
Walah! Ekonomi China Melambat Lagi, Bursa Asia Bermuram Durja
Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
18 October 2019 17:23

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham utama kawasan Asia mayoritas finis di zona merah pada perdagangan akhir pekan, Jumat (18/10/2019). Pelemahan tersebut seiring dengan kekecewaan pelaku pasar atas rilis data laju pertumbuhan ekonomi China di kuartal ketiga tahun ini yang melambat.
Data perdagangan mencatat, indeks Shanghai anjlok 1,32%, indeks Hang Seng juga melemah 0,48%, dan indeks Straits Times terkoreksi 0,38%. Sementara itu, indeks Kospi anjlok 0,83%. Hanya indeks Nikkei yang menguat 0,18%.
Adapun Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga menguat 0,18% di level 6.191,95.
Pada pukul 09:00 WIB pagi ini, Negeri Tiongkok mengumumkan bahwa pada kuartal III-2019 perekonomiannya hanya tumbuh di level 6% secara tahunan, lebih rendah dari konsensus yang memproyeksi pertumbuhan 6,1% secara tahunan, dilansir Trading Economics.
Pertumbuhan ekonomi pada kuartal III itu juga lebih rendah dibandingkan capaian pada kuartal II-2019 yang sebesar 6,2% YoY.
Terlebih lagi, laju ekonomi China kali ini merupakan pertumbuhan terendah dalam setidaknya 27,5 tahun, menurut catatan Reuters.
Beberapa analis memperkirakan bahwa ekonomi Negeri Panda akan kembali melambat pada kuartal selanjutnya.
Kepala ekonom China di TS Lombard, Bo Zhuang memperkirakan pertumbuhan ekonomi China kemungkinan akan terus melambat dalam dua kuartal berikutnya.
Itu terjadi karena pertumbuhan output riil dalam jasa telah melambat secara agresif dalam beberapa bulan terakhir, kata Zhuang kepada "Street Signs" di CNBC International.
Zhuang memperkirakan pertumbuhan China akan melambat menjadi 5,8% pada kuartal keempat tahun ini, di mana target pertumbuhan setahun penuh negara itu menjadi 6,1%.
"Akibat pembicaraan perdagangan dan konflik dengan AS, otoritas China mengalami tingkat pertumbuhan yang lebih rendah," kata Zhuang.
Lebih lanjut, ekonom yang berbasis di Shanghai, Nie Wen, menekankan bahwa pertumbuhan ekonomi China lebih buruk dari ekspektasi karena melemahnya ekspor terutama ekspor manufaktur, dilansir dari Reuters.
"Mengingat ekspor besar kemungkinan tidak akan kembali seperti sedia kala dan peluang perlambatan di sektor properti, tertekannya ekonomi China kemungkinan akan berlanjut dengan pertumbuhan ekonomi kuartal keempat diperkirakan merosot ke 5,9%," ungkap Nie.
Rilis data ekonomi China menambah keyakinan bahwa perlahan, perekonomian global terus tersungkur. Hal ini sebelumnya disampaikan oleh IMF yang kembali merevisi target pertumbuhan ekonomi global tahun ini dari 3,2% menjadi 3%. Ini merupakan angka terendah sejak krisis keuangan global pada 2018 silam.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/tas) Next Article Walau Damai Dagang AS-China Tak Jelas, Bursa Asia Tetap Hijau
Data perdagangan mencatat, indeks Shanghai anjlok 1,32%, indeks Hang Seng juga melemah 0,48%, dan indeks Straits Times terkoreksi 0,38%. Sementara itu, indeks Kospi anjlok 0,83%. Hanya indeks Nikkei yang menguat 0,18%.
Adapun Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga menguat 0,18% di level 6.191,95.
Pertumbuhan ekonomi pada kuartal III itu juga lebih rendah dibandingkan capaian pada kuartal II-2019 yang sebesar 6,2% YoY.
Terlebih lagi, laju ekonomi China kali ini merupakan pertumbuhan terendah dalam setidaknya 27,5 tahun, menurut catatan Reuters.
Beberapa analis memperkirakan bahwa ekonomi Negeri Panda akan kembali melambat pada kuartal selanjutnya.
![]() |
Kepala ekonom China di TS Lombard, Bo Zhuang memperkirakan pertumbuhan ekonomi China kemungkinan akan terus melambat dalam dua kuartal berikutnya.
Itu terjadi karena pertumbuhan output riil dalam jasa telah melambat secara agresif dalam beberapa bulan terakhir, kata Zhuang kepada "Street Signs" di CNBC International.
Zhuang memperkirakan pertumbuhan China akan melambat menjadi 5,8% pada kuartal keempat tahun ini, di mana target pertumbuhan setahun penuh negara itu menjadi 6,1%.
"Akibat pembicaraan perdagangan dan konflik dengan AS, otoritas China mengalami tingkat pertumbuhan yang lebih rendah," kata Zhuang.
Lebih lanjut, ekonom yang berbasis di Shanghai, Nie Wen, menekankan bahwa pertumbuhan ekonomi China lebih buruk dari ekspektasi karena melemahnya ekspor terutama ekspor manufaktur, dilansir dari Reuters.
"Mengingat ekspor besar kemungkinan tidak akan kembali seperti sedia kala dan peluang perlambatan di sektor properti, tertekannya ekonomi China kemungkinan akan berlanjut dengan pertumbuhan ekonomi kuartal keempat diperkirakan merosot ke 5,9%," ungkap Nie.
Rilis data ekonomi China menambah keyakinan bahwa perlahan, perekonomian global terus tersungkur. Hal ini sebelumnya disampaikan oleh IMF yang kembali merevisi target pertumbuhan ekonomi global tahun ini dari 3,2% menjadi 3%. Ini merupakan angka terendah sejak krisis keuangan global pada 2018 silam.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/tas) Next Article Walau Damai Dagang AS-China Tak Jelas, Bursa Asia Tetap Hijau
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular