Defisit Neraca Dagang Bikin Gemetar, IHSG Cuma Naik Tipis

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
16 October 2019 16:45
Defisit Neraca Dagang Bikin Gemetar, IHSG Cuma Naik Tipis
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali perdagangan hari ini, Rabu (16/10/2019), di zona hijau. Pada pembukaan perdagangan, IHSG menguat 0,2% ke level 6.170,56. Pada tengah hari tepatnya per akhir sesi satu, IHSG berada di zona merah, yakni dengan koreksi sebesar 0,15% ke level 6.148,74.

Beruntung, IHSG bisa membalikkan keadaan dan ditutup menguat per akhir sesi dua. Per akhir sesi dua, indeks saham acuan di Indonesia tersebut menguat 0,19% ke level 6.169,59.

Kinerja IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga melaju di zona hijau: indeks Nikkei melejit 1,2%, indeks Hang Seng naik 0,61%, indeks Straits Times terapresiasi 0,63%, dan indeks Kospi bertambah 0,71%. Sementara itu, indeks Shanghai jatuh 0,41%.

Rilis laporan keuangan yang oke dari perusahaan-perusahaan yang melantai di bursa saham AS menjadi faktor utama yang memantik aksi beli di bursa saham Benua Kuning. Untuk diketahui, bulan Oktober menjadi waktu dari perusahaan-perusahaan yang melantai di bursa saham AS untuk merilis kinerja keuangannya, baik untuk periode kuartal III (jika menggunakan tahun kalender) maupun untuk periode kuartal IV (jika menggunakan tahun fiskal).

Dari 500 perusahaan yang termasuk ke dalam indeks S&P 500, sebanyak 34 telah merilis kinerja keuangannya hingga Selasa pagi (15/10/2019) waktu setempat. Dari 34 perusahaan tersebut, sebanyak 29 berhasil mengalahkan ekspektasi analis, berdasarkan data dari The Earnings Scout yang kami lansir dari CNBC International.

Salah satu perusahaan yang membukukan kinerja kinclong adalah J.P. Morgan Chase yang merupakan bank terbesar di AS dari sisi aset. Pada kuartal III-2019, perusahaan membukukan pendapatan senilai US$ 30,1 miliar, mengalahkan ekspektasi yang senilai US$ 28,5 miliar. Sementara itu, laba bersih per saham tercatat berada di level US$ 2,68, juga di atas ekpektasi yang senilai US$ 2,45.

Dengan rilis kinerja keuangan yang oke, praktis kekhawatiran bahwa AS akan masuk ke jurang resesi menjadi memudar. Apalagi, di sisi lain The Federal Reserve (The Fed) selaku bank sentral AS masih diyakini akan memangkas tingkat suku bunga acuan pada akhir bulan ini.

Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak fed fund futures per 16 Oktober 2019, probabilitas The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan pada bulan ini berada di level 77,5%. Satu bulan yang lalu, probabilitasnya masih berada di level 32%.

Untuk diketahui, di sepanjang tahun 2019 The Fed telah memangkas tingkat suku bunga acuan sebanyak dua kali, masing-masing sebesar 25 bps, yakni pada bulan Juli dan September. Jika ditotal, federal funds rate sudah dipangkas sebesar 50 bps oleh Jerome Powell (Gubernur The Fed) dan koleganya di bank sentral.

Jika tingkat suku bunga acuan dipangkas lebih lanjut, bank akan semakin terdorong untuk menurunkan tingkat suku bunga kredit sehingga memacu dunia usaha untuk melakukan ekspansi. Selain itu, masyarakat juga akan terdorong untuk meningkatkan konsumsinya. Pada akhirnya, roda perekonomian akan berputar lebih kencang.

Kala roda perekonomian AS berputar dengan lebih kencang, tentulah roda perekonomian dunia juga akan ikut berputar dengan lebih kencang, mengingat posisi AS selaku negara dengan nilai perekonomian terbesar di planet bumi.

BERLANJUT KE HALAMAN 2 -> AS-China Bisa Batal Rujuk

Di sisi lain, penguatan bursa saham Asia dibatasi oleh ketidakpastian yang menyelimuti prospek ditekennya kesepakatan dagang AS-China. Melansir CNBC International, seorang sumber menyebut bahwa China ingin bernegosiasi lebih lanjut dengan AS sebelum meneken kesepakatan dagang tahap satu antar kedua negara.

Hingga saat ini, belum jelas apakah negosiasi lebih lanjut tersebut akan digelar di Washington atau Beijing, namun sumber tersebut menyebut bahwa Wakil Perdana Menteri China Liu He bisa dikirim ke Washington sebelum akhir bulan ini guna meluruskan poin-poin dalam kesepakatan dagang tahap satu yang masih mengganjal di hati pihak China.

Seperti yang diketahui, AS dan China menggelar negosiasi dagang di Washington pada pekan lalu. Hasilnya, kedua belah pihak menyetujui kesepakatan dagang tahap satu yang akan diformalisasikan alias ditandatangani dalam beberapa pekan ke depan. 

Kesepakatan dagang tahap satu ini akan menjadi jawaban dari kritik AS terhadap China seputar praktik pencurian kekayaan intelektual. Selain itu, permasalahan defisit neraca dagang AS dengan China juga akan dijawab melalui kesepakatan dagang tahap satu, seiring dengan dimasukannya komitmen China untuk membeli produk agrikultur asal AS senilai US$ 40 miliar hingga US$ 50 miliar. Sebagai gantinya, AS setuju untuk membatalkan pengenaan bea masuk baru bagi produk impor asal China yang sedianya akan dieksekusi pada pekan ini.

Teranyar, AS membuat panas China pasca parlemen AS menyetujui undang-undang Hak Asasi Manusia (HAM) dan Demokrasi Hong Kong pada hari Selasa. Undang-undang HAM dan Demokrasi Hong Kong akan mengakhiri status perdagangan khusus Hong Kong dengan AS, kecuali jika Kementerian Luar Negeri AS menyatakan bahwa pemerintah Hong Kong akan menghormati HAM dan supremasi hukum atas rakyatnya.

"Jika undang-undang itu sudah benar-benar lolos sebagai sebuah hukum, ini tidak hanya menyakiti kepentingan China tapi juga hubungan AS dan China, dan juga kerusakan serius pada kepentingan AS,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Geng Shuang, dikutip dari CNBC International.

"Dengan keputusan AS yang salah ini, China akan dengan efektif melakukan serangan balik untuk dengan tegas melindungi kedaulatan, kepentingan, keamanan, dan pembangunan China."

BERLANJUT KE HALAMAN 3 -> Neraca Dagang Tekor, Rupiah Melemah Tiga Hari Beruntun

Dari dalam negeri, depresiasi rupiah menjadi faktor yang membatasi apresiasi IHSG. Hingga sore hari, rupiah melemah 0,03% melawan dolar AS di pasar spot ke level Rp 14.164/dolar AS, menandai depresiasi selama tiga hari beruntun. 

Rilis data perdagangan international periode September 2019 masih menjadi momok bagi rupiah. Kemarin, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa ekspor jatuh sebesar 5,74% secara tahunan (year-on-year) pada bulan lalu, sementara impor turun 2,41% YoY.

Penurunan ekspor lebih rendah ketimbang konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan ekspor akan jatuh hingga 6,1% secara tahunan. Sementara itu, kontraksi pada pos impor lebih baik karena konsensus memperkirakan kontraksinya akan mencapai 4,5%.

Namun begitu, neraca dagang pada bulan lalu membukukan defisit senilai US$ 160 juta, berbanding terbalik dengan konsensus yang memperkirakan adanya kehadiran surplus senilai US$ 104,2 juta.

Dengan adanya defisit neraca dagang yang mengejutkan tersebut, dikhawatirkan bahwa defisit transaksi berjalan/Current Account Deficit (CAD) masih akan bengkak pada kuartal-III 2019.

Untuk diketahui, pada kuartal I-2019 Bank Indonesia (BI) mencatat CAD berada di level 2,6% dari Produk Domestik Bruto (PDB), jauh lebih dalam ketimbang CAD pada kuartal I-2018 yang berada di level 2,01% dari PDB. Kemudian pada kuartal II-2019, CAD membengkak menjadi 3,04% dari PDB. CAD pada tiga bulan kedua tahun ini juga lebih dalam ketimbang capaian pada periode yang sama tahun lalu di level 3,01% dari PDB.

Ketika CAD tak juga bisa diredam, rupiah memang akan mendapatkan tekanan. Untuk diketahui, transaksi berjalan merupakan faktor penting dalam mendikte laju rupiah lantaran arus devisa yang mengalir dari pos ini cenderung lebih stabil, berbeda dengan pos transaksi finansial (komponen Neraca Pembayaran Indonesia/NPI lainnya) yang pergerakannya begitu fluktuatif karena berisikan aliran modal dari investasi portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money.

Pelemahan rupiah pada akhirnya membuat minat investor asing untuk masuk ke pasar saham tanah air menjadi surut. Per akhir sesi dua, investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 5,9 miliar di pasar reguler.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(ank/ank) Next Article Tutup Akhir Pekan di Zona Merah, Pergerakan IHSG Flat

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular