
Kalau Tak Ada Kemesraan AS-China, Rupiah Mungkin Sudah Merah
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
14 October 2019 09:19

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) memang masih menguat, tetapi sempat beberapa saat masuk zona merah. Sepertinya faktor domestik memainkan peran, karena sentimen eksternal sangat positif.
Pada Senin (14/10/2019) pukul 08:38 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.130. Rupiah melemah 0,05% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu.
Namun pelemahan itu tidak bertahan lama. Pada pukul 09:00 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.115, di mana rupiah menguat 0,06%.
Well, rupiah memang masih bisa bertahan di zona hijau. Akan tetapi posisinya masih rawan, bisa berbalik melemah kapan saja.
Kemungkinan faktor domestik menjadi penyebab volatilitas mata uang Tanah Air. Investor menantikan pengumuman data perdagangan internasional periode September yang dirilis esok hari.
Konsensus sementara yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan neraca perdagangan pada September surplus US$ 104,2 juta. Jika terjadi, maka neraca perdagangan akan membaik dibandingkan Agustus yang surplus US$ 80 juta.
Artinya, ada harapan transaksi berjalan kuartal III-2019 akan membaik dibandingkan kuartal sebelumnya yang mencatat defisit 3,04% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Defisit transaksi berjalan untuk sepanjang 2019 sepertinya masih bisa diarahkan menuju target Bank Indonesia (BI) yaitu di kisaran 2,5-3% PDB.
Akan tetapi itu semua belum pasti, masih sebatas ekspektasi pasar. Realisasi data perdagangan harus menunggu pengumuman Badan Pusat Statistik (BPS).
Penantian investor terhadap data perdagangan dan prospek transaksi berjalan membuat posisi rupiah belum aman. Sebab jika esok hari BPS mengumumkan neraca perdagangan ternyata defisit, maka prospek transaksi berjalan bakal suram. Rupiah masih sangat mungkin mengalami tekanan karena minimnya pasokan valas dari ekspor-impor barang dan jasa.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
Meski begitu, rupiah masih bisa berharap kepada sentimen eksternal yang sangat positif. Pagi ini, mayoritas mata uang utama Asia mampu menguat terhadap dolar AS.
Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 09:04 WIB:
Pasar keuangan Asia sedang berbunga-bunga, karena AS-China yang semakin mesra. Pekan lalu, kedua negara mengadakan dialog dagang di Washington dan hasilnya sangat memuaskan.
Seperti dikutip dari Reuters, AS-China sepakat untuk meningkatkan volume perdagangan, mengatasi isu nilai tukar mata uang, dan beberapa aspek terkait perlindungan hak atas kekayaan intelektual. Ini adalah sebuah kemajuan besar, langkah awal untuk mengakhiri perang dagang yang terjadi selama 15 bulan terakhir.
"Sepertinya kami sudah saling memahami mengenai isu-isu yang krusial. Kami sudah menyelesaikan begitu banyak dokumen, tetapi memang masih banyak hal yang harus dilakukan," kata Steven Mnuchin, Menteri Keuangan AS, seperti diwartakan Reuters.
Presiden AS Donald Trump menyebut Washington dan Beijing sudah menyelesaikan fase pertama dari kesepakatan damai dagang. Hasil yang positif ini membuat dirinya memutuskan untuk menunda pemberlakuan kenaikan bea masuk untuk impor produk-produk made in China senilai US$ 250 miliar.
"Kesepakatan kami dengan China adalah mereka akan SEGERA membeli banyak produk pertanian AS, tidak perlu menunggu sampai 3-4 pekan. MEREKA SUDAH MEMULAINYA! Hal lain seperti bidang keuangan dan sebagainya akan mulai dipersiapkan.
"Saya sepakat untuk tidak menaikkan tarif bea masuk dari 25% menjadi 30% pada 15 Oktober. Hubungan dengan China sangat baik, kami telah menyelesaikan fase pertama dari kesepakatan, dan segera berlanjut ke fase kedua. Fase pertama bisa ditandatangani segera!" cuit Trump melalui utas (thread) di Twitter.
Tidak hanya AS, China pun sangat senang dengan hasil perundingan di Washington. Mengutip tajuk di kantor berita Xinhua, kedua negara bertekad untuk melanjutkan upaya menuju kesepakatan dagang yang bersifat final.
"Perundingan berlangsung konstruktif, jujur, dan efisien. Perlu dicatat bahwa kedua pihak berkomitmen untuk menuju resolusi. Tidak mungkin mencapai resolusi jika terus menekan pihak China," tulis tajuk di Xinhua, seperti dikutip oleh Reuters.
Harapan akan damai dagang AS-China membumbung tinggi di pasar keuangan Asia. Jika AS-China benar-benar sudah damai, jalan ke arah sana sudah dirintis, maka rantai pasok global yang sekarang rusak akan pulih kembali. Perdagangan, investasi, dan pertumbuhan ekonomi dunia yang saat ini melambat dan bahkan terancam resesi akan bersemi lagi.
Perkembangan ini tentu membuat pelaku pasar enggan bermain aman, aset-aset berisiko di negara berkembang menjadi sasaran utama. Akibatnya, mata uang Asia ramai-ramai menguat, termasuk rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia
Pada Senin (14/10/2019) pukul 08:38 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.130. Rupiah melemah 0,05% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu.
Namun pelemahan itu tidak bertahan lama. Pada pukul 09:00 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.115, di mana rupiah menguat 0,06%.
Kemungkinan faktor domestik menjadi penyebab volatilitas mata uang Tanah Air. Investor menantikan pengumuman data perdagangan internasional periode September yang dirilis esok hari.
Konsensus sementara yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan neraca perdagangan pada September surplus US$ 104,2 juta. Jika terjadi, maka neraca perdagangan akan membaik dibandingkan Agustus yang surplus US$ 80 juta.
Artinya, ada harapan transaksi berjalan kuartal III-2019 akan membaik dibandingkan kuartal sebelumnya yang mencatat defisit 3,04% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Defisit transaksi berjalan untuk sepanjang 2019 sepertinya masih bisa diarahkan menuju target Bank Indonesia (BI) yaitu di kisaran 2,5-3% PDB.
Akan tetapi itu semua belum pasti, masih sebatas ekspektasi pasar. Realisasi data perdagangan harus menunggu pengumuman Badan Pusat Statistik (BPS).
Penantian investor terhadap data perdagangan dan prospek transaksi berjalan membuat posisi rupiah belum aman. Sebab jika esok hari BPS mengumumkan neraca perdagangan ternyata defisit, maka prospek transaksi berjalan bakal suram. Rupiah masih sangat mungkin mengalami tekanan karena minimnya pasokan valas dari ekspor-impor barang dan jasa.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
Meski begitu, rupiah masih bisa berharap kepada sentimen eksternal yang sangat positif. Pagi ini, mayoritas mata uang utama Asia mampu menguat terhadap dolar AS.
Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 09:04 WIB:
Pasar keuangan Asia sedang berbunga-bunga, karena AS-China yang semakin mesra. Pekan lalu, kedua negara mengadakan dialog dagang di Washington dan hasilnya sangat memuaskan.
Seperti dikutip dari Reuters, AS-China sepakat untuk meningkatkan volume perdagangan, mengatasi isu nilai tukar mata uang, dan beberapa aspek terkait perlindungan hak atas kekayaan intelektual. Ini adalah sebuah kemajuan besar, langkah awal untuk mengakhiri perang dagang yang terjadi selama 15 bulan terakhir.
"Sepertinya kami sudah saling memahami mengenai isu-isu yang krusial. Kami sudah menyelesaikan begitu banyak dokumen, tetapi memang masih banyak hal yang harus dilakukan," kata Steven Mnuchin, Menteri Keuangan AS, seperti diwartakan Reuters.
Presiden AS Donald Trump menyebut Washington dan Beijing sudah menyelesaikan fase pertama dari kesepakatan damai dagang. Hasil yang positif ini membuat dirinya memutuskan untuk menunda pemberlakuan kenaikan bea masuk untuk impor produk-produk made in China senilai US$ 250 miliar.
"Kesepakatan kami dengan China adalah mereka akan SEGERA membeli banyak produk pertanian AS, tidak perlu menunggu sampai 3-4 pekan. MEREKA SUDAH MEMULAINYA! Hal lain seperti bidang keuangan dan sebagainya akan mulai dipersiapkan.
"Saya sepakat untuk tidak menaikkan tarif bea masuk dari 25% menjadi 30% pada 15 Oktober. Hubungan dengan China sangat baik, kami telah menyelesaikan fase pertama dari kesepakatan, dan segera berlanjut ke fase kedua. Fase pertama bisa ditandatangani segera!" cuit Trump melalui utas (thread) di Twitter.
Tidak hanya AS, China pun sangat senang dengan hasil perundingan di Washington. Mengutip tajuk di kantor berita Xinhua, kedua negara bertekad untuk melanjutkan upaya menuju kesepakatan dagang yang bersifat final.
"Perundingan berlangsung konstruktif, jujur, dan efisien. Perlu dicatat bahwa kedua pihak berkomitmen untuk menuju resolusi. Tidak mungkin mencapai resolusi jika terus menekan pihak China," tulis tajuk di Xinhua, seperti dikutip oleh Reuters.
Harapan akan damai dagang AS-China membumbung tinggi di pasar keuangan Asia. Jika AS-China benar-benar sudah damai, jalan ke arah sana sudah dirintis, maka rantai pasok global yang sekarang rusak akan pulih kembali. Perdagangan, investasi, dan pertumbuhan ekonomi dunia yang saat ini melambat dan bahkan terancam resesi akan bersemi lagi.
Perkembangan ini tentu membuat pelaku pasar enggan bermain aman, aset-aset berisiko di negara berkembang menjadi sasaran utama. Akibatnya, mata uang Asia ramai-ramai menguat, termasuk rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular