IHSG Memang Menghijau Pagi Ini, Tapi Hati-hati ya.......

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
07 October 2019 09:24
IHSG Memang Menghijau Pagi Ini, Tapi Hati-hati ya.......
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali perdagangan pertama di pekan ini, Senin (7/10/2019), di zona hijau. Pada pembukaan perdagangan, IHSG menguat 0,27% ke level 6.077,74. Pada pukul 09:20 WIB, indeks saham acuan di Indonesia tersebut sudah memperlebar penguatannya menjadi 0,29% ke level 6.078,73.

Kinerja IHSG senada dengan mayroritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga sedang ditransaksikan di zona hijau: indeks Straits Times menguat 0,48%, indeks Kospi naik 0,18%, sementara indeks Nikkei terkontraksi 0,18%.

Untuk diketahui, perdagangan di bursa saham China diliburkan guna memperingati 70 tahun lahirnya Republik Rakyat China, sementara perdagangan di bursa saham Hong Kong diliburkan seiring dengan perayaan Chung Yeung Festival. 

Rilis data tenaga kerja AS yang kinclong sukses memantik aksi beli di bursa saham Asia. Pada hari Jumat (4/10/2019), data penciptaan lapangan kerja (di luar sektor pertanian) periode September 2019 versi resmi pemerintah diumumkan sebanyak 136.000, di bawah ekspektasi yang sebanyak 145.000, seperti dilansir dari Forex Factory.

Namun, tingkat pengangguran untuk periode yang sama tercatat turun ke level 3,5%, dari yang sebelumnya 3,7% pada bulan Agustus. Tingkat pengangguran di level 3,5% tersebut merupakan yang terendah dalam 50 tahun terakhir. 

Kuatnya pasar tenaga kerja di AS lantas memudarkan kekhawatiran bahwa AS akan masuk ke jurang resesi. Merespons rilis data tenaga kerja AS yang oke tersebut, bursa saham AS menguat signfiikan pada hari Jumat kemarin: indeks Dow Jones dan S&P 500 melejit masing-masing sebesar 1,42%, sementara indeks Nasdaq Composite terangkat 1,4%.

Sebelumnya, rilis data ekonomi di AS menunjukkan adanya tekanan yang signifikan yang menghinggapi negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia tersebut.

Pada pekan lalu, Manufacturing PMI AS periode September 2019 versi Institute for Supply Management (ISM) diumumkan di level 47,8, jauh di bawah konsensus yang sebesar 50,4, seperti dilansir dari Forex Factory. Kemudian, Non-Manufacturing PMI periode September 2019 diumumkan oleh ISM di level 52,6, juga di bawah konsensus yang sebesar 55,1, seperti dilansir dari Forex Factory.

Kekhawatiran bahwa AS akan masuk ke jurang resesi juga dipicu oleh memanasnya hubungan AS dengan Uni Eropa di bidang perdagangan. Belum juga perang dagang AS-China beres, kini AS selaku negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia malah memanaskan hubungan dagang dengan blok ekonomi terbesar di dunia.

Pada pekan lalu, Kantor Perwakilan Dagang AS merilis daftar produk impor asal Uni Eropa yang akan dikenakan tambahan bea masuk. Tambahan bea masuk tersebut terbagi dalam dua level, yakni 10% dan 25%. Pesawat terbang, kopi, daging babi, hingga mentega termasuk ke dalam daftar produk yang disasar AS.

Daftar produk tersebut dirilis pasca AS memenangkan gugatan di World Trade Organization (WTO). AS menggugat Uni Eropa ke WTO lantaran Uni Eropa dianggap telah memberikan subsidi secara ilegal kepada Airbus, pabrikan pesawat terbang asal Benua Biru. Dampak dari subsidi ilegal tersebut adalah pabrikan pesawat asal AS, Boeing, menjadi kurang kompetitif. WTO memberikan hak kepada pemerintahan Presiden Donald Trump untuk mengenakan bea masuk tambahan terhadap produk impor asal Uni Eropa senilai US$ 7,5 miliar.

Berang dengan keputusan AS, Uni Eropa membuka ruang untuk membebankan bea masuk balasan terhadap produk impor asal AS.

Wajar jika perang dagang AS-Uni Eropa menjadi momok yang menakutkan bagi pelaku pasar. Pasalnya, Uni Eropa merupakan pasar ekspor terbesar dari AS. Pada tahun 2018, AS mengekspor barang senilai US$ 319 miliar ke negara-negara Uni Eropa. Sementara itu, AS diketahui mengimpor barang dari Uni Eropa senilai US$ 488 miliar pada tahun 2018, menjadikan Uni Eropa penyuplai barang terbesar kedua bagi AS.

BERLANJUT KE HALAMAN 2 -> Hati-Hati, Saham Konsumer Masih Rawan Dilego

Walaupun sejauh ini mencetak apresiasi, pelaku pasar saham tanah air tak boleh terlena. Masih terbuka kemungkinan bahwa IHSG akan berbalik arah ke zona merah. Aksi jual atas saham-saham konsumer menjadi ancaman terbesar bagi IHSG pada perdagangan hari ini.

Untuk diketahui, dalam enam hari perdagangan sebelumnya indeks sektor barang konsumsi selalu menutup hari di zona merah. Jika ditotal, koreksi dalam enam hari tersebut adalah sebesar 3,12%.

Pada perdagangan hari ini, indeks sektor barang konsumsi memang menguat, namun tipis saja yakni sebesar 0,08%. Ada peluang yang besar bahwa indeks sektor barang konsumsi akan berbalik arah ke zona merah dan menyeret IHSG bersamanya.

Saham-saham konsumer terus dilego pelaku pasar dalam beberapa waktu terakhir seiring dengan anggapan bahwa daya beli masyarakat Indonesia sedang berada di posisi yang lemah.

Pada pekan lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka inflasi periode September 2019. Sepanjang bulan lalu, BPS mencatat bahwa Indonesia mengalami deflasi sebesar 0,27% secara bulanan (month-on-month/MoM), sementara inflasi secara tahunan (year-on-year/YoY) berada di level 3,39%. Deflasi tersebut lebih dalam dibandingkan dengan konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia yang memproyeksikan deflasi sebesar 0,15% saja secara bulanan.

Sebelumnya pada periode Agustus, BPS mencatat terjadi inflasi sebesar 0,12% secara bulanan, sementara inflasi secara tahunan berada di level 3,49%. Capaian tersebut berada di bawah konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan inflasi secara bulanan berada di level 0,16% dan inflasi secara tahunan berada di level 3,54%.

Untuk diketahui, tanda-tanda lemahnya daya beli masyarakat juga sudah ditunjukkan oleh indikator lain. Melansir Survei Penjualan Eceran (SPE) yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia (BI), penjualan barang-barang ritel periode Juli 2019 tercatat hanya tumbuh sebesar 2,4% secara tahunan, lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada periode yang sama tahun lalu (Juli 2018) yang sebesar 2,9%.

Untuk bulan Agustus, angka sementara menunjukkan bahwa penjualan barang-barang ritel hanya tumbuh 3,7% YoY, jauh di bawah pertumbuhan pada Agustus 2018 yang mencapai 6,1%.

Sebagai catatan, sudah sedari bulan Mei pertumbuhan penjualan barang-barang ritel tak bisa mengalahkan capaian periode yang sama tahun sebelumnya. Bahkan pada bulan Juni, penjualan barang-barang ritel terkontraksi 1,8% secara tahunan. Pada Juni 2018, diketahui ada pertumbuhan sebesar 2,3%.

Teranyar, BI merilis Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) periode Agustus 2019 di level 123,1, turun jika dibandingkan capaian bulan Juli di level 124,8. Angka IKK pada bulan Agustus menjadi yang paling rendah sejak November 2018.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(ank/ank) Next Article Sempat Keluar dari 6.000, IHSG Terendah Sejak Mei

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular