Khawatir AS Masuk Jurang Resesi, Bursa Saham Asia Ambruk

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
02 October 2019 16:56
Seluruh bursa saham utama kawasan Asia menutup perdagangan hari ini, Rabu (2/10/2019), di zona merah.
Foto: Ilustrasi Bursa Tokyo (REUTERS/Issei Kato)

Jakarta, CNBC Indonesia - Seluruh bursa saham utama kawasan Asia menutup perdagangan hari ini, Rabu (2/10/2019), di zona merah: indeks Nikkei turun 0,49%, indeks Hang Seng jatuh 0,19%, indeks Straits Times melemah 1,35%, dan indeks Kospi terkoreksi 1,95%. Untuk diketahui, perdagangan di bursa saham China diliburkan guna memperingati 70 tahun lahirnya Republik Rakyat China.

Rilis data ekonomi AS yang begitu mengecewakan menjadi faktor yang memantik aksi jual di bursa saham Asia. Kemarin (1/10/2019), Manufacturing PMI AS periode September 2019 versi Institute for Supply Management (ISM) diumumkan di level 47,8, jauh di bawah konsensus yang sebesar 50,4, seperti dilansir dari Forex Factory.

Sebagai informasi, angka di atas 50 berarti aktivitas manufaktur membukukan ekspansi jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya, sementara angka di bawah 50 menunjukkan adanya kontraksi. 

Kontraksi yang terjadi pada bulan September merupakan kontraksi terburuk yang dibukukan oleh sektor manufaktur AS dalam satu dekade terakhir. Perang dagang dengan China terbukti telah sangat menyakiti perekonomian AS.

Lantas, kekhawatiran bahwa AS akan masuk ke jurang resesi kembali mencuat. Untuk diketahui, sinyal bahwa AS akan masuk ke jurang resesi sebelumnya sudah disuarakan oleh pasar obligasinya sendiri.

Sebagai informasi, resesi merupakan penurunan aktivitas ekonomi yang sangat signifikan yang berlangsung selama lebih dari beberapa bulan, seperti dilansir dari Investopedia. Sebuah perekonomian bisa dikatakan mengalami resesi jika pertumbuhan ekonominya negatif selama dua kuartal berturut-turut.

Terhitung dalam periode 23-29 Agustus 2019, imbal hasil (yield) obligasi AS tenor 2 tahun ditutup melampaui yield obligasi AS tenor 10 tahun. Fenomena ini disebut sebagai inversi.

Untuk diketahui, inversi merupakan sebuah fenomena di mana yield obligasi tenor pendek berada di posisi yang lebih tinggi dibandingkan tenor panjang. Padahal dalam kondisi normal, yield tenor panjang akan lebih tinggi karena memegang obligasi tenor panjang pastilah lebih berisiko ketimbang tenor pendek.

Inversi di pasar obligasi AS menjadi hal yang krusial bagi pasar keuangan dunia lantaran terjadinya inversi merupakan sinyal dari terjadinya resesi di AS di masa depan. Terhitung sejak tahun 1978, telah terjadi 5 kali inversi antara obligasi tenor 2 dan 10 tahun, semuanya berujung pada resesi. Berdasarkan data dari Credit Suisse yang kami lansir dari CNBC International, secara rata-rata terdapat jeda waktu selama 22 bulan semenjak terjadinya inversi hingga resesi.

Lebih lanjut, aksi jual di bursa saham Asia juga dipicu oleh peluncuran rudal balistik dari kapal selam (submarine-launched ballistic missile/SLBM) oleh Korea Utara. Senjata pemusnah jarak jauh tersebut ditengarai jatuh di laut lepas, di luar batas laut Barat Jepang.

Pemerintah Jepang dalam keterangannya menyatakan rudal yang diluncurkan pada pagi hari tersebut terbelah menjadi dua sebelum akhirnya tercebur ke laut, seperti dikutip dari Reuters.

"Saat ini, kami menduga satu rudal yang diluncurkan dan terpisah menjadi dua, kemudian jatuh. Kami masih menganalisis detil [dari peristiwa tersebut]," ujar Pimpinan Sekretaris Kabinet Jepang Yoshihide Suga dalam konferensi pers pada hari ini, Rabu (2/10/2019).

Peristiwa peluncuran yang diberitakan terjadi pada pukul 07:11 pagi waktu setempat terjadi sehari setelah adanya pernyataan dari negara pimpinan Kim Jong-un tersebut terkait niat melanjutkan pembicaraan dengan AS untuk mengakhiri program nuklirnya.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(ank/ank) Next Article Hari Buruh, Beberapa Bursa Asia-Pasifik Dibuka Menguat

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular