
The Fed & BI Pangkas Suku Bunga, Begini Nasib Rupiah
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
19 September 2019 17:16

Jakarta, CNBC Indonesia - Kurs rupiah berakhir stagnan melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (19/9/19), setelah tertekan sepanjang perdagangan.
Rupiah mengakhiri perdagangan di level Rp 14.055/US$ di pasar spot, sama dengan penutupan pasar Rabu kemarin.
Rupiah langsung melemah begitu perdagangan hari ini dibuka, terus tertekan hingga mendekati level Rp 14.100/US$ di awal perdagangan.
Pada tengah hari rupiah bergerak sideways alias bolak balik di rentang Rp 14.085-14.090/US$, dan baru memangkas pelemahan hingga stagnan menjelang penutupan perdagangan. Bahkan rupiah mencapai level Rp 14.055/US$ beberapa menit sebelum perdagangan di Indonesia ditutup.
Mayoritas mata uang utama Asia melemah pada perdagangan hari ini, hanya yen Jepang yang mampu menguat 0,44% hingga pukul 16:00 WIB. Sementara mata uang lainnya cenderung melemah atau nyaris stagnan.
Ringgit Malaysia menjadi mata uang dengan kinerja terburuk hari ini, melemah 0,22%, disusul dengan won Korea Selatan sebesar 0,17% dan yuan China 0,16%.
Berikut kinerja dolar AS terhadap mata uang utama Asia hari ini.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Awal perdagangan hari ini rupiah langsung tertekan akibat pemangkasan suku bunga bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) dini hari tadi. Bukan karena suku bunga yang dipangkas, tapi karena sikap The Fed yang tidak terlalu dovish yang membuat rupiah mengalami tekanan.
The Fed memutuskan memangkas suku bunga acuan (Federal Funds Rate/FFR) 25 basis poin (bps) menjadi 1,75-2%. Ini merupakan kali kedua bank sentral pimpinan Jerome Powell ini memangkas FFR di 2019.
Pelambatan ekonomi global yang mempengaruhi outlook perekonomian Paman Sam, serta inflasi yang masih lemah menjadi alasan The Fed memangkas suku bunga.
Di sisi lain, The Fed kini menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini menjadi 2,2%, lebih tinggi dibandingkan proyeksi yang diberikan pada Juni lalu sebesar 2,1%, meski untuk proyeksi jangka panjang masih tetap 1,9%. Proyeksi inflasi masih tetap sebesar 1,9% di tahun ini, dan 2,5% untuk jangka panjang.
Tidak hanya itu, meski The Fed memangkas suku bunga, tetapi tidak semua anggota Federal Open Market Committee (FOMC) yang mendapat jatah voting suku bunga memilih pemangkasan 25 bps.
Dua anggota FOMC tidak setuju The Fed memangkas FFR, satu lainnya meminta suku bunga dipangkas 50 bps.
Bahkan untuk arah kebijakan selanjutnya di sisa tahun ini juga menunjukkan perbedaan pendapat dari semua anggota FOMC termasuk yang bukan anggota voting. Berdasarkan Fed dot plot, Lima anggota ingin suku bunga tetap seperti sebelum dipangkas (2-2,25%). Lima anggota lainnya ingin mempertahankan di level saat ini (1,75-2%), dan tujuh anggota ingin memangkas lagi sebesar 25 bps menjadi 1,5-1,75%.
Akibat perbedaan perdapat tersebut, pelaku pasar melihat probabilitas suku bunga kembali dipangkas di sisa tahun ini masih belum terlalu besar. The Fed masih akan mengadakan dua kali rapat kebijakan moneter, di bulan Oktober dan Desember. Data dari piranti FedWatch milik CME Group menunjukkan probabilitas suku bunga di pangkas 25 bps di bulan Oktober 44,9%, sementara suku bunga di tahan di level saat ini sebesar 55,1%.
Sementara di bulan Desember, probabilitas suku bunga dipangkas 25 bps menjadi 1,5-1,75% sebesar 46,9% menjadi yang tertinggi, tapi tidak terlalu jauh dibandingkan probabilitas suku bunga tetap 1,75-2% sebesar 42,1%.
Data dari FedWatch tersebut menunjukkan pelaku pasar masih belum yakin apakah The Fed akan kembali memangkas suku bunga atau tidak di bulan Desember, dampaknya rupiah mengalami tekanan.
Rupiah akhirnya mampu memukul balik dolar setelah Bank Indonesia (BI) memangkas suku bunga 7-day Reverse Repo Rate sebesar 25 bps menjadi 5,25%. Ini berarti BI sudah menurunkan suku bunga dalam tiga bulan berturut-turut.
"Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18-19 September 2019 memutuskan untuk menurunkan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 5,25%," kata Gubernur BI Perry Warjiyo.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan Perry Warijyo dan sejawat akan kembali menurunkan BI 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,25%.
"Kebijakan tersebut konsisten dengan prakiraan inflasi yang tetap rendah di bawah titik tengah sasaran dan imbal hasil investasi aset keuangan domestik yang tetap menarik, serta sebagai langkah pre-emptive untuk mendorong momentum pertumbuhan ekonomi domestik di tengah kondisi ekonomi global yang melambat," kata Perry dalam konferensi pers usai RDG edisi September di Jakarta.
BI juga memutuskan untuk menurunkan uang muka (down payment) yang masuk skema loan to value (LTV) kredit properti dan kendaraan bermotor untuk merangsang pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Suku bunga yang terus diturunkan diharapkan akan mempercepat laju perekonomian Indonesia, dimana BI memperkirakan produk domestik bruto (PDB) di kisaran 5,1% di tahun ini. Hal ini tentunnya mendongkrak optimisme pelaku pasar PDB Indonesia bisa akan lebih tinggi lagi ke depannya.
Pemangkasan suku bunga dari BI, dan melihat respon pasar tentunya menjadi modal bagus bagi rupiah untuk bisa menguat lagi di perdagangan Jumat besok.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Rupiah mengakhiri perdagangan di level Rp 14.055/US$ di pasar spot, sama dengan penutupan pasar Rabu kemarin.
Rupiah langsung melemah begitu perdagangan hari ini dibuka, terus tertekan hingga mendekati level Rp 14.100/US$ di awal perdagangan.
Pada tengah hari rupiah bergerak sideways alias bolak balik di rentang Rp 14.085-14.090/US$, dan baru memangkas pelemahan hingga stagnan menjelang penutupan perdagangan. Bahkan rupiah mencapai level Rp 14.055/US$ beberapa menit sebelum perdagangan di Indonesia ditutup.
Mayoritas mata uang utama Asia melemah pada perdagangan hari ini, hanya yen Jepang yang mampu menguat 0,44% hingga pukul 16:00 WIB. Sementara mata uang lainnya cenderung melemah atau nyaris stagnan.
Ringgit Malaysia menjadi mata uang dengan kinerja terburuk hari ini, melemah 0,22%, disusul dengan won Korea Selatan sebesar 0,17% dan yuan China 0,16%.
Berikut kinerja dolar AS terhadap mata uang utama Asia hari ini.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Awal perdagangan hari ini rupiah langsung tertekan akibat pemangkasan suku bunga bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) dini hari tadi. Bukan karena suku bunga yang dipangkas, tapi karena sikap The Fed yang tidak terlalu dovish yang membuat rupiah mengalami tekanan.
The Fed memutuskan memangkas suku bunga acuan (Federal Funds Rate/FFR) 25 basis poin (bps) menjadi 1,75-2%. Ini merupakan kali kedua bank sentral pimpinan Jerome Powell ini memangkas FFR di 2019.
Pelambatan ekonomi global yang mempengaruhi outlook perekonomian Paman Sam, serta inflasi yang masih lemah menjadi alasan The Fed memangkas suku bunga.
Di sisi lain, The Fed kini menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini menjadi 2,2%, lebih tinggi dibandingkan proyeksi yang diberikan pada Juni lalu sebesar 2,1%, meski untuk proyeksi jangka panjang masih tetap 1,9%. Proyeksi inflasi masih tetap sebesar 1,9% di tahun ini, dan 2,5% untuk jangka panjang.
Tidak hanya itu, meski The Fed memangkas suku bunga, tetapi tidak semua anggota Federal Open Market Committee (FOMC) yang mendapat jatah voting suku bunga memilih pemangkasan 25 bps.
Dua anggota FOMC tidak setuju The Fed memangkas FFR, satu lainnya meminta suku bunga dipangkas 50 bps.
Bahkan untuk arah kebijakan selanjutnya di sisa tahun ini juga menunjukkan perbedaan pendapat dari semua anggota FOMC termasuk yang bukan anggota voting. Berdasarkan Fed dot plot, Lima anggota ingin suku bunga tetap seperti sebelum dipangkas (2-2,25%). Lima anggota lainnya ingin mempertahankan di level saat ini (1,75-2%), dan tujuh anggota ingin memangkas lagi sebesar 25 bps menjadi 1,5-1,75%.
Akibat perbedaan perdapat tersebut, pelaku pasar melihat probabilitas suku bunga kembali dipangkas di sisa tahun ini masih belum terlalu besar. The Fed masih akan mengadakan dua kali rapat kebijakan moneter, di bulan Oktober dan Desember. Data dari piranti FedWatch milik CME Group menunjukkan probabilitas suku bunga di pangkas 25 bps di bulan Oktober 44,9%, sementara suku bunga di tahan di level saat ini sebesar 55,1%.
Sementara di bulan Desember, probabilitas suku bunga dipangkas 25 bps menjadi 1,5-1,75% sebesar 46,9% menjadi yang tertinggi, tapi tidak terlalu jauh dibandingkan probabilitas suku bunga tetap 1,75-2% sebesar 42,1%.
Data dari FedWatch tersebut menunjukkan pelaku pasar masih belum yakin apakah The Fed akan kembali memangkas suku bunga atau tidak di bulan Desember, dampaknya rupiah mengalami tekanan.
Rupiah akhirnya mampu memukul balik dolar setelah Bank Indonesia (BI) memangkas suku bunga 7-day Reverse Repo Rate sebesar 25 bps menjadi 5,25%. Ini berarti BI sudah menurunkan suku bunga dalam tiga bulan berturut-turut.
"Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18-19 September 2019 memutuskan untuk menurunkan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 5,25%," kata Gubernur BI Perry Warjiyo.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan Perry Warijyo dan sejawat akan kembali menurunkan BI 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,25%.
"Kebijakan tersebut konsisten dengan prakiraan inflasi yang tetap rendah di bawah titik tengah sasaran dan imbal hasil investasi aset keuangan domestik yang tetap menarik, serta sebagai langkah pre-emptive untuk mendorong momentum pertumbuhan ekonomi domestik di tengah kondisi ekonomi global yang melambat," kata Perry dalam konferensi pers usai RDG edisi September di Jakarta.
BI juga memutuskan untuk menurunkan uang muka (down payment) yang masuk skema loan to value (LTV) kredit properti dan kendaraan bermotor untuk merangsang pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Suku bunga yang terus diturunkan diharapkan akan mempercepat laju perekonomian Indonesia, dimana BI memperkirakan produk domestik bruto (PDB) di kisaran 5,1% di tahun ini. Hal ini tentunnya mendongkrak optimisme pelaku pasar PDB Indonesia bisa akan lebih tinggi lagi ke depannya.
Pemangkasan suku bunga dari BI, dan melihat respon pasar tentunya menjadi modal bagus bagi rupiah untuk bisa menguat lagi di perdagangan Jumat besok.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular