Sedikit Lagi Hijau, Rupiah Harus Puas Finis di Jalur Merah

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
30 October 2019 16:40
Sedikit Lagi Hijau, Rupiah Harus Puas Finis di Jalur Merah
Ilustrasi Dolar AS dan Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah di perdagangan pasar spot hari ini. Namun saat lapak ditutup, pelemahan rupiah sudah sangat tipis.

Pada Rabu (30/10/2019), US$ 1 setara dengan Rp 14.022 kala penutupan pasar spot. Rupiah melemah tipis hampir flat di 0,01% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.

Kala pembukaan pasar, rupiah sudah melemah 0,11%. Selepas itu depresiasi rupiah sempat semakin dalam.

Akan tetapi, nasib rupiah mulai berubah jelang penutupan pasar. Depresiasi mata uang Tanah Air terus menipis meski tidak sampai habis. Rupiah pun harus puas finis di jalur merah meski pelemahannya tinggal sangat tipis.


Berikut pergerakan kurs dolar AS terhadap rupiah sepanjang hari ini:



Andai punya lebih banyak waktu, rupiah bukan tidak mungkin berbalik menguat. Sebab mayoritas mata uang Asia lainnya yang sempat bernasib sama dengan rupiah berhasil menyeberang ke zona hijau.

Kini tinggal rupiah. Dolar Hong Kong, rupee India, dan ringgit Malaysia yang masih melemah. Seperti halnya rupiah, pelemahan berbagai mata uang tersebut tipis-tipis saja.

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 16:11 WIB:

 




Pasar keuangan Asia yang awalnya tertekan mampu bangkit setelah kedatangan kabar baik dari Eropa. Pertama, pertumbuhan ekonomi Prancis pada kuartal III-2019 tumbuh 0,3% secara kuartalan. Lebih baik ketimbang konsensus pasar yang dihimpun Trading Economics yaitu 0,2%.

Prancis adalah perekonomian terbesar kedua di Benua Biru. Kala ekonomi Prancis masih kuat, maka ada harapan Eropa bisa melalui masa-masa berat dan menghindari resesi.

Baca: Eropa, 'Pusat Gempa' Resesi Ekonomi Dunia?

Kedua, indeks kepercayaan manufaktur di Italia pada Oktober berada di angka 99,6. Lebih baik ketimbang bulan sebelumnya yaitu 99 dan di atas ekspekstasi pasar yang memperkirakan sebesar 98,5.

Angin segar dari Eropa sepertinya mampu menutup kekhawatiran pasar terhadap perkembangan relasi AS-China. Beredar kabar bahwa penandatanganan kesepakatan damai dagang fase I kemungkinan mundur dari perkiraan semula, yaitu pada pertengahan November bertepatan dengan KTT Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) di Chile.


Kini datang berita yang lebih kurang mengenakkan lagi. Kita tahu bahwa salah satu butir kesepakatan damai dagang adalah China berkomitmen untuk membeli lebih banyak produk agrikultur asal AS. Namun, muncul suara-suara keberatan dari Negeri Tirai Bambu.

"China tidak mau membeli barang dalam jumlah besar, yang ternyata tidak dibutuhkan oleh orang-orang di sini. Atau harus membeli barang saat tidak ada permintaan," tegas salah seorang pejabat di perusahaan milik negara di China, seperti diwartakan Reuters.

Jika produk pertanian AS masuk dalam jumlah besar ke pasar China, lanjut sang pejabat, maka pasar domestik akan kesulitan untuk menyerap. Hasilnya adalah keseimbangan antara penawaran dan permintaan akan rusak.

Wah, kalau China sampai tidak mau membeli produk pertanian dalam jumlah banyak maka Presiden AS Donald Trump sangat mungkin bakal ngambek. Kalau Trump sudah mutung, bisa-bisa kesepakatan damai dagang batal. Hawa damai dagang yang saat ini begitu terasa akan buyar, dan selamat datang kembali perang dagang AS-China.


TIM RISET CNBC INDONESIA



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular