
'Panic Selling' Menimpa Unilever, Cek Dulu Fundamentalnya!
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
18 October 2019 19:55

Jakarta, CNBC Indonesia - Kejinya pasar. Sekali saja kinerja PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) mengecewakan, investor saham langsung menghukum saham tersebut dengan penjualan masif dalam 2 hari terakhir, masing-masing 1,86% dan 3,63% atau secara total 5,43% menjadi Rp 43.125/unit dari Rp 45.600/unit.
Koreksi yang cenderung menyerupai aksi jual panik (panic selling) itu bahkan membuat harga sahamnya semakin jauh dari posisi akhir 2018 atau sudah terkoreksi 5,01% terhadap posisi 28 Desember tahun lalu Rp 45.400/unit.
Namun, aksi lepas saham tersebut tidak terlalu 'santuy' karena investor hanya menyorot kinerja Unilever sekilas lalu, di tengah ketiadaan rilis perseroan yang memperjelas penyebab turunnya kinerja tersebut.
Dalam laporan keuangan 9 bulan pertama 2019 (6M-2019) emiten, penurunan terdalam dialami pos penghasilan/(beban) lain-lain. Tercatat di pos itu turun 99,9% atau 1.313,86 kali lipat menjadi tinggal Rp 2,16 miliar dari periode 9M-2018 Rp 2,84 triliun.
Kembali lagi: tidak ada penjelasan detail terhadap tingginya pembanding pos tersebut pada laporan keuangan yang ditambah faktor tidak adanya rilis yang segera menjelaskan 'aksi jual brutal' trader dan investor tersebut.
Namun, bagi yang penasaran dan sempat mengoprek laporan keuangan UNVR tahun lalu, yaitu 9M-2018 dan laporan keuangan teraudit 2018, dijelaskan ada pemasukan Rp 2,66 triliun dari penjualan merek produk olesan (spreads) perusahaan serta aset tak berwujud lain dari produk itu di Indonesia.
Merek global spreads yang dijual termasuk Frytol, Blue Band Master dan Blue Band, Minyak Samin Cap Onta, dan Blue Band Gold. Selain itu, hak yang turut dijual adalah hak untuk mendistribusikan produk yang menggunakan merek dagang global, merek dagang lokal, dan daftar pelanggan di Indonesia, serta aset tak berwujud lain.
Tahun lalu, perseroan menjelaskan melalui prospektus keterbukaan informasi bahwa aset tak berwujud bisnis spreads yang dijual senilai 164 juta euro atau setara Rp 2,65 triliun, saat itu. Aset tak berwujud yang dijual termasuk tidak terbatas pada hak distribusi produk dengan merek dagang global dan lokal serta daftar pelanggan di Indonesia.
Aset berwujud yang dijual senilai Rp 195,47 miliar, yang terdiri dari penjualan aset produksi dan perlengkapan sebesar Rp 152,64 miliar dan penjualan persediaan dan barang dagang sebesar Rp 42,83 miliar.
Perseroan juga akan menyewakan sebagian tanah dan bangunan pabrik di Cikarang yang digunakan untuk pengoperasian aset kategori spreads senilai Rp 56,29 miliar, kemungkinan kepada pemilik baru bisnis itu yakni PT Upfield Consulting Indonesia. Penjualan disertai pelepasan merek dagang lokal sebesar Rp 9,75 miliar.
Cerainya bisnis spreads Unilever Indonesia itu tak lepas dari keputusan menjual bisnis spreads di level induk usahanya di Belanda, sehingga dibuatkan perusahaan baru yakni Upfield Holdings BV dan ditawar oleh beberapa perusahaan dunia sampai akhirnya laku terjual kepada lembaga investasi KKR & Co Inc.
Uniknya, bisnis spreads dengan produk utamanya margarin adalah satu dari dua perusahaan cikal bakal Unilever, Margarine Unie asal Belanda. Perusahaan pembentuk Unilever lain adalah produsen sabun Lever Brothers asal Inggris. Keduanya merger pada September 1929 dan namanya memadukan kedua perusahaan tadi hingga sekarang.
Sama seperti di Eropa, tujuan penjualan spreads di Indonesia saat itu adalah fokus pada produk rumah tangga dan perawatan tubuh (home & personal care). Per akhir September, bisnis home & personal care menyumbang Rp 22,34 triliun atau 69,05% dari total pendapatan Rp 32,36 triliun, yang bersanding dengan bisnis makanan & minuman yang berporsi 30,95% atau senilai Rp 10,01 triliun.
Sehingga, kinerja operasional normal dan organik sepanjang 9-2019 dan tepatnya kinerja organik kuartal III-2019 tidaklah turun. Kinerja kuartal III-2019 berarti hanya mengambil periode Juli-September saja dan mengecualikan kinerja Januari-Juninya.
'Dibela' Juga oleh Analis Pasar
Dalam risetnya hari ini (18/10/19), analis PT RHB Sekuritas Indonesia Michael Setjoadi dan Marco Antonius contohnya, justru menilai bahwa laba inti perseroan pada kuartal III-2019 tumbuh sehat yaitu naik 10,7% akibat turunnya turunnya minyak sawit mentah (crude price oil/CPO) pada periode kuartal II-2019 yang sudah terjadi -8,5% sejak awal tahun.
Di luar itu, Michael dan tim juga mencatat dari laporan keuangan kuartal III-2019-nya, Unilever mengalami kenaikan beban iklan dan riset pasar (research & development/R&D) 35%. Ditelisik lebih dalam dan dipisahkan per kuartal III-2019 dan kuartal III-2018, maka didapatkan kenaikan terjadi 34,57% menjadi Rp 687,04 miliar dari Rp 517,98 miliar.
Tim riset RHB Sekuritas menilai peningkatan disebabkan ramainya peluncuran produk sejak awal tahun seperti pembersih toilet Vixal, Sunlight's Jeruk Nipis, Higienis Plus dan Anti Bau, POND's Instabright Glow Up Cream, dan masker lembaran Citra.
Saat ini, emiten juga baru meluncurkan produk es krim yang lebih terjangkau dengan rentang harga jual Rp 2.000-Rp 3.000, yang menurut Michael adalah upaya menyikapi rentang harga jual pesaing yaitu Glico Wings di produk serupa. Saat ini, produk es krim UNVR yaitu Wall's dengan produk paling murah adalah Paddle Pop seharga Rp 5.000.
Tim RHB masih menyematkan rekomendasi NEUTRAL untuk UNVR dengan target harga (TP) Rp 46.900/unit. Meskipun demikian, rekomendasi dan TP akan dikaji kembali begitu mendapatkan keterangan manajemen perseroan dalam waktu dekat.
Michael memprediksi pendapatan perseroan akan menjadi Rp 45,41 triliun pada akhir tahun ini dan menjadi Rp 48,37 triliun pada tahun depan, dengan laba bersih Rp 8,13 triliun pada akhir 2019 dan Rp 8,65 triliun pada 2020.
Meskipun memprediksi pendapatan akan naik tahun ini dan tahun depan, kedua analis sekuritas itu memprediksi margin pertumbuhan kinerja keuangan UNVR akan terancam oleh prospek harga CPO yang dapat menguat dari posisi saat ini ke depannya.
Karena rekomendasinya masih NEUTRAL untuk UNVR, RHB Sekuritas menyatakan lebih memilih PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) dengan rekomendasi BUY dan TP Rp 12.300/unit serta PT Mayora Indah Tbk (MYOR) dengan rekomendasi BUY dan TP Rp 3.300/unit untuk saham yang berasal dari sektor barang konsumsi.
Analis sekuritas lain yaitu Mimi Halimin dari PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia juga memiliki pandangan serupa dengan Michael. Saat ini Mimi masih mengkaji rekomendasi untuk UNVR, dengan anjuran terakhir yang diberikan pada HOLD tetapi dengan TP yang lebih rendah daripada Michael yaitu Rp 43.500/unit.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/irv) Next Article Harga Barang Naik, Ini Bocoran Kinerja Unilever Q1-2023
Koreksi yang cenderung menyerupai aksi jual panik (panic selling) itu bahkan membuat harga sahamnya semakin jauh dari posisi akhir 2018 atau sudah terkoreksi 5,01% terhadap posisi 28 Desember tahun lalu Rp 45.400/unit.
Namun, aksi lepas saham tersebut tidak terlalu 'santuy' karena investor hanya menyorot kinerja Unilever sekilas lalu, di tengah ketiadaan rilis perseroan yang memperjelas penyebab turunnya kinerja tersebut.
Kembali lagi: tidak ada penjelasan detail terhadap tingginya pembanding pos tersebut pada laporan keuangan yang ditambah faktor tidak adanya rilis yang segera menjelaskan 'aksi jual brutal' trader dan investor tersebut.
Namun, bagi yang penasaran dan sempat mengoprek laporan keuangan UNVR tahun lalu, yaitu 9M-2018 dan laporan keuangan teraudit 2018, dijelaskan ada pemasukan Rp 2,66 triliun dari penjualan merek produk olesan (spreads) perusahaan serta aset tak berwujud lain dari produk itu di Indonesia.
Merek global spreads yang dijual termasuk Frytol, Blue Band Master dan Blue Band, Minyak Samin Cap Onta, dan Blue Band Gold. Selain itu, hak yang turut dijual adalah hak untuk mendistribusikan produk yang menggunakan merek dagang global, merek dagang lokal, dan daftar pelanggan di Indonesia, serta aset tak berwujud lain.
Tahun lalu, perseroan menjelaskan melalui prospektus keterbukaan informasi bahwa aset tak berwujud bisnis spreads yang dijual senilai 164 juta euro atau setara Rp 2,65 triliun, saat itu. Aset tak berwujud yang dijual termasuk tidak terbatas pada hak distribusi produk dengan merek dagang global dan lokal serta daftar pelanggan di Indonesia.
Aset berwujud yang dijual senilai Rp 195,47 miliar, yang terdiri dari penjualan aset produksi dan perlengkapan sebesar Rp 152,64 miliar dan penjualan persediaan dan barang dagang sebesar Rp 42,83 miliar.
Perseroan juga akan menyewakan sebagian tanah dan bangunan pabrik di Cikarang yang digunakan untuk pengoperasian aset kategori spreads senilai Rp 56,29 miliar, kemungkinan kepada pemilik baru bisnis itu yakni PT Upfield Consulting Indonesia. Penjualan disertai pelepasan merek dagang lokal sebesar Rp 9,75 miliar.
Cerainya bisnis spreads Unilever Indonesia itu tak lepas dari keputusan menjual bisnis spreads di level induk usahanya di Belanda, sehingga dibuatkan perusahaan baru yakni Upfield Holdings BV dan ditawar oleh beberapa perusahaan dunia sampai akhirnya laku terjual kepada lembaga investasi KKR & Co Inc.
Uniknya, bisnis spreads dengan produk utamanya margarin adalah satu dari dua perusahaan cikal bakal Unilever, Margarine Unie asal Belanda. Perusahaan pembentuk Unilever lain adalah produsen sabun Lever Brothers asal Inggris. Keduanya merger pada September 1929 dan namanya memadukan kedua perusahaan tadi hingga sekarang.
Sama seperti di Eropa, tujuan penjualan spreads di Indonesia saat itu adalah fokus pada produk rumah tangga dan perawatan tubuh (home & personal care). Per akhir September, bisnis home & personal care menyumbang Rp 22,34 triliun atau 69,05% dari total pendapatan Rp 32,36 triliun, yang bersanding dengan bisnis makanan & minuman yang berporsi 30,95% atau senilai Rp 10,01 triliun.
Sehingga, kinerja operasional normal dan organik sepanjang 9-2019 dan tepatnya kinerja organik kuartal III-2019 tidaklah turun. Kinerja kuartal III-2019 berarti hanya mengambil periode Juli-September saja dan mengecualikan kinerja Januari-Juninya.
'Dibela' Juga oleh Analis Pasar
Dalam risetnya hari ini (18/10/19), analis PT RHB Sekuritas Indonesia Michael Setjoadi dan Marco Antonius contohnya, justru menilai bahwa laba inti perseroan pada kuartal III-2019 tumbuh sehat yaitu naik 10,7% akibat turunnya turunnya minyak sawit mentah (crude price oil/CPO) pada periode kuartal II-2019 yang sudah terjadi -8,5% sejak awal tahun.
Di luar itu, Michael dan tim juga mencatat dari laporan keuangan kuartal III-2019-nya, Unilever mengalami kenaikan beban iklan dan riset pasar (research & development/R&D) 35%. Ditelisik lebih dalam dan dipisahkan per kuartal III-2019 dan kuartal III-2018, maka didapatkan kenaikan terjadi 34,57% menjadi Rp 687,04 miliar dari Rp 517,98 miliar.
Tim riset RHB Sekuritas menilai peningkatan disebabkan ramainya peluncuran produk sejak awal tahun seperti pembersih toilet Vixal, Sunlight's Jeruk Nipis, Higienis Plus dan Anti Bau, POND's Instabright Glow Up Cream, dan masker lembaran Citra.
Saat ini, emiten juga baru meluncurkan produk es krim yang lebih terjangkau dengan rentang harga jual Rp 2.000-Rp 3.000, yang menurut Michael adalah upaya menyikapi rentang harga jual pesaing yaitu Glico Wings di produk serupa. Saat ini, produk es krim UNVR yaitu Wall's dengan produk paling murah adalah Paddle Pop seharga Rp 5.000.
Tim RHB masih menyematkan rekomendasi NEUTRAL untuk UNVR dengan target harga (TP) Rp 46.900/unit. Meskipun demikian, rekomendasi dan TP akan dikaji kembali begitu mendapatkan keterangan manajemen perseroan dalam waktu dekat.
Michael memprediksi pendapatan perseroan akan menjadi Rp 45,41 triliun pada akhir tahun ini dan menjadi Rp 48,37 triliun pada tahun depan, dengan laba bersih Rp 8,13 triliun pada akhir 2019 dan Rp 8,65 triliun pada 2020.
Meskipun memprediksi pendapatan akan naik tahun ini dan tahun depan, kedua analis sekuritas itu memprediksi margin pertumbuhan kinerja keuangan UNVR akan terancam oleh prospek harga CPO yang dapat menguat dari posisi saat ini ke depannya.
Karena rekomendasinya masih NEUTRAL untuk UNVR, RHB Sekuritas menyatakan lebih memilih PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) dengan rekomendasi BUY dan TP Rp 12.300/unit serta PT Mayora Indah Tbk (MYOR) dengan rekomendasi BUY dan TP Rp 3.300/unit untuk saham yang berasal dari sektor barang konsumsi.
Analis sekuritas lain yaitu Mimi Halimin dari PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia juga memiliki pandangan serupa dengan Michael. Saat ini Mimi masih mengkaji rekomendasi untuk UNVR, dengan anjuran terakhir yang diberikan pada HOLD tetapi dengan TP yang lebih rendah daripada Michael yaitu Rp 43.500/unit.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/irv) Next Article Harga Barang Naik, Ini Bocoran Kinerja Unilever Q1-2023
Most Popular