Waspada Harga Batu Bara Masih Berpotensi Terkoreksi!

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
30 September 2019 13:42
Setelah terus tertekan, harga batu bara akhirnya terangkat pada penutupan Jumat (27/9/2019). Namun lagi-lagi ancaman koreksi menyeruak.
Foto: Wahyu Daniel
Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah terus-terusan tertekan, harga batu bara akhirnya kembali terangkat pada penutupan perdagangan Jumat pekan lalu (27/9/2019). Namun lagi-lagi ancaman koreksi kembali menyeruak.

Harga batu bara acuan ICE Newcastle akhirnya mencatatkan kenaikan sebesar 65 sen atau 0,96% ke US$ 68,15/ton pada hari terakhir perdagangan pekan lalu (27/9/2019). Harga batu bara memang tertekan sejak pertengahan September lalu. Harga batu bara mulai bangkit pada Kamis, 26 September 2019.



Kenaikan harga yang baru "seumur jagung" ini lagi-lagi dihadang sentimen negatif yang dapat mengereknya kembali turun. China sebagai importir terbesar batu bara di dunia, berpotensi memangkas konsumsi batu bara mereka pada kuartal empat tahun ini.

Selain itu China juga sedang dalam upaya mengurangi ketergantungan mereka terhadap batu bara guna mengurangi polusi udara akibat asap maupun emisi gas rumah kaca. Langkah yang diambil China adalah dengan menutup pembangkit listrik berbahan bakar batu bara dengan kapasitas 8,66 gigawatt (GW).

China melalui badan energi nasionalnya memang tidak menyampaikan besaran target. Namun seluruh provinsi dan wilayah di China sudah diinstruksikan untuk menutup pembangkit listrik dengan kapasitas kurang dari 50.000 dan 100.000 kilowat (kW).

Henan sebagai provinsi dengan tingkat polusi terparah berada dalam tekanan 1,6 GW tahun ini. Sementara itu, Provinsi Guandong akan menutup 2,3 GW pembangkit listrik tenaga batu baranya.

China memang berkomitmen untuk mengurangi ketergantungannya terhadap batu bara. Hampir semua pembangkit listrik bertenaga batu bara China diminta untuk menggunakan teknologi yang dapat meminimalkan polusi asap.

Walaupun kontribusi batu bara terhadap bauran energi China terus menurun dari 68% (2012) menjadi hanya 59% (2019), konsumsinya terus meningkat. Artinya, permintaan China masih akan tumbuh tetapi melambat. Kita masih perlu memantau apakah permintaan China tumbuh lebih maju dari komitmen untuk mengurangi konsumsi batu bara mereka. 

(TIM RISET CNBC INDONESIA)


(twg/twg) Next Article Harga Batu Bara Kembali Menguat

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular