
Ditekan Fintech, Benarkah NIM Bank Merosot? Ini Faktanya
Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
29 October 2019 15:23

Jakarta, CNBC Indonesia - Lembaga konsultan kenamaan dunia, McKinsey & Co, menyebut bahwa separuh bank-bank di seluruh dunia berada di posisi yang lemah karena keberadaan perusahaan fintech hingga perusahaan teknologi raksasa seperti Apple Inc. dan Alphabet Inc. meningkatkan persaingan di industri tersebut dan menekan tingkat pengembalian industri, dilansir dari Bloomberg.
Terlebih lagi keberadaan mereka juga mempengaruhi perilaku konsumen, tidak terkecuali nasabah perbankan.
Industri perbankan Indonesia juga tidak dapat lolos dari tekanan tersebut. Hal ini dapat dilihat dari perolehan marjin bunga bersih alias Net Interest Margin (NIM) yang menunjukkan tren penurunan dalam 5 tahun terakhir.
Dari grafik di atas terlihat bahwa dari 6 bank BUKU IV, 5 di antaranya mencatatkan penurunan NIM antara tahun 2014 hingga akhir September 2019.
Emiten perbankan pelat merah, termasuk PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), menduduki posisi 3 teratas Bank BUKU IV dengan koreksi NIM terdalam.
Sejak akhir Desember 2014 hingga 30 September 2019, NIM bank dengan aset terbesar, BBRI, mencatatkan penurunan paling dalam yakni 149 basis poin (bps). Lalu diikuti oleh BBNI dan BMRI yang turun masing-masing 135 bps dan 45 bps.
Sementara itu, hanya PT Bank Pan Indonesia Tbk (PNBN) yang mampu membukukan kenaikan NIM hingga 167 bps, dari 3,06% di akhir 2014 menjadi 4,73% di September 2019.
(BERLANJUT KE HALAMAN DUA) NIM merupakan suatu tolak ukur yang menggambarkan selisih atau spread antara suku bunga simpanan dengan suku bunga pinjaman (kredit). Bank akan membukukan NIM yang lebih besar jika, suku bunga kreditnya jauh lebih besar dibandingkan dengan suku bunga pinjaman, dan sebaliknya.
Tingkat suku bunga kredit dan suku pinjaman industri perbankan merujuk pada tingkat suku bunga acuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (BI), dalam hal ini BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR).
Dari grafik di atas terilhat bahwa BI7DRR melesat hingga 175 basis poin. Suku bunga acuan yang tinggi akan membuat konsumen memilih untuk menabung dibandingkan mengajukan pinjaman, karena biaya kredit lebih mahal.
Selain itu, untuk dapat menggalang dana pihak ketiga yang cukup, bank mau tidak mau harus menawarkan suku bunga simpanan yang lebih menarik (lebih tinggi) dan menahan diri untuk tidak menaikkan suku bunga pinjaman. Dengan kondisi demikian, wajar saja jika NIM perbankan tertekan.
Akan tetapi, setelah BI menurunkan suku bunga acuan hingga 100 basis poin dalam 4 bulan terakhir, tidak membuat NIM industri perbankan pulih.
BI menurunkan BI 7DRR dengan harapan bahwa perbankan akan menurunkan suku bunga pinjaman mereka. Namun, untuk melakukan hal tersebut, bank harus bersikap bijak.
Pasalnya, untuk menjaga tingkat NIM yang tinggi, berarti suku bunga pinjaman (deposito) juga harus turun seiring dengan penurunan suku bunga kredit. Akan tetapi, kembali lagi, jika suku bunga pinjaman diturunkan, maka dana pihak ketiga yang dapat dihimpun bank beresiko turun.
Akhirnya, mayoritas perbankan lebih memilih untuk menurunkan suku bunga kredit dan menjaga suku bunga pinjaman tetap menarik yang berujung pada capaian NIM yang tidak terlalu tinggi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/dwa) Next Article Diserbu Fintech & Bank Digital, Bagaimana NIM Bank Besar RI?
Terlebih lagi keberadaan mereka juga mempengaruhi perilaku konsumen, tidak terkecuali nasabah perbankan.
Industri perbankan Indonesia juga tidak dapat lolos dari tekanan tersebut. Hal ini dapat dilihat dari perolehan marjin bunga bersih alias Net Interest Margin (NIM) yang menunjukkan tren penurunan dalam 5 tahun terakhir.
Dari grafik di atas terlihat bahwa dari 6 bank BUKU IV, 5 di antaranya mencatatkan penurunan NIM antara tahun 2014 hingga akhir September 2019.
Emiten perbankan pelat merah, termasuk PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), menduduki posisi 3 teratas Bank BUKU IV dengan koreksi NIM terdalam.
Sejak akhir Desember 2014 hingga 30 September 2019, NIM bank dengan aset terbesar, BBRI, mencatatkan penurunan paling dalam yakni 149 basis poin (bps). Lalu diikuti oleh BBNI dan BMRI yang turun masing-masing 135 bps dan 45 bps.
Sementara itu, hanya PT Bank Pan Indonesia Tbk (PNBN) yang mampu membukukan kenaikan NIM hingga 167 bps, dari 3,06% di akhir 2014 menjadi 4,73% di September 2019.
(BERLANJUT KE HALAMAN DUA) NIM merupakan suatu tolak ukur yang menggambarkan selisih atau spread antara suku bunga simpanan dengan suku bunga pinjaman (kredit). Bank akan membukukan NIM yang lebih besar jika, suku bunga kreditnya jauh lebih besar dibandingkan dengan suku bunga pinjaman, dan sebaliknya.
Tingkat suku bunga kredit dan suku pinjaman industri perbankan merujuk pada tingkat suku bunga acuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (BI), dalam hal ini BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR).
Dari grafik di atas terilhat bahwa BI7DRR melesat hingga 175 basis poin. Suku bunga acuan yang tinggi akan membuat konsumen memilih untuk menabung dibandingkan mengajukan pinjaman, karena biaya kredit lebih mahal.
Selain itu, untuk dapat menggalang dana pihak ketiga yang cukup, bank mau tidak mau harus menawarkan suku bunga simpanan yang lebih menarik (lebih tinggi) dan menahan diri untuk tidak menaikkan suku bunga pinjaman. Dengan kondisi demikian, wajar saja jika NIM perbankan tertekan.
Akan tetapi, setelah BI menurunkan suku bunga acuan hingga 100 basis poin dalam 4 bulan terakhir, tidak membuat NIM industri perbankan pulih.
BI menurunkan BI 7DRR dengan harapan bahwa perbankan akan menurunkan suku bunga pinjaman mereka. Namun, untuk melakukan hal tersebut, bank harus bersikap bijak.
Pasalnya, untuk menjaga tingkat NIM yang tinggi, berarti suku bunga pinjaman (deposito) juga harus turun seiring dengan penurunan suku bunga kredit. Akan tetapi, kembali lagi, jika suku bunga pinjaman diturunkan, maka dana pihak ketiga yang dapat dihimpun bank beresiko turun.
Akhirnya, mayoritas perbankan lebih memilih untuk menurunkan suku bunga kredit dan menjaga suku bunga pinjaman tetap menarik yang berujung pada capaian NIM yang tidak terlalu tinggi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/dwa) Next Article Diserbu Fintech & Bank Digital, Bagaimana NIM Bank Besar RI?
Most Popular