Tunggu Rapat The Fed, Rupiah Lesu di Kurs Tengah BI dan Spot

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
30 October 2019 10:21
Tunggu Rapat The Fed, Rupiah Lesu di Kurs Tengah BI dan Spot
Ilustrasi Dolar AS dan Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah di kurs tengah Bank Indonesia (BI). Rupiah juga bergerak di jalur merah di perdagangan pasar spot.

Pada Rabu (30/10/2019), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.044. Rupiah melemah 0,11% dan menyentuh titik terlemah sejak 23 Oktober.



Sementara di pasar spot, rupiah juga melemah. Pada pukul 10:00 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.038 di mana rupiah melemah 0,13%.

Kala pembukaan pasar, rupiah sudah melemah 0,11%. Seiring perjalanan, depresiasi rupiah semakin dalam.


Namun tidak cuma rupiah, mayoritas mata uang utama Asia pun tidak berdaya menghadapi dolar AS. Sejauh ini hanya yuan China, yen Jepang, baht Thailand, dan dolar Taiwan yang mampu menguat.

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 10:05 WIB:

 

(BERLANJUT KE HALAMAN 2)


Jelang rapat Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) yang hasilnya diumumkan pada 31 Oktober dini hari waktu Indonesia, mata uang Negeri Paman Sam masih mampu perkasa. Pada pukul 10:07 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback secara relatif di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,3%.

Padahal kemungkinan besar Ketua Jerome 'Jay' Powell dan sejawat bakal menurunkan suku bunga acuan. Mengutip perangkat CME Fedwatch, probabilitas penurunan Federal Funds Rate sebesar 25 basis poin (bps) mencapai 98,3%. Amat sangat tinggi sekali.


Akan tetapi, investor melihat masih ada sedikit peluang suku bunga acuan tidak akan diturunkan. Pasalnya, data-data ekonomi terbaru di AS lumayan mengesankan.

Pertama, penjualan ritel yang dicerminkan dalam Redbook mencatat kenaikan 4,3% year-on-year (YoY) pada pekan yang berakhir 26 Oktober. Lebih baik ketimbang pertumbuhan pekan sebelumnya yaitu 4,3%.

Kedua, indeks harga perumahan AS pada Agustus naik 2% YoY. Sementara penjualan rumah bukan baru pada September naik 3,9% YoY, laju pertumbuhan terbaik sejak Desember 2015.

Data-data ini mengisyaratkan perekonomian AS masih menggeliat, dan kemungkinan besar resesi tidak akan terjadi dalam waktu dekat. Kalau situasinya seperti ini, apakah stimulus moneter berupa penurunan suku bunga acuan masih dibutuhkan?

Perkembangan ini membuat investor belum berani terlalu agresif masuk ke instrumen berisiko di negara berkembang Asia, termasuk Indonesia. Lebih baik menunggu hasil rapat The Fed, baru menentukan langkah lebih lanjut.




TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular