Internasional

Suku Bunga The Fed Tergantung Perang Dagang, Bukan Trump

Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
13 September 2019 14:01
Suku Bunga The Fed Tergantung Perang Dagang, Bukan Trump
Foto: Ketua Federal Reserve Board Jerome Powell (REUTERS/Yuri Gripas)
Jakarta, CNBC Indonesia - Perang dagang antara Amerika Serikat (AS)-China diperkirakan akan memburuk atau tetap seperti sekarang ini pada tahun depan. Hal ini lah yang diperkirakan bakal membuat bank sentral AS the Federal Reserve (The Fed) menurunkan suku bunga lagi, bukan ancaman Presiden AS Donald Trump.

Demikian menurut para ekonom dalam jajak pendapat Reuters. Sebanyak 85% ekonom yang disurvei memperkirakan Fed akan menurunkan suku bunga untuk kedua kalinya pada pertemuan minggu depan. Namun, hampir 80% dari mereka mengatakan bahwa keputusan apa pun yang diambil The Fed tidak dipengaruhi oleh kritik Trump terhadap bank sentral.

"Lingkungan politik menyebabkan risiko pada prospek ekonomi,dan itulah yang ditanggapi oleh The Fed. Saya tidak berpikir The Fed menanggapi tweet atau kritik yang diarahkan pada The Fed atau Powell secara umum," kata James Orlando, ekonom senior di TD Economics.

"The Fed sebenarnya mengatakan, 'Hei, beberapa risiko perdagangan mulai berpengaruh dan merugikan data ekonomi, dan cara terbaik untuk memenuhi mandat adalah untuk menjaga mesin ekonomi berjalan. Cara terbaik untuk melakukan itu adalah memangkas suku bunga, sehingga mereka tidak masuk ke dalam resesi,".

Seperti diketahui, Trump kerap kali melayangkan kritik pada The Fed dan pemimpinnya, Jerome Powell. Trump bahkan memposting di twitternya, meminta The Fed menetapkan kebijakan suku bunga negatif untuk memacu pertumbuhan ekonomi.


The Fed diperkirakan akan menurunkan suku bunga untuk kedua kalinya, pada pertemuan minggu depan. Ini dikarenakan tingkat kemungkinan terjadinya resesi di AS dalam dua tahun ke depan meningkat menjadi 45%, sementara kemungkinan resesi untuk tahun depan ada di angka 30%.

Namun, langkah The Fed untuk menurunkan suku bunga seperempat poin (25 basis poin/bps) nampaknya tidak akan membuat Trump puas.

Secara terpisah pada pekan lalu, Powell telah mengatakan bahwa proses pengambilan keputusan bank sentral tidak bisa dipengaruhi faktor-faktor politik.

Mengutip Reuters, saat ini AS-China sedang mengupayakan kesepakatan dagang dan akan menggelar perundingan dagang lagi dalam waktu dekat. Perang dagang kedua ekonomi terbesar dunia itu sudah berlangsung selama hampir dua tahun dan telah menghambat pertumbuhan ekonomi dunia, mengacaukan pasar, serta menghambat aktivitas manufaktur global dan menekan kepercayaan bisnis.

Hampir 80% dari 60-an lebih ekonom mengatakan hubungan dagang AS-China akan memburuk atau tetap seperti sekarang pada akhir tahun depan. Mereka juga memperingatkan bahwa langkah proteksionisme adalah ancaman terbesar bagi ekonomi dunia.
 

BERLANJUT KE HAL 2
Lebih lanjut, mereka umumnya kini pesimis bahwa resolusi perdagangan akan dicapai dalam waktu dekat.

"Tarif yang telah diumumkan mulai berlaku pada bulan Oktober dan tarif lain akan berlaku pada Desember. Kita menantikan beberapa pertemuan lagi, tetapi pada akhirnya kami pesimis resolusi akan tercapai," kata Andrew Schneider, ekonom AS di BNP Paribas.

"Mungkin risiko eskalasi lebih lanjut lebih besar daripada peluang tercapainya perjanjian,".

Perang dagang ini sendiri tidak hanya berdampak pada negara yang terlibat, namun juga mempengaruhi ekonomi negara lain, termasuk Eropa. Akibat perang dagang, bank-bank sentral dunia terpaksa melonggarkan kebijakan karena proyeksi pertumbuhan dan inflasi semakin suram.

Salah satu bank yang memangkas suku bunganya adalah Bank Sentral Eropa (ECB). Presiden ECB Mario Draghi pada hari Kamis kemarin menyampaikan langkah kebijakan terakhirnya sebelum mundur dari jabatannya pada akhir Oktober.

Draghi mengumumkan pemotongan suku bunga 10 basis poin menjadi -0,5% dan memulai kembali program pembelian aset, yang sudah dihentikan kurang dari setahun yang lalu. Program pembelian kembali ini akan menelan biaya 20 miliar euro per bulan hingga jangka waktu yang belum ditentukan.

Sebelum ECB melakukan pemotongan, Reuters telah melakukan survei pada sekitar 120 ekonom pada 9-12 September. Hasilnya, The Fed diperkirakan akan memangkas suku bunganya sebesar 25 basis poin pada 18 September menjadi 1,75%-2,00%.

Lebih lanjut, The Fed diperkirakan akan memotong lagi suku bunga pada kuartal berikutnya menjadi 1,50%-1,75%, sejalan dengan ekspektasi pasar berjangka. Namun setelah itu, diperkirakan tidak akan ada lagi pemangkasan suku bunga hingga akhir 2020.

Proyeksi itu sebagian dipengaruhi pemikiran bahwa harga inti pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) tidak akan naik secara signifikan tahun depan.

Sementara untuk tahun ini, hanya dua dari 50-an lebih ekonom memproyeksikan bahwa rata-rata inflasi akan berada atau di atas target 2%.

Sementara itu, pertumbuhan ekonomi AS diperkirakan akan melambat ke tingkat tahunan sebesar 1,7% pada akhir tahun 2020 dari 2% yang dilaporkan untuk kuartal terakhir. Itu jauh di bawah tingkat 3,1% yang diperkirakan pada kuartal pertama.

[Gambas:Video CNBC]

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular