
Dear AS-China, Kemesraan Ini Janganlah Cepat Berlalu...
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
14 October 2019 10:32

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat di kurs tengah Bank Indonesia (BI). Sementara di pasar spot, rupiah juga menguat tetapi posisinya masih rawan.
Pada Senin (14/10.2019), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.125. Rupiah menguat 0,09% dibandingkan posisi akhir pekan lalu dan berada di posisi terbaik sejak 24 September.
Penguatan ini membuat rupiah berhasil terapresiasi selama tiga hari beruntun di kurs tengah BI. Selama tiga hari tersebut, penguatan rupiah adalah 0,39%.
Sedangkan di perdagangan pasar spot, rupiah juga mampu meladeni dolar AS. Pada pukul 10:00 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.115 di mana rupiah menguat 0,06%.
Namun posisi rupiah belum aman betul, karena mata uang Tanah Air sempat tergelincir ke zona merah. Meski pelemahannya hanya sebentar, tetapi rupiah tidak boleh lengah.
Faktor risiko bagi rupiah datang dari dalam negeri. Beredar kabar bahwa aksi demonstrasi bakal kembali terjadi hari ini.
Isu yang dibawa masih seputar upaya pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kebetulan sudah hampir sebulan Rancangan Undang-undang (RUU) KPK yang baru disahkan oleh DPR. Sejumlah elemen massa mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) untuk membatalkan pengesahan tersebut.
Situasi keamanan-sosial-politik yang belum 100% adem membuat investor masih pikir-pikir untuk masuk ke pasar keuangan Indonesia. Jika benar hari ini ada aksi massa dan (amit-amit) sampai mengarah ke huru-hara, maka investor akan semakin enggan menanamkan modalnya. Ini tentu akan mempengaruhi gerak rupiah.
Selain itu, investor juga menantikan rilis data perdagangan internasional esok hari. Konsensus pasar sementara yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan neraca perdagangan September akan surplus US$ 104,2 juta. Membaik dibandingkan bulan sebelumnya yang surplus US$ 80 juta.
Data perdagangan September begitu dinanti karena akan menentukan transaksi berjalan (current account) dan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) kuartal III-2019. Kalau neraca perdagangan September benar-benar surplus, maka ada harapan transaksi berjalan dan NPI kuartal III-2019 akan membaik dibandingkan kuartal sebelummya.
Penantian ini membuat investor belum berani masuk terlalu agresif ke pasar keuangan Indonesia. Lebih baik menunggu kepastian dari rilis data Badan Pusat Statistik (BPS) esok hari.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Pada Senin (14/10.2019), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.125. Rupiah menguat 0,09% dibandingkan posisi akhir pekan lalu dan berada di posisi terbaik sejak 24 September.
Penguatan ini membuat rupiah berhasil terapresiasi selama tiga hari beruntun di kurs tengah BI. Selama tiga hari tersebut, penguatan rupiah adalah 0,39%.
Sedangkan di perdagangan pasar spot, rupiah juga mampu meladeni dolar AS. Pada pukul 10:00 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.115 di mana rupiah menguat 0,06%.
Namun posisi rupiah belum aman betul, karena mata uang Tanah Air sempat tergelincir ke zona merah. Meski pelemahannya hanya sebentar, tetapi rupiah tidak boleh lengah.
Faktor risiko bagi rupiah datang dari dalam negeri. Beredar kabar bahwa aksi demonstrasi bakal kembali terjadi hari ini.
Isu yang dibawa masih seputar upaya pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kebetulan sudah hampir sebulan Rancangan Undang-undang (RUU) KPK yang baru disahkan oleh DPR. Sejumlah elemen massa mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) untuk membatalkan pengesahan tersebut.
Situasi keamanan-sosial-politik yang belum 100% adem membuat investor masih pikir-pikir untuk masuk ke pasar keuangan Indonesia. Jika benar hari ini ada aksi massa dan (amit-amit) sampai mengarah ke huru-hara, maka investor akan semakin enggan menanamkan modalnya. Ini tentu akan mempengaruhi gerak rupiah.
Selain itu, investor juga menantikan rilis data perdagangan internasional esok hari. Konsensus pasar sementara yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan neraca perdagangan September akan surplus US$ 104,2 juta. Membaik dibandingkan bulan sebelumnya yang surplus US$ 80 juta.
Data perdagangan September begitu dinanti karena akan menentukan transaksi berjalan (current account) dan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) kuartal III-2019. Kalau neraca perdagangan September benar-benar surplus, maka ada harapan transaksi berjalan dan NPI kuartal III-2019 akan membaik dibandingkan kuartal sebelummya.
Penantian ini membuat investor belum berani masuk terlalu agresif ke pasar keuangan Indonesia. Lebih baik menunggu kepastian dari rilis data Badan Pusat Statistik (BPS) esok hari.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular