Demo Mahasiswa Selesai, Rupiah Masih Terburuk Kedua di Asia

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
25 September 2019 17:31
Demo Mahasiswa Selesai, Rupiah Masih Terburuk Kedua di Asia
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Kurs rupiah kembali melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (25/9/19). Ini berarti Mata Uang Garuda sudah melemah tiga hari berturut-turut, dan berada di level terlemah sejak 5 September.

Rupiah mengakhiri perdagangan di level Rp 14.145/US$ di pasar spot, melansir data Refinitiv.

Begitu perdagangan dibuka, rupiah melemah 0,04% ke level Rp 14.115/US$ dan tertahan di zona merah sepanjang perdagangan. Depresiasi rupiah semakin terakselerasi selepas makan siang, hingga menyentuh level Rp 14.150/US$ atau melemah 0,28%.



Hingga pukul 16:00 WIB, mayoritas mata uang utama Asia melemah melawan dolar AS, hanya dolar Hong Kong yang menguat tipis 0,02%.

Won Korea Selatan menjadi mata uang dengan kinerja terburuk setelah melemah 0,38%, sementara rupiah sekali lagi menduduki posisi runner up terburuk, sama dengan Selasa kemarin. 

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia pada hari ini.



(BERLANJUT KE HALAMAN 2)


Rupiah sejak awal pekan memang sedang lemas, demonstrasi dalam dua hari berturut-turut membuat kondisi dalam negeri kurang kondusif. 

Gelombang aksi massa yang terjadi di berbagai kota terjadi pada hari Senin dan Selasa kemarin. Mahasiswa dan berbagai elemen masyarakat sipil menyuarakan aspirasi seputar penolakan terhadap RUU KUHP, RUU Pertanahan, pelemahan KPK, kebakaran hutan dan lahan, penanganan konflik Papua, dan sebagainya. 

Saat situasi sosial-politik-keamanan sedang kurang kondusif, pelaku pasar tentu merasa kurang nyaman. Investor tentu lebih memilih bersikap wait and see atau memutuskan untuk keluar dulu sembari menunggu situasi tenang kembali. 



Kini ketika situasi dalam negeri mulai tenang, sentimen pelaku pasar global yang memburuk, dampaknya rupiah gagal bangkit. 

Memburuknya sentimen pelaku pasar terjadi setelah Ketua House of Representative (DPR) AS, Nancy Pelosi Selasa waktu setempat secara resmi mengumumkan akan memulai proses dan penyelidikan untuk memakzulkan Presiden AS ke-45 Donald Trump.

Partai Demokrat AS menuduh Trump melakukan penyalahgunaan kekuasaan. Hal terkait komunikasi yang dilakukan Trump dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky Juli lalu. Trump dituduh menekan Ukraina untuk menggali informasi yang bisa merusak saingan politiknya Joe Biden, terkait putra Biden, Hunter.

"Tindakan Presiden Trump mengungkapkan fakta yang tidak terhormat dari pengkhianatan presiden atas sumpah jabatannya, pengkhianatan terhadap keamanan nasional, dan pengkhianatan integritas pemilu kita," kata Pelosi dalam pidatonya sebagaimana dilansir CNBC International.

"Karena itu, hari ini, saya mengumumkan Dewan Perwakilan Rakyat sedang bergerak maju dengan penyelidikan pemakzulan resmi. Saya mengarahkan keenam komite kami untuk melanjutkan penyelidikan mereka di bawah payung undang-undang pemakzulan" tegas Pelosi.



Akibat rencana pemakzulan tersebut sentimen pelaku pasar menjadi memburuk, dan sementara memilih bermain aman sehingga rupiah pun kena pahitnya.

Selain itu, perundingan dagang antara AS-China diprediksi akan alot. Presiden Trump yang berbicara di PBB, Selasa kemarin menyalahkan Beijing atas ketegangan perdagangan yang terjadi sembari mengatakan "Saya tidak akan menerima kesepakatan buruk untuk rakyat Amerika". 

Pernyataan Trump tersebut membuat pelaku pasar memprediksi perundingan dagang AS-China dua pekan lagi akan kembali alot. 

Berkaca dari sejarah, setiap kali kedua negara berunding untuk mencari solusi terbaik, hasil akhirnya hubungan AS-China malah semakin memanas. 

Hal ini membuat pelaku pasar meski senang akan adanya perundingan dagang lagi, tapi juga mulai skeptis akan adanya kesepakatan dagang. Akibatnya sentimen investor global kembali memburuk yang terlihat dari bursa saham yang berguguran, rupiah pun harus melemah tiga hari berturut-turut. 

TIM RISET CNBC INDONESIA 
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular