, sangatlah mudah (untuk ditentukan)."
Untuk diketahui, sebelumnya AS dan China berencana untuk meneken kesepakatan dagang tahap satu di Chile, kala Trump bertemu dengan Presiden China XI Jinping di sela-sela gelaran KTT APEC. Namun, rencana tersebut kemudian dipertanyakan menyusul keputusan Chile untuk membatalkan gelaran tersebut, seiring dengan aksi demonstrasi yang tak kunjung padam di sana.
Wajar jika pelaku pasar begitu mengapresiasi potensi ditekennya kesepakatan dagang tahap satu antara AS dan China.
Pasalnya, hingga saat ini kedua negara telah mengenakan bea masuk tambahan terhadap produk impor dari masing-masing negara senilai ratusan miliar. Bahkan, AS telah bersikap lebih keras dengan memblokir perusahaan-perusahaan asal China dari melakukan bisnis dengan AS.
Pada Mei 2019, Trump mendeklarasikan kondisi darurat nasional di sektor teknologi melalui sebuah perintah eksekutif. Dengan aturan itu, Menteri Perdagangan Wilbur Ross menjadi memiliki wewenang untuk memblokir transaksi dalam bidang teknologi informasi atau komunikasi yang menimbulkan risiko bagi keamanan nasional AS.
Bersamaan kebijakan ini, Huawei Technologies dan 68 entitas yang terafiliasi dengan Huawei Technologies dimasukkan ke dalam daftar perusahaan yang dilarang membeli perangkat dan komponen dari perusahaan AS tanpa persetujuan pemerintah.
Dalam keterangan resmi yang diperoleh CNBC Indonesia dari halaman Federal Register, pemerintah AS beralasan bahwa terdapat dasar yang cukup untuk mengambil kesimpulan bahwa Huawei telah terlibat dalam aktivitas-aktivitas yang bertentangan dengan keamanan nasional atau arah kebijakan luar negeri dari AS.
Bukan hanya keamanan nasional, Hak Asasi Manusia (HAM) juga dijadikan alasan oleh pihak AS untuk memblokir perusahaan asal China dalam upayanya untuk memenangkan perang dagang. Per tanggal 9 Oktober 2019, AS resmi memasukkan 28 entitas asal China ke dalam daftar hitam, di mana sebanyak delapan di antaranya merupakan perusahaan teknologi raksasa asal China.
Dimasukkan delapan perusahaan teknologi raksasa asal China tersebut membuat mereka tak bisa melakukan bisnis dengan perusahaan asal AS tanpa adanya lisensi khusus. AS beralasan bahwa kedelapan perusahaan tersebut terlibat dalam pelanggaran HAM terhadap kaum Muslim di Xinjiang, China.
Jika AS dan China benar bisa meneken kesepakatan dagang tahap satu, ada peluang bea masuk tambahan yang kini sudah diterapkan dan pemblokiran terhadap perusahaan-perusahaan asal China bisa dicabut. Jika ini yang terjadi, roda perekonomian dunia bisa dipacu untuk berputar lebih kencang.
Next Page
Pertumbuhan Ekonomi Dikhawatirkan Loyo
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular