
Analisis
Deal AS-China Tak Pasti & Necara Dagang Defisit, Rupiah KO
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
15 October 2019 12:20

Jakarta, CNBC Indonesia - Kurs rupiah melawan dolar Amerika Serikat (AS) belum banyak bergerak pada perdagangan Selasa (15/10/19) dan "galau" antara menguat atau melemah. Kabar kurang bagus datang dari eksternal juga internal pada hari ini, sehingga ada peluang rupiah akan tertahan di zona merah.
Pada pukul 12:00 WIB, rupiah berada di level Rp 14.150/US$, melemah 0,11% di pasar spot, melansir data Refinitiv.
Dari eksternal, kesepakatan dagang AS-China yang dijalin pada Jumat (11/10/19) kini mulai diragukan. Senin kemarin, CNBC International yang mengutip sumber terkait melaporkan China ingin adanya perundingan tambahan sebelum menandatangani kesepakatan fase pertama. Negeri Tiongkok dilaporkan ingin AS membatalkan kenaikan bea impor yang rencananya akan berlaku di bulan Desember.
Selain itu, media di China juga belum memberitakan kesepakatan pada Jumat pekan lalu dengan "nada" yang berbeda.
Presiden Trump menyebut kesepakatan tersebut merupakan sebuah kesuksesan, sementara media pemerintah China menyebut hal tersebut "kemajuan yang substansial" serta tidak mempertegas adanya rencana pembelian produk pertanian AS, mengutip CNBC International.
Sementara itu dari Menteri Keuangan AS mengatakan jika kesepakatan tidak ditandatangani, maka bea impor produk China terbaru akan dikenakan pada pertengahan Desember nanti. Tetapi Mnuchin cukup optimis China akan menandatangani perjanjian dagang yang akan dibuat dalam tiga pekan.
Dari dalam negeri, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan nilai ekspor-impor dan neraca perdagangan pada September 2019.
Kepala BPS Suhariyanto mengungkapkan nilai ekspor tercatat mencapai US$ 14,1 miliar. Sementara nilai impor mencapai US$ 14,26 miliar.
Berdasarkan perhitungan CNBC Indonesia terjadi defisit di September 2019 sebesar US$ 160 juta.
Defisit neraca perdagangan tersebut juga mematahkan konsensus surplus US$ 104,2 juta yang dihimpun CNBC Indonesia, dengan ekspor diprediksi ekspor September 2019 terkontraksi alias negatif 6,1% year-on-year (YoY), dan impor diperkirakan mengalami kontraksi 4,5% YoY.
Data neraca dagang tersebut tentunya memberikan tekanan bagi rupiah. Defisit necara perdagangan tentunya bisa berdampak pada membengkaknya defisit transaksi berjalan (current account defisit/CAD), yang selama ini menjadi "hantu" bagi perekonomian Indonesia.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Melihat grafik harian, rupiah yang disimbolkan dengan USD/IDR bergerak di kisaran rerata pergerakan (moving average/MA) 5 hari (garis biru) dan MA20 /rerata 20 hari (garis merah).
Indikator rerata pergerakan konvergen dan divergen (MACD) bergerak dekat level 0, tetapi Histogram sudah masuk ke wilayah negatif. Melihat indikator tersebut, rupiah mulai mengumpulkan momentum penguatan untuk jangka menengah.
Pada time frame 1 jam, rupiah bergerak di atas MA 5 (rerata pergerakan 5 jam/garis biru) dan MA 20 (rerata pergerakan 20 jam/garis merah). Indikator Stochastic bergerak naik dan sudah masuk ke wilayah jenuh beli (overbought).
Rupiah bergerak di dekat Rp 14.160/US$ yang menjadi resisten (tahanan atas) terdekat. Melihat indikator stochastic yang overbought, selama tertahan di bawah level tersebut, rupiah berpeluang memangkas pelemahan dan menguji kembali level Rp 14.130/US$.
Penembusan di bawah Rp 14.130/US$ membuka peluang penguatan ke area Rp 14.110/US$.
Sementara jika resisten Rp 14.160 ditembus, rupiah berpotensi melemah ke Rp 14.180/US$.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/hps) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Pada pukul 12:00 WIB, rupiah berada di level Rp 14.150/US$, melemah 0,11% di pasar spot, melansir data Refinitiv.
Dari eksternal, kesepakatan dagang AS-China yang dijalin pada Jumat (11/10/19) kini mulai diragukan. Senin kemarin, CNBC International yang mengutip sumber terkait melaporkan China ingin adanya perundingan tambahan sebelum menandatangani kesepakatan fase pertama. Negeri Tiongkok dilaporkan ingin AS membatalkan kenaikan bea impor yang rencananya akan berlaku di bulan Desember.
Selain itu, media di China juga belum memberitakan kesepakatan pada Jumat pekan lalu dengan "nada" yang berbeda.
Presiden Trump menyebut kesepakatan tersebut merupakan sebuah kesuksesan, sementara media pemerintah China menyebut hal tersebut "kemajuan yang substansial" serta tidak mempertegas adanya rencana pembelian produk pertanian AS, mengutip CNBC International.
Sementara itu dari Menteri Keuangan AS mengatakan jika kesepakatan tidak ditandatangani, maka bea impor produk China terbaru akan dikenakan pada pertengahan Desember nanti. Tetapi Mnuchin cukup optimis China akan menandatangani perjanjian dagang yang akan dibuat dalam tiga pekan.
Dari dalam negeri, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan nilai ekspor-impor dan neraca perdagangan pada September 2019.
Kepala BPS Suhariyanto mengungkapkan nilai ekspor tercatat mencapai US$ 14,1 miliar. Sementara nilai impor mencapai US$ 14,26 miliar.
Berdasarkan perhitungan CNBC Indonesia terjadi defisit di September 2019 sebesar US$ 160 juta.
Defisit neraca perdagangan tersebut juga mematahkan konsensus surplus US$ 104,2 juta yang dihimpun CNBC Indonesia, dengan ekspor diprediksi ekspor September 2019 terkontraksi alias negatif 6,1% year-on-year (YoY), dan impor diperkirakan mengalami kontraksi 4,5% YoY.
Data neraca dagang tersebut tentunya memberikan tekanan bagi rupiah. Defisit necara perdagangan tentunya bisa berdampak pada membengkaknya defisit transaksi berjalan (current account defisit/CAD), yang selama ini menjadi "hantu" bagi perekonomian Indonesia.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
![]() Sumber: investing.com |
Melihat grafik harian, rupiah yang disimbolkan dengan USD/IDR bergerak di kisaran rerata pergerakan (moving average/MA) 5 hari (garis biru) dan MA20 /rerata 20 hari (garis merah).
Indikator rerata pergerakan konvergen dan divergen (MACD) bergerak dekat level 0, tetapi Histogram sudah masuk ke wilayah negatif. Melihat indikator tersebut, rupiah mulai mengumpulkan momentum penguatan untuk jangka menengah.
![]() Sumber: investing.com |
Pada time frame 1 jam, rupiah bergerak di atas MA 5 (rerata pergerakan 5 jam/garis biru) dan MA 20 (rerata pergerakan 20 jam/garis merah). Indikator Stochastic bergerak naik dan sudah masuk ke wilayah jenuh beli (overbought).
Rupiah bergerak di dekat Rp 14.160/US$ yang menjadi resisten (tahanan atas) terdekat. Melihat indikator stochastic yang overbought, selama tertahan di bawah level tersebut, rupiah berpeluang memangkas pelemahan dan menguji kembali level Rp 14.130/US$.
Penembusan di bawah Rp 14.130/US$ membuka peluang penguatan ke area Rp 14.110/US$.
Sementara jika resisten Rp 14.160 ditembus, rupiah berpotensi melemah ke Rp 14.180/US$.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/hps) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular