
Kalo Bernyali, Investasi Instrumen Ini Bisa Cuan 14% Sepekan

Jakarta, CNBC Indonesia - Pekan ini menjadi pekan yang begitu menantang bagi pasar keuangan dunia. Berbagai sentimen campur aduk mewarnai perdagangan di pekan ini, mulai dari perkembangan perang dagang AS-China, pengumuman kebijakan moneter dari bank sentral AS dan Jepang, hingga memanasnya tensi di timur tengah.
Berbicara mengenai pasar saham, pasar saham dunia pada pekan ini dilanda tekanan jual. Di AS yang merupakan kiblat pasar saham dunia, tiga indeks saham utama di sana membukukan imbal hasil negatif secara mingguan: indeks Dow Jones jatuh 1,1%, indeks S&P 500 melemah 0,5%, dan indeks Nasdaq Composite terkoreksi 0,7%.
Di Asia, mayoritas indeks saham utama di Benua Kuning melemah secara mingguan. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selaku indeks saham acuan di Indonesia ambruk hingga 1,63%, menjadikannya indeks saham dengan kinerja terburuk kedua di kawasan Asia. Kinerja IHSG hanya lebih baik ketimbang indeks Hang Seng selaku indeks saham acuan di Hong Kong yang ambruk 3,35%.
Tak hanya saham, mata uang dari negara-negara Asia pun dilepas pelaku pasar. Nyaris seluruh mata uang negara-negara Asia bertekuk lutut di hadapan dolar AS pada pekan ini, dengan rupiah menempati posisi dua dari bawah. Koreksi rupiah pada pekan ini di pasar spot mencapai 0,64%.
Namun begitu, ternyata ada instrumen yang bisa memberikan cuan besar kepada pelaku pasar. Instrumen yang dimaksud adalah kontrak futures dari minyak mentah.
Sepanjang pekan ini, harga minyak mentah WTI kontrak acuan menguat hingga 5,91%, sementara harga minyak brent kontrak acuan terapresiasi 6,74%. Kinclongnya kinerja harga minyak mentah dunia pada pekan ini dipicu oleh apresiasi yang begitu signifikan pada hari Senin (16/9/2019). Kala itu, harga minyak mentah WTI melejit hingga 14,68%, sementara harga minyak brent melesat 14,61%.
Harga minyak mentah dunia melesat seiring dengan serangan drone yang menyasar kilang dan ladang minyak di Arab Saudi. Pada akhir pekan kemarin, serangan menggunakan drone diluncurkan ke Arab Saudi dan menyebabkan kerusakan di kilang minyak terbesar dunia dan ladang minyak terbesar kedua di kerajaan tersebut. Kaum pemberontak Houthi yang berasal dari Yemen sudah mengklaim menjadi pihak yang bertanggung jawab atas serangan tersebut.
Akibat serangan tersebut, Saudi Aramco terpaksa memangkas produksinya hingga sekitar 50%. Output yang hilang dari serangan tersebut mencapai 5,7 juta barel per hari atau setara dengan 5% dari total produksi minyak mentah global secara harian.
Harga minyak mentah dunia kemudian bergerak turun seiring dengan gerak cepat dari pihak Saudi Aramco untuk mengembalikan kemampuan produksinya ke level sebelum serangan drone terjadi.
Menteri Energi Arab Saudi Abdulaziz bin Salman pada hari Selasa (17/9/2019) mengatakan bahwa output minyak dari Saudi Aramco akan kembali ke level sebelum serangan drone terjadi pada akhir bulan ini juga.
Namun tetap saja, lonjakan harga yang begitu signifikan pada awal pekan membuat pelaku pasar yang memegang kontrak futures minyak mentah cuan besar pada pekan ini.
BERLANJUT KE HALAMAN 2 -> Asa Damai Dagang AS-China Bisa Kembali Kerek Harga