
Tunggu Rapat The Fed, Rupiah Lesu di Kurs Tengah BI dan Spot
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
30 October 2019 10:21

Jelang rapat Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) yang hasilnya diumumkan pada 31 Oktober dini hari waktu Indonesia, mata uang Negeri Paman Sam masih mampu perkasa. Pada pukul 10:07 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback secara relatif di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,3%.
Padahal kemungkinan besar Ketua Jerome 'Jay' Powell dan sejawat bakal menurunkan suku bunga acuan. Mengutip perangkat CME Fedwatch, probabilitas penurunan Federal Funds Rate sebesar 25 basis poin (bps) mencapai 98,3%. Amat sangat tinggi sekali.
Akan tetapi, investor melihat masih ada sedikit peluang suku bunga acuan tidak akan diturunkan. Pasalnya, data-data ekonomi terbaru di AS lumayan mengesankan.
Pertama, penjualan ritel yang dicerminkan dalam Redbook mencatat kenaikan 4,3% year-on-year (YoY) pada pekan yang berakhir 26 Oktober. Lebih baik ketimbang pertumbuhan pekan sebelumnya yaitu 4,3%.
Kedua, indeks harga perumahan AS pada Agustus naik 2% YoY. Sementara penjualan rumah bukan baru pada September naik 3,9% YoY, laju pertumbuhan terbaik sejak Desember 2015.
Data-data ini mengisyaratkan perekonomian AS masih menggeliat, dan kemungkinan besar resesi tidak akan terjadi dalam waktu dekat. Kalau situasinya seperti ini, apakah stimulus moneter berupa penurunan suku bunga acuan masih dibutuhkan?
Perkembangan ini membuat investor belum berani terlalu agresif masuk ke instrumen berisiko di negara berkembang Asia, termasuk Indonesia. Lebih baik menunggu hasil rapat The Fed, baru menentukan langkah lebih lanjut.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(aji/aji)
Padahal kemungkinan besar Ketua Jerome 'Jay' Powell dan sejawat bakal menurunkan suku bunga acuan. Mengutip perangkat CME Fedwatch, probabilitas penurunan Federal Funds Rate sebesar 25 basis poin (bps) mencapai 98,3%. Amat sangat tinggi sekali.
Akan tetapi, investor melihat masih ada sedikit peluang suku bunga acuan tidak akan diturunkan. Pasalnya, data-data ekonomi terbaru di AS lumayan mengesankan.
Kedua, indeks harga perumahan AS pada Agustus naik 2% YoY. Sementara penjualan rumah bukan baru pada September naik 3,9% YoY, laju pertumbuhan terbaik sejak Desember 2015.
Data-data ini mengisyaratkan perekonomian AS masih menggeliat, dan kemungkinan besar resesi tidak akan terjadi dalam waktu dekat. Kalau situasinya seperti ini, apakah stimulus moneter berupa penurunan suku bunga acuan masih dibutuhkan?
Perkembangan ini membuat investor belum berani terlalu agresif masuk ke instrumen berisiko di negara berkembang Asia, termasuk Indonesia. Lebih baik menunggu hasil rapat The Fed, baru menentukan langkah lebih lanjut.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular