Kalo Bernyali, Investasi Instrumen Ini Bisa Cuan 14% Sepekan

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
21 September 2019 15:03
Kalo Bernyali, Investasi Instrumen Ini Bisa Cuan 14% Sepekan
Foto: detik.com

Jakarta, CNBC Indonesia - Pekan ini menjadi pekan yang begitu menantang bagi pasar keuangan dunia. Berbagai sentimen campur aduk mewarnai perdagangan di pekan ini, mulai dari perkembangan perang dagang AS-China, pengumuman kebijakan moneter dari bank sentral AS dan Jepang, hingga memanasnya tensi di timur tengah.

Berbicara mengenai pasar saham, pasar saham dunia pada pekan ini dilanda tekanan jual. Di AS yang merupakan kiblat pasar saham dunia, tiga indeks saham utama di sana membukukan imbal hasil negatif secara mingguan: indeks Dow Jones jatuh 1,1%, indeks S&P 500 melemah 0,5%, dan indeks Nasdaq Composite terkoreksi 0,7%.

Di Asia, mayoritas indeks saham utama di Benua Kuning melemah secara mingguan. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selaku indeks saham acuan di Indonesia ambruk hingga 1,63%, menjadikannya indeks saham dengan kinerja terburuk kedua di kawasan Asia. Kinerja IHSG hanya lebih baik ketimbang indeks Hang Seng selaku indeks saham acuan di Hong Kong yang ambruk 3,35%.


Tak hanya saham, mata uang dari negara-negara Asia pun dilepas pelaku pasar. Nyaris seluruh mata uang negara-negara Asia bertekuk lutut di hadapan dolar AS pada pekan ini, dengan rupiah menempati posisi dua dari bawah. Koreksi rupiah pada pekan ini di pasar spot mencapai 0,64%.


Namun begitu, ternyata ada instrumen yang bisa memberikan cuan besar kepada pelaku pasar. Instrumen yang dimaksud adalah kontrak futures dari minyak mentah.

Sepanjang pekan ini, harga minyak mentah WTI kontrak acuan menguat hingga 5,91%, sementara harga minyak brent kontrak acuan terapresiasi 6,74%. Kinclongnya kinerja harga minyak mentah dunia pada pekan ini dipicu oleh apresiasi yang begitu signifikan pada hari Senin (16/9/2019). Kala itu, harga minyak mentah WTI melejit hingga 14,68%, sementara harga minyak brent melesat 14,61%.


Harga minyak mentah dunia melesat seiring dengan serangan drone yang menyasar kilang dan ladang minyak di Arab Saudi. Pada akhir pekan kemarin, serangan menggunakan drone diluncurkan ke Arab Saudi dan menyebabkan kerusakan di kilang minyak terbesar dunia dan ladang minyak terbesar kedua di kerajaan tersebut. Kaum pemberontak Houthi yang berasal dari Yemen sudah mengklaim menjadi pihak yang bertanggung jawab atas serangan tersebut.

Akibat serangan tersebut, Saudi Aramco terpaksa memangkas produksinya hingga sekitar 50%. Output yang hilang dari serangan tersebut mencapai 5,7 juta barel per hari atau setara dengan 5% dari total produksi minyak mentah global secara harian.

Harga minyak mentah dunia kemudian bergerak turun seiring dengan gerak cepat dari pihak Saudi Aramco untuk mengembalikan kemampuan produksinya ke level sebelum serangan drone terjadi.

Menteri Energi Arab Saudi Abdulaziz bin Salman pada hari Selasa (17/9/2019) mengatakan bahwa output minyak dari Saudi Aramco akan kembali ke level sebelum serangan drone terjadi pada akhir bulan ini juga.

Namun tetap saja, lonjakan harga yang begitu signifikan pada awal pekan membuat pelaku pasar yang memegang kontrak futures minyak mentah cuan besar pada pekan ini.

BERLANJUT KE HALAMAN 2 -> Asa Damai Dagang AS-China Bisa Kembali Kerek Harga

Kedepannya, asa damai dagang AS-China bisa membuat harga dari kontrak futures minyak mentah terus memberikan cuan bagi pelaku pasar.

Dalam beberapa waktu terakhir, hubungan AS-China di bidang perdagangan menunjukkan perbaikan yang signifikan. Pada hari Rabu (18/9/2019), Presiden AS Donald Trump menyebut bahwa AS dan China dapat meneken kesepakatan dagang dalam waktu dekat. Pernyataan dari Trump tersebut lantas melengkapi pernyataan serupa sehari sebelumnya kala dirinya mengungkapkan optimisme bahwa AS dan China akan segera bisa meneken kesepakatan dagang.

Trump mengatakan di hadapan reporter bahwa China telah membeli produk-produk pertanian asal AS dalam jumlah yang besar, sebelum kemudian mengatakan bahwa kesepakatan dagang dengan China bisa diteken sebelum gelaran pemilihan presiden (Pilpres) di AS pada tahun 2020 atau sehari setelahnya.

Kemudian menjelang akhir pekan, AS kembali melunak terhadap China dengan secara temporer membebaskan lebih dari 400 produk impor asal China dari bea masuk tambahan yang mulai dikenakan pada tahun lalu. 

Barang-barang yang akan dibebaskan secara sementara dari pengenaan bea masuk tambahan meliputi lampu pohon natal, sedotan plastik, kalung anjing, radiator aluminium untuk kendaraan bermotor, serta komponen dari penyedot debu untuk kolam renang.

Pembebasan tersebut melengkapi rentetan kebijakan serupa yang sudah diumumkan sebelumnya. Menjelang akhir pekan kemarin, Kementerian Perdagangan China mengumumkan bahwa produk-produk agrikultur asal AS seperti kedelai dan daging babi akan dimasukkan ke dalam daftar produk yang diberikan pembebasan atas bea masuk tambahan, dilansir dari CNBC International.

Sebelumnya, Kementerian Keuangan China sudah terlebih dulu mengumumkan daftar produk impor asal AS yang akan dibebaskan dari pengenaan bea masuk baru. Melansir CNBC International, ada sebanyak 16 jenis produk impor yang diberikan pembebasan oleh China, termasuk pakan ternak, obat untuk kanker, dan pelumas. Pembebasan ini akan mulai berlaku pada tanggal 17 September hingga September 2020.

Dari sisi AS, etikat baik ditunjukkan oleh Trump yang mengumumkan melalui media sosial Twitter bahwa kenaikan bea masuk bagi produk impor asal China yang sebelumnya dijadwalkan akan mulai berlaku pada tanggal 1 Oktober, diundur menjadi tanggal 15 Oktober.

Untuk diketahui, bea masuk yang diundur tersebut merupakan bea masuk yang menyasar produk impor asal China senilai US$ 250 miliar. Pemerintahan Presiden Trump akan menaikkan bea masuk bagi produk senilai US$ 250 miliar tersebut menjadi 30%, dari yang sebelumnya 25%.

Trump mengungkapkan bahwa keputusan tersebut diambil berdasarkan permintaan dari Wakil Perdana Menteri China Liu He, beserta dengan fakta bahwa tanggal 1 Oktober merupakan peringatan ke 70 tahun dari lahirnya Republik Rakyat China.

Kala dua negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia bisa meneken kesepakatan dagang, arus perdagangan dan investasi akan kembali menggeliat. Implikasinya, permintaan atas minyak mentah selaku sumber energi utama akan terkerek naik dan mendorong harga ke atas.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular