
AS Diam-Diam Salip Arab Saudi Jadi Raja Minyak Dunia
Wahyu Daniel, CNBC Indonesia
12 September 2019 20:05

Jakarta, CNBC Indonesia - Diam-diam, Amerika Serikat (AS) berkejaran dengan Arab Saudi sebagai 'Raja Minyak' dunia, alias eksportir minyak nomor satu di dunia.
"Booming dari shale oil di AS membuat negara ini menempel ketat posisi Arab Saudi sebagai eksportir minyak nomor satu dunia," demikian bunyi laporan terbaru International Energy Agency (IEA) seperti dilansir dari CNBC International, Kamis (12/9/2019).
IEA melaporkan, pada Juni lalu, secara mengejutkan AS mengalahkan Arab Saudi. Ekspor minyak mentah AS pada bulan tersebut menembus di atas 3 juta barel/hari. Bila digabungkan dengan ekspor produk olahan minyak mentah, maka AS mengekspor hampir 9 juta barel/hari.
Pada bulan tersebut, Arab Saudi tengah memangkas produksi dan ekspor minyak mentah serta produk hasil olahan minyak mentah di kilang-kilang miliknya.
Namun pada Juli dan Agustus, posisi eksportir minyak nomor satu dunia kembali dipegang oleh Arab Saudi, setelah badai menerpa AS.
Di bawah kepemimpinan Donald Trump, AS disebut tengah mengejar dominasinya di sektor energi dunia. Apa alasan Trump ingin dominan di sektor energi? Agar AS bisa menciptakan energi yang terjangkau harganya, dan ekonomi AS tidak terganggu oleh pergerakan harga energi dunia.
Dalam 10 tahun terakhir, AS sudah meningkatkan produksi minyaknya dua kali lipat menjadi 12,3 juta barel per hari. Ini menjadikan AS sebagai negara produsen minyak terbesar di dunia. Dilaporkan CNBC International, hari ini harga minyak jenis Brent diperdagangkan di US$ 61,05/barel, naik 0,4%. Sementara minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) diperdagangkan di harga US$56,04/barel, atau naik lebih dari 0,5%.
IEA mengatakan, AS terus membangun infrastruktur untuk bisa mengekspor minyak lebih banyak lagi, hingga 4 juta barel/hari.
"Dengan produksi yang cukup kuat, pertanyaannya apakah penjual di AS bisa menjual minyaknya dan menangkap pasar internasional?" tanya IEA.
Menurut prediksi IEA, permintaan minyak dunia di tahun ini adalah 1,1 juta barel/hari, kemudian akan mencapai 1,3 juta barel/hari di 2020.
Rabu kemarin, negara produsen minyak yang tergabung dalam OPEC, menurunkan prediksi permintaan minyak dunia. Versi OPEC, permintaan minyak dunia tahun ini adalah 1,02 juta barel/hari, turun 80 ribu barel/hari dibandingkan proyeksi sebelumnya.
Sementara untuk 2020, OPEC memproyeksi adanya peningkatan permintaan minyak dunia menjadi 1,08 juta barel/hari, turun 60 ribu barel/hari dibandingkan proyeksi sebelumnya.
(wed/hoi) Next Article Arab Saudi & Joe Biden Pemicu Harga Minyak Melambung
"Booming dari shale oil di AS membuat negara ini menempel ketat posisi Arab Saudi sebagai eksportir minyak nomor satu dunia," demikian bunyi laporan terbaru International Energy Agency (IEA) seperti dilansir dari CNBC International, Kamis (12/9/2019).
IEA melaporkan, pada Juni lalu, secara mengejutkan AS mengalahkan Arab Saudi. Ekspor minyak mentah AS pada bulan tersebut menembus di atas 3 juta barel/hari. Bila digabungkan dengan ekspor produk olahan minyak mentah, maka AS mengekspor hampir 9 juta barel/hari.
Namun pada Juli dan Agustus, posisi eksportir minyak nomor satu dunia kembali dipegang oleh Arab Saudi, setelah badai menerpa AS.
Di bawah kepemimpinan Donald Trump, AS disebut tengah mengejar dominasinya di sektor energi dunia. Apa alasan Trump ingin dominan di sektor energi? Agar AS bisa menciptakan energi yang terjangkau harganya, dan ekonomi AS tidak terganggu oleh pergerakan harga energi dunia.
Dalam 10 tahun terakhir, AS sudah meningkatkan produksi minyaknya dua kali lipat menjadi 12,3 juta barel per hari. Ini menjadikan AS sebagai negara produsen minyak terbesar di dunia. Dilaporkan CNBC International, hari ini harga minyak jenis Brent diperdagangkan di US$ 61,05/barel, naik 0,4%. Sementara minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) diperdagangkan di harga US$56,04/barel, atau naik lebih dari 0,5%.
IEA mengatakan, AS terus membangun infrastruktur untuk bisa mengekspor minyak lebih banyak lagi, hingga 4 juta barel/hari.
"Dengan produksi yang cukup kuat, pertanyaannya apakah penjual di AS bisa menjual minyaknya dan menangkap pasar internasional?" tanya IEA.
Menurut prediksi IEA, permintaan minyak dunia di tahun ini adalah 1,1 juta barel/hari, kemudian akan mencapai 1,3 juta barel/hari di 2020.
Rabu kemarin, negara produsen minyak yang tergabung dalam OPEC, menurunkan prediksi permintaan minyak dunia. Versi OPEC, permintaan minyak dunia tahun ini adalah 1,02 juta barel/hari, turun 80 ribu barel/hari dibandingkan proyeksi sebelumnya.
Sementara untuk 2020, OPEC memproyeksi adanya peningkatan permintaan minyak dunia menjadi 1,08 juta barel/hari, turun 60 ribu barel/hari dibandingkan proyeksi sebelumnya.
(wed/hoi) Next Article Arab Saudi & Joe Biden Pemicu Harga Minyak Melambung
Most Popular