Kesepakatan Dagang Bisa Batal Diteken, Indeks Shanghai Turun

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
25 October 2019 08:56
Bursa saham China dan Hong Kong mengawali perdagangan hari ini, Jumat (25/10/2019), di zona merah.
Foto: Reuters
Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham China dan Hong Kong mengawali perdagangan hari ini, Jumat (25/10/2019), di zona merah. Pada pembukaan perdagangan, indeks Shanghai turun 0,02% ke level 2.940,47, sementara indeks Hang Seng melemah 0,01% ke level 26.795,64.

Sentimen pada perdagangan hari ini memang kurang mendukung bagi pelaku pasar untuk melakukan aksi beli atas saham-saham di China dan Hong Kong. Pasalnya, ada potensi bahwa kesepakatan dagang AS-China tahap satu bisa batal diteken.

Mengutip Bloomberg yang mendapatkan informasi dari pihak-pihak yang mengetahui masalah tersebut, China berniat untuk meningkatkan pembelian produk agrikultur asal AS senilai US$ 20 miliar dalam waktu satu tahun jika kesepakatan dagang tahap satu dengan AS bisa diteken

Tambahan pembelian senilai US$ 20 miliar tersebut akan membawa impor produk agrikultur asal AS ke kisaran level tahun 2017 atau sebelum perang dagang AS-China meletus.

Di tahun kedua, jika kesepakatan dagang final bisa diteken dan seluruh bea masuk yang dibebankan AS terhadap produk impor asal China dihapuskan, tambahan pembelian produk agrikultur asal AS bisa dinaikkan menjadi US$ 40 miliar hingga US$ 50 miliar.

Hal ini jelas berpotensi menimbulkan masalah baru. Pasalnya, AS menyebut bahwa kesepakatan dagang tahap satu dengan China akan memasukkan komitmen dari Beijing untuk menambah pembelian produk agrikultur asal AS senilai US$ 40 miliar hingga US$ 50 miliar per tahun (bukan US$ 20 miliar seperti yang saat ini diberitakan). Sebagai gantinya, AS setuju untuk membatalkan pengenaan bea masuk baru bagi produk impor asal China yang sedianya akan dieksekusi pada pekan kemarin.

Jika AS dibuat berang dengan sikap China tersebut, ada potensi bahwa kesepakatan dagang tahap satu akan batal diteken. Malahan, perang dagang kedua negara sangat mungkin untuk tereskalasi.

Ketika perang dagang kedua negara tereskalasi, keduanya sangat mungkin untuk mengalami yang namanya hard landing alias perlambatan pertumbuhan ekonomi yang signifikan.

Untuk diketahui, pada tahun 2018 International Monetary Fund (IMF) mencatat perekonomian AS tumbuh sebesar 2,857%, menandai laju pertumbuhan ekonomi tertinggi sejak tahun 2015.

Pada tahun 2019, IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi AS melambat menjadi 2,6%. Untuk tahun 2020, pertumbuhan ekonomi AS diproyeksikan kembali merosot menjadi 1,9% saja.

Beralih ke China, pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2019 diproyeksikan melandai ke level 6,2%, dari yang sebelumnya 6,6% pada tahun 2018. Pada tahun depan, pertumbuhannya kembali diproyeksikan melandai menjadi 6%.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Optimisme Damai Dagang Angkat Bursa China ke Zona Hijau

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular