Kacau! IHSG Luluh Lantak karena Demo, Saat Bursa Asia Hijau
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali perdagangan kedua di pekan ini, Selasa (1/10/2019), di zona merah. Pada pembukaan perdagangan, IHSG terkoreksi tipis 0,08% ke level 6.163,98. Namun, dengan cepat IHSG bisa membalikkan keadaan dengan merangsek ke zona hijau.
Sayang, IHSG kemudian kembali terperosok ke zona merah. Per akhir sesi satu, IHSG melemah 0,22% ke level 6.155,46. Per akhir sesi dua, koreksi IHSG adalah sebesar 0,5% ke level 6.138,25.
Pasar saham domestik masih didera ketakutan yang membuat IHSG masih terkapar di zona merah.
Panin Sekuritas dalam riset yang publikasi siang ini menyebutkan, IHSG masih dihantui aksi demonstrasi yang menyebabkan kekuatiran akan situasi keamanan dalam negeri.
"Akan tetapi, kekuatirannya lebih rendah dari kemarin. Sehingga pasar di hari ini sempat naik terdorong oleh sentimen positip dari bursa global," sebut riset Panin Sekuritas, Selasa (1/9/2019).
IHSG melemah kala seluruh bursa saham utama kawasan Asia justru kompak melaju di zona hijau: indeks Nikkei naik 0,59%, indeks Straits Times menguat 0,75%, dan indeks Kospi terapresiasi 0,45%. Untuk diketahui, perdagangan di bursa saham China dan Hong Kong diliburkan guna memperingati 70 tahun lahirnya Republik Rakyat China.
Asa damai dagang yang kembali membuncah menjadi faktor yang memantik aksi beli di bursa saham Asia. Sebelumnya, hubungan AS-China di bidang perdagangan sempat memanas sehingga membuat asa atas damai dagang kedua negara menjadi memudar.
CNBC International melaporkan bahwa pemerintahan Presiden AS Donald Trump kini sedang mempertimbangkan langkah untuk memangkas investasi AS di China, seperti dikutip dari seorang sumber yang mengetahui masalah tersebut.
Sumber tersebut menyebut bahwa salah satu opsi yang mungkin diambil adalah memblokir seluruh investasi keuangan dari AS terhadap perusahaan-perusahaan asal China. Restriksi tersebut dimaksudkan untuk melindungi investor asal AS dari risiko yang berlebihan yang mereka tanggung, seiring dengan kurangnya pengawasan yang dilakukan oleh China terhadap perusahaan-perusahaan di sana.
Sebelumnya, Bloomberg memberitakan bahwa para pejabat pemerintahan AS mempertimbangkan opsi untuk men-delisting perusahaan-perusahaan asal China yang melantai di AS. Langkah ini dimaksudkan guna membatasi aliran modal portofolio dari investor asal AS ke perusahaan-perusahaan asal China. Lebih lanjut, AS juga mempertimbangkan untuk melarang dana pensiun dari pegawai pemerintah untuk diinvestasikan ke pasar keuangan China.
Namun, kini asa damai dagang kembali membuncah seiring dengan klarifikasi dari Gedung Putih. Penasihat Dagang Gedung Putih Peter Navarro mengatakan pemberitaan bahwa AS sedang mempertimbangkan pembatasan terhadap investasi di perusahaan asal China tidaklah akurat.
Sebagai informasi, sejauh ini kedua negara masih dijadwalkan untuk menggelar negosiasi dagang tingkat tinggi pada bulan ini di Washington. Melansir Bloomberg, Kementerian Perdagangan China menyebut bahwa Wakil Perdana Menteri China Liu He akan bertandang ke AS selepas tanggal 7 Oktober guna memimpin delegasi China.
Sebelumnya, seperti dilansir dari CNBC International yang mengutip tiga orang sumber yang mengetahui masalah tersebut, negosiasi dagang tingkat tinggi antara AS dan China akan digelar selama dua hari, yakni pada tanggal 10 dan 11 Oktober.
Untuk diketahui, biasanya bulan Oktober merupakan bulan yang oke untuk pasar saham tanah air. Namun nyatanya, IHSG langsung terkoreksi pada awal bulan kala bursa saham utama kawasan Asia kompak menguat.
Secara rata-rata dalam lima tahun terakhir (2014-2018), dalam 12 bulan yang terdapat dalam satu tahun kalender, ada tujuh bulan di mana IHSG membukukan imbal hasil positif, salah satunya bulan Oktober. Secara rata-rata dalam lima tahun terakhir, IHSG membukukan imbal hasil sebesar 1% secara bulanan pada bulan Oktober.
Dalam lima tahun terakhir, IHSG tercatat hanya melemah dua kali secara bulanan pada bulan Oktober, yakni pada tahun 2014 (-0,93%) dan 2018 (-2,42%).
BERLANJUT KE HALAMAN 2 -> Rilis Angka Inflasi Konfirmasi Lemahnya Daya Beli